Sunan Bayat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k {{rapikan}} |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{rapikan}}Cerita rakyat tentang Sunan Tembayat yang dituturkan secara lisan oleh masyarakat Kecamatan Tembayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Bentuk penuturan itu pada dasarnya tersebar secara lisan diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat penduduk secara tradisional. Karena sifat penyebarannya yang tidak tertulis itu, yaitu dari mulut ke mulut, maka cerita rakyat ini sering mengalami perubahan sehingga menimbulkan versi yang berbeda-beda. Cerita rakyat ini dimulai dengan penggambaran Kerajaan Demak Bintara, kerajaan Islam yang pertama di Pulau Jawa, dengan rajanya bernama Raden Patah.
Ia keturunan Brawijaya yang kawin dengan putri
Dengan seizin Sultan Demak, Pangeran Made Pandan membuka hutan baru dan mendirikan pemukiman serta membuat perkampungan. Mengingat hutan tersebut banyak ditumbuhi oleh pohon asem arang-arang asam yang jaraknya berjauhan, maka disebutnya Semarag (berasal dari kata asem ‘asam’, dan arang ‘jarang’). Karena ketekunan dan kesabarannya dalam membimbing masyarakat dalam pelajaran agama, Pangeran Made Pandan kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Pandanaran. Selanjutnya ia mendirikan Kabupaten Semarang yang direstui oleh Sultan Demak dan Ki Ageng Pandanaran diangkat menjaadi bupati pertama di Semarang. Ia menjalankan pemerintahan dengan sangatbijaksana dan tekun. Ki Ageng Pandanaran ini mempunyai putra yang terkenal pula dengan sebutan Ki Ageng Pandanaran. Akhirnya, Bupati Pandanaran (Pangeran Made Pandan) meninggal dunia dan dimakamkan di pegunungan Pakis Aji (Telomoyo) yang terletak disebelah timur Bergota.
Ki Ageng Pandanaran menggantikan kedudukan bupati Semarang sebagai warisan dari mendiang ayahandanya. Ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran – ajaran Islam seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah perubahan. Ia yang dulunya sangat baik itu menjadi semakin pudar. Tugas-tugas pemerintahan sering pula dilalaikan, begitu pula mengenai perawatan pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah. Untunglah hal demikian ini cepat diketahui oleh Sultan Bintara, sehingga tidak menjadi berlarut-larut. Sultan Demak berusaha untuk menginsafkan Ki Pandanaran lewat utusan-utusannya, namun hal ini tidak mendapatkan tanggapan bahkan cemoohan. Oleh karena itu, Sultan Demak mengadakan pertemuan agung yang dihadiri oleh semua pejabat dan tokoh agama, diantaranya para Wali Sanga. Untuk mengemban tugas itu, diputuskan bahwa Sunan Kalijaga ditunjuk sebagai utusan Sultan Demak.
|