Kabupaten Nagekeo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan tatanan
Perbaikan pranala
Baris 6:
|penduduk=110147
|luas=1386
|ibukota= [[Mbay, Nagekeo|Mbay]], [[Aesesa, Nagekeo|Aesesa]]
|kepadatan=-
|kelurahan=90 kelurahan dan desa
Baris 17:
'''Kabupaten Nagekeo''' adalah [[kabupaten]] di [[provinsi]] [[Nusa Tenggara Timur]], [[Indonesia]] berdasarkan UU No. 2 tahun 2007. Peresmiannya dilakukan tanggal 22 Mei 2007 oleh Penjabat [[Depdagri|Mendagri]] Widodo A.S. dan Drs. [[Elias Djo]] ditunjuk sebagai penjabat [[bupati]].<ref>[http://www.thejakartapost.com/detailnational.asp?fileid=20070523.G03&irec=2 Berita peresmian di ''The Jakarta Post'']</ref>
 
Pusat pemerintahan Kabupaten Nagekeo berlokasi di [[Mbay, Nagekeo|Mbay]]. Luas wilayah 1.386 km<sup>2</sup> persegi dan berpenduduk 110.147 jiwa. Wilayah ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari [[Kabupaten Ngada]].
 
== Daftar kecamatan ==
Baris 45:
== Sejarah ==
=== Zaman Hindia-Belanda ===
Penelusuran terhadap sejarah pemerintahan dan komunitas Nagekeo, dapat ditemui sejak masuknya pemerintah [[Hindia-Belanda]] sekitar 1909. Walaupun sebelumnya terdapat tata pemerintahan/ administrasi pemerintahan tradisional (berdasarkan hukum adat), akan tetapi catatan valid dalam bentuk naskah akademik tentu tidak mudah ditemukan. Kecuali melalui suatu penelitian sejarah yang mendalam, terpadu dan komprehensif. Hal tersebut karena, tradisi lisan (dalam kajian antropologis) lebih merupakan ciri yang paling menonjol dalam komunitas masyarakat Nagekeo. [[Gregory Forth]] (2004), mengedit hasil studi [[Louis Fontijne]] dari suatu wilayah kolonial di Indonesia Timur dengan judul: Guardians of the Land in Kelimado. [[Philipus Tule]] (2004), Longing for the House of God Dwelling in the House of the Ancestors: Local Belief, Christianity, and Islam among the Kẻo of Central Flores. Naskah yang disebutkan terakhir ini, merupakan hasil studi antropologis yang mendeskripsikan fenomena komunitas masyarakat ditinjau dari beberapa perspektif seperti etnografis, struktur kekuasaan tradisional, sistem perkawinan dan hubungan antar agama ([[Katolik]] dan [[Islam]]) pada Secondary Sub-district Udi Worowatu, yang merupakan bagian dari [[''Sub-district]]'' Kẻo. Walaupun demikian, studi-studi tersebut yang cenderung merupakan studi antropologis, mendeskripsikan sejarah pemerintahan [[Nagekẻo]] sangat terbatas.
 
Otoritas dan administrasi Pemerintahan Hindia Belanda, diperkirakan baru terbentuk di wilayah [[Ngada]] antara tahun 1908 – 1909. [[Dietrich]] (Tule, 2004) menyatakan bahwa sampai dengan tahun 1907 wilayah Ngada, belum menjadi otoritas administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Dalam periode 1909 – 1950, [[afdeeling]] Flores terbagi ke dalam lima [[onderafdeeling]] yang mencakup 9 keswaprajaan (self-governing domains). Kelima onderafdeeling dimaksud adalah: [[Flores Timur]] ([[Swapraja]]: [[Adonara]] dan [[Larantuka]]), [[Maumere]] (Swapraja: [[Sikka]]), [[Ende]] (Swapraja: Ende dan [[Lio]]), Ngadha (Swapraja: [[Nagekeo]], [[Bajawa]] dan [[Riung]]), [[Manggarai]] (Swapraja: Manggarai). Onderafdeeling Ngadha terbagi ke dalam enam wilayah subdistrik yaitu: Ngadha, Riung, Tado, Turing, Nage dan Keo.
Baris 56:
Pembentukan kecamatan pada masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan pada tanggal 28 Pebruari 1962. Melalui Surat Keputusan Gubernur Kdh. Tk I NTT No. Pem. 66/ 1/ 2 tentang pembentukan 64 kecamatan dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada mencakup 6 [[Kecamatan]], yaitu: Ngadha Utara, Ngadha Selatan, Nage Utara, Nage Tangah, Keo dan Kecamatan Riung. Pada tahun 1963 dikeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Drh. Tk. I NTT No. Pem. 66/ I/ 2 tanggal 20 Mei 1963 tentang pemekaran Kecamatan Keo menjadi Kecamatan [[Mauponggo]] (yang merupakan wilayah Keo Barat) dan Kecamatan [[Nangaroro]] (yang merupakan wilayah Keo Timur). Melalui keputusan tersebut, Nama Kecamatan di Kabupaten Ngada diubah sebagai berikut: Kecamatan Ngada Utara menjadi Kecamatan Bajawa; Kecamatan Ngaha Selatan menjadi Kecamatan Aimere; Kecamatan Nage Tengah menjadi Kecamatan Boawae; Kecamatan Nage Utara menjadi Kecamatan Aesesa; Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo dan Kecamatan Nangaroro.
 
Pertengahan dekade 1990-2000, agenda pemindahan ibukota [[Kabupaten Ngada]] dari [[Bajawa]] ke [[Mbay, Nagekeo|Mbay]], mencapai puncaknya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 1996, yang menetapkan Ibukota Kabupaten Ngada yang baru yaitu Mbay. Ide dan gagasan tersebut menjadi kekuatan dengan sebelumnya (1994) Mbay ditetapkan sebagai [[Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu]](Kapet). Pergantian kepemimpinan Kepala Daerah (Bupati) Ngada pada tahun 2000 dari Drs. [[Johanes S. Aoh]] ke Ir. [[Albertus Nong Botha]], mengakibatkan dua agenda besar yaitu pemanfaatan kebijakan nasional Kapet Mbay dan pemindahan ibukota Kabupaten Ngada ke Mbay, mengalami masa pasang surut.
 
Masa pasang surut tersebut, yang secara substansif menjadi argumen dan latar belakang lahirnya gagasan perjuangan pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai pemekaran [[Kabupaten Ngada]]. Pada tahun 2002, Kabupaten Ngada telah mencakup 14 wilayah kecamatan yaitu: Aimere, Ngada Bawa, Bajawa, Golewa, Jerebu’u, So’a, Riung, Riung Barat, Aesesa, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah. Bertepatan dengan pengresmian Nagekeo sebagai suatu daerah otonom baru (Kabupaten), 22 Mei 2007, lingkup wilayahnya, mencakup 7 kecamatan yaitu: Aesesa, Aesesa Selatan, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah.
 
== Pemekaran daerah ==
Baris 69:
 
== Bupati ==
# Drs. [[Elias Djo]] (Bupati) sejak 2013-sekarang.
# Drs. [[Johanes Samping Aoh]] (Bupati) Oktober 2008-2013.
# Drs. [[Elias Djo]] (Bupati) sejak 2013-sekarang.
 
== Referensi ==