Fatahillah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andiazamuddin (bicara | kontrib)
k link yang diberikan bukan referensi (rujukan), tapi pranala luar
Kang Ari Tea (bicara | kontrib)
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Fatahillah''' adalah tokoh yang dikenal mengusir [[Portugis]] dari [[pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa]] dan memberi nama "Jayakarta" yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota [[Jakarta]]. Ia dikenal juga dengan nama '''Falatehan'''. Ada pun nama '''Sunan Gunung Jati''' dan '''Syarif Hidayatullah''', yang sering dianggap Fatahillah, kemungkinan mertua dari Fatahillah.
 
Setiap tanggal 22 Juni selalu diperingati sebagai hari jadinya kota Jakarta, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, namun tidak banyak yang mengetahui mengapa tanggal 22 Juni, diawali dengan adanya peristiwa apa dibalik penetapan tanggal 22 Juni dan siapa tokoh di balik itu semua. Penetapan tanggal 22 Juni sebagai hari jadi kota Jakarta diawali dengan keberhasilan pasukan gabungan dari kesultanan Demak, kesultanan Cirebon dan Banten di bawah pimpinan Sayyid Fatahillah Khan/ Falatehan/ Fatahillah/ Wong Agung Pasai/ Tubagus Pasai dalam mengusir pasukan Purtugis dari kota pelabuhan Sunda Kelapa, peristiwa itu terjadi pada tanggal 22 Juni 1527. Peristiwa itulah yang kemudian di tetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta, jadi pada tahun 2012 diperingati sebagai HUT kota Jakarta yang ke 485, angka tersebut dihitung sejak peristiwa penaklukan pada tahun 1527 tersebut.
 
== Latar belakang ==
Baris 6 ⟶ 7:
 
Ada sumber sejarah yang mengatakan{{siapa}} sebenarnya ia lahir di Asia Tengah (mungkin di Samarqand), menimba ilmu ke Baghdad, dan mengabdikan dirinya ke Kesultanan Turki, sebelum bergabung dengan [[Kesultanan Demak]].{{fact}} Namun pendapat ini juga tidak jelas berasal dari mana.
 
Sebagai anak yang terlahir di lingkungan kesultanan Pasai, Fatahillah memperoleh pendidikan kemiliteran terutama kemiliteran laut, hal ini sesuai dengan kedudukan Kesultanan Pasai yang terletak di Selat Malaka yang merupakan jalur strategis yang menghubungkan dua pusat perdagangan yakni China dan India. Namun demikian, sebagai anak dari ulama besar Fatahillah juga memperoleh pendidikan ilmu-ilmu agama yang mumpuni sehingga dari kedua jenis ilmu ini ( kemiliteran dan agama ) kelak menempatkannya dalam kedudukan yang terhormat. Bekal ilmu kemiliteran menempatkan dirinya sebagai panglima tertinggi  pasukan gabungan tiga kerajaan, sedangkan bekal ilmu agama mendudukkannya sebagai anggota [[Walisongo]] generasi ke IV bersama-sama dengan [[Sunan Ampel]], [[Sunan Giri]], [[Sunan Gunung Jati]], [[Raden Fatah]], [[Sunan Kudus]], [[Sunan Bonang]], [[Sunan Drajad]] dan [[Sunan Kalijaga|Sunan Kalojogo]]  (lihat buku Haul Sunan Ampel ke 555, tulisan KH. Muhammad Dahlan, terbitan ''Yayasan Makam Sunan Ampe''l 1979 ).
 
Pada usia 24 tahun tepatnya pada tahun 1495, pemuda Fatahillah meninggalkan kampung halamannya untuk merantau menambah pengalaman, dan tempat yang
dipilih adalah kesultanan Malaka yang pada saat itu yang berkuasa adalah Sultan Mahmud Syah yang nota bene adalah sahabat ayahnya ( Mahdar Ibrahim ) sehingga Fadhilah langsung mendapat kedudukan sebagai Tumenggung. Konon dalam perjalanan pelayarannya melalui selat malaka ia sempat membuat decak kagum Laksamana Hang Tuah ( pemimpin tertinggi Angkatan Laut ) kesultanan Malaka, karena atas laporan anak buahnya ketiga menyaksikan kepiawaian pemuda Fatahillah dalam menghalau para
bajak laut selat Malaka yang waktu itu memang banyak dan kebanyakan
adalah pelaut-pelaut dari China. Oleh karena itu ketika Laksamana Hang Tuah lengser, kedudukan sebagai Laksamana dipercayakan kepadanya dengan gelar “Laksamana Khoja Hasan"
 
