Gua Selarong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aminsasangka (bicara | kontrib)
Andika (bicara | kontrib)
k perbaikan typo
Baris 1:
'''Gua Selarong''' adalah [[gua]] bermuatan sejarah yang berlokasi di di Dukuh Kembangputihan, [[Pajangan, Bantul|Kecamatan Pajangan]], [[Kabupaten Bantul]], Provinsi [[DI Yogyakarta]]. Gua yang terbentuk di perbukitan batu padas ini digunakan sebagai markas [[gerilya]] [[Pangeran Diponegoro]] dalam [[Perang Jawa]] (1825-1830) melawan tentara [[Hindia Belanda]]. Pangeran Diponegoro pindah ke gua ini setelah rumahnya di [[Tegalrejo, Yogyakarta|Tegalrejo]] diserang dan dibakar habis oleh Belanda.
 
Gua Selarong sekarang merupakan objek wisata dengan dilengkapi area [[bumi perkemahan]]. Objek ini berlokasi sekitar 14 km arah selatan [[Kota Yogyakarta]], di puncak [[bukit]] yang ditumbuhi banyak [[pohon]]. Di sekitar Gua Selarong juga sedang dikaji pengembangan objek [[agrowisata]] dengan [[klengkeng]] sebagai daya tarik utama.
 
 
==Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong==
 
Pada tanggal 21 Juli 1825, pasukan Belanda pimpinan asisten Residen Chevallier mengepung Dalemrumah Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Akan Tetapitetapi Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri dan menuju ke Selarong. Di tempat tersebut secara diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar. Selarong sendiri merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar enam pal (sekitar 9 km) dari kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan yang meninggalkan istana dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan Hamengkubuwono I, II, dan III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan ditambah pengikutnya.
Diponegoro berhasil meloloskan diri dan menuju ke Selarong. Di tempat tersebut secara diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar. Selarong sendiri merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar enam pal (sekitar 9 Km) dari kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan
yang meninggalkan istana dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan Hamengkubuwono I, II dan III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan ditambah pengikutnya.
 
Dengan demikian pada akhir juliJuli 1825. di Selarong telah berkumpul bangsawan-bangsawan yang nantinya menjadi panglima dalam pasukan Pangeran DiponegoronDiponegoro. Mereka adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai Mojo, Pangeran Ronggo, Ngabei Mangunharjo, dan Pangeran Surenglogo.
Pangeran Diponegoro juga memerintahkan Joyomenggolo, Bahuyudo, dan Honggowikromo untuk memobilisasi penduduk desa sekitar Selarong dan bersiap melakukan perang. Di tempat ini juga disusun strategi dan langkah-langkah untuk memastikan sasaran yang akan diserang. Pada tanggal 31 Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu beliau mengatakan bahwa sudah saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh Belanda.
djserang. Pada tanggal 31 Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu beliau mengatakan bahwa sudah saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh Belanda.
 
Di Selarong dibentuk beberapa batalyon yang dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo, dan Sentot PrawirodirjaPrawirodirjo dengan pakaian dan atribut yang berbeda. Sepanjang bulan Juli 1825 hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro. Markas besar Pangeran Diponegoro di Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota tertua sebagai penasehat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma sebagai panglima pengatur siasat dan penasehat di medan perang Alibasah Sentot Prawirodirjo yang sejsksejak kecil di didikdididik di Istana dan setelah perang Diponegoro bergabung dengan Pangeran Diponergoro dan Kyai Maja sebagausebagai penasehat rohani pasukan Pangeran Diponegoro.
 
Pada tanggal 7 Agustus 1825 Pasukan Diponegoro dengan kekuatan sekitar 6.000 orang menyerbu Negara Yogyakarta dan berhasil menguasainya. Meski demikian Pangeran Diponegoro tidak menduduki kota Yogyakarta dan Sri Sultan HB V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Kraton.
kota Yogyakarta dan Sri Sultan HB V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Kraton.
 
Peristiwa 21 Juli 1825 di Yogyakarta sampai kepada Komisaris Jenderal van Der Capellen pada tanggal 24 Juli 1825. Selanjutnya diputuskan untuk mengangkat Lentan Jenderal H.M. De Kock sebagai komisaris pemerintah untuk Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang diberikan hak istimewa di bidang militer maupun sipil.