Theravāda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bthohar (bicara | kontrib)
Bthohar (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
 
=== Asal usul ===
Theravadin (Penganut Theravada) mengklaim bahwa nama Theravada berasal dari keturunan leluhur Sthaviravada. Setelah tidak berhasil mencoba untuk memodifikasi Vinaya, yaitu kelompok kecil yang terdiri dari “para sesepuh”, ''sthavira'', lalu memisahkan diri dari mayoritas Mahāsāṃghika selama dewan Buddha Kedua, mengakibatkan munculnya Sthaviravada.<ref>Skilton, Andrew.  ''A Concise History of Buddhism.''  2004. hal. 49, 64</ref> Menurut catatan yang dimilikinya, aliran Theravada pada dasarnya berasal dari pengelompokan [[Vibhajjavāda]] (atau “doktrin analisis”) yang merupakan suatu divisi dari Sthaviravada.
 
Catatan-catatan Theravadin mengenai asal-usul Theravāda menyebutkan bahwa aliran ini menerima ajaran yang disepakati selama Konsili Buddha Ketiga di bawah perlindungan Raja [[Asoka]] dari India, sekitar tahun 250 SM. Ajaran-ajaran ini dikenal sebagai Vibhajjavada.<ref>Hirakawa Akira (diterjemahkan dan disunting oleh Paul Groner).  1993. ''A History Of India Buddhism''. Delhi: Motilal Banarsidass Publishers. hal. 109.</ref> Para penganut Vibhajjavada (Vibhajjavādin) pada gilirannya dibagi menjadi empat kelompok: Mahīśāsaka, Kāśyapīya, Dharmaguptaka, dan Tāmraparṇīya.
 
Theravada diturunkan dari sekte Tāmraparṇīya, yang berarti “garis keturunan bangsa Sri Lanka.” Pada abad ke-7 Masehi, peziarah Cina bernama Xuanzang dan Yijing merujuk aliran-aliran Buddhis di Sri Lanka sebagai Shàngzuòbù, sesuai dengan bahasa Sansekerta “Sthavira Nikāya” dan bahasa Pali “Thera Nikāya”.<ref>Hiuen Tsiang mengacu pada umat Buddha di Sri Lanka sebagai "Mereka terutama mengikuti ajaran Buddha, menurut dharma dari sekolah Sthavira (Shang-tso-pu)". Samuel Beal, "''Si-Yu-Ki — Buddhist Records of the Western World — Translated from the Chinese of Hiuen Tsiang AD 629''", diterbitkan oleh Tuebner and Co, London (1884), dicetak ulang oleh Oriental Book Reprint Corporation, New Delhi, (1983), Versi digital: Chung-hwa Institute of Buddhist Studies, Taipei.</ref><ref>I-Tsing mengacu pada situasi di Sri Lanka sebagai "Di Sri Lanka sekolah Sthavira sajalah yang berkembang, sedangkan Mahasanghika terasingkan." Samuel Beal, "''The Life of Hiuen-Tsiang: By the Shaman Hwui Li. With an introduction containing an account of the works of I-tsing''", diterbitkan oleh Tuebner and Co, London (1911), Versi digital: University of Michigan.</ref> Aliran ini telah menggunakan nama ''Theravada'' dalam bentuk tertulis setidaknya sejak abad ke-4, ketika istilah tersebut muncul dalam ''Dīpavaṁsa''.<ref>Ini digunakan dalam Dipavamsa (dikutip dalam  ''Debates Commentary'', Pali Text society, hal. 4), yang umumnya tertanggal abad ke-4.</ref>
 
=== Perpindahan ke Sri Lanka ===
Menurut cendekiawan agama Buddha A.K. Warder, Theravāda
:...menyebar dengan cepat ke selatan dari Avanti