 
Kepiawaian Fatahillah sungguh tidak mengecewakan, ia mampu menjadi pengganti Laksamana [[Hang Tuah]], meskipun namanya tidak sepopuler pendahulunya itu,
namun sebagai Pangti AL ia mampu mengamankan selat Malaka, sehingga perniagaan melalui jalur ini aman dan tentu saja hal demikian sangat
menguntungkan kerajaan.
Fatahillah mengabdi selama 15 tahun tepatnya pada tahun 1510 ia berhenti dan kembali ke Pasai. Terdapat beberapa versi mengenai lengsernya Laksamana Khoja hasan ini, satu Versi mengatakan bahwa ia dipecat lantaran fitnahan dari orang Tamil Muslim sehingga terbunuhlah 4 orang pejabat kerajaan yaitu :
# Tun Mutahir
# Tun Hasan
# Tun Ali
# Seri Nara Diraja
Dalam peristiwa ini Laksamana Khoja Hasan dipersalahkan karena lalai sehingga ada pejabat kerajaan yang terbunuh, kemudian ia dipecat dan diperintahkan meninggalkan Malaka. Dalam versi lain dia mengundurkan
diri karena merasa cukup pengalaman dalam bidang kemiliteran dan bermaksud kembali ke Pasai untuk memperdalam lagi ilmu dibidang keagamaan. Setelah Laksamana Khoja Hasan mengundurkan diri, jabatan Laksamana dijabat oleh [[Hang Nadim]] ( yang juga menantu [[Hang Tuah]] ).
 
== Hubungan antara Sunan Gunung Jati dan Fatahillah ==
Baris 18 ⟶ 38:
== Keturunan Fatahilah ==
Sepanjang hidupnya Fatahillah mengalami tiga kali pernikahan dan dari ketiga pernikahan itu memperoleh putra-putri, sebagai berikut ;
# Dari Pernikahan Fatahillah (waktu itu masih bergelar Laksamana Khoja Hasan ) dengan Tun Sirah binti [[Hang Tuah]] melahirkan putra Maulana Abdullah, namun hingga saat ini belum jelas berada di mana keturunan Maulana Abdullah ini yang tersebar di [[Malaysia]], [[Medan]] / Sumut dan kepulauan[[Kepulauan Riau]].
# Dari pernikahan Fatahillah dengan Ratu Winahon binti [[Sunan Gunung Djati]] melahirkan putra-putri ;
## Ratu Wanawati Raras, menikah dengan Pangeran Sendang Kemuning bin Pangeran Pasarean (Pangeran Dipati Cirebon), dari pernikahan ini lahirlah para sultan [[Kesultanan Kasepuhan]], [[Kesultanan Kanoman]] dan [[Kesultanan Kacirebonan]].
## Pangeran Sendang Garuda
## Ratu Ayu (''Ratu Ayu Pembayun Fatimah) ''putri ketiga menikah dengan ''Tubagus Angke'' putra [[Pangeran Panjunan]], [[Pangeran Tubagus Angke]] yang menggantikan meneruskan Fatahillah sebagai Adipati Jayakarta (Jakarta) dengan gelar ''[[Pangeran Jayakarta II]]''.
# Dari pernikahan Fatahillah dengan Ratu Pembayun binti [[Raden Fatah]] (Janda Pangeran Jaya Kelana bin [[Sunan Gunung Djati]]) melahirkan Kyai Mas Abdul Aziz/ Tumenggung Nogowongso menurunkan bangsawan Palembang yang bergelar Kemas dan Kyai Bagus Abdul Rahman/ Tumenggung Bodrowongso, menurunkan bangsawan Palembang yang bergelar Ki Agus.
 
==Pranata Referensi luar==
{{reflist}}
 
==Pranala luar==
# [http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ Biografi Syekh Nurjati] IAIN Nurjati Cirebon
# [http://silsilah-ernimuthalib.blogspot.com/2012/04/silsilah-pangeran-santri-koesoemadinata.html Silsilah Pangeran Santri Koesoemadinata] oleh Erni Muthalib
Baris 49 ⟶ 66:
 
[[Kategori:Kelahiran 1448]][[Kategori:Arab-Indonesia]][[Kategori:Tokoh Islam Indonesia]]
{{indo-bio-stub}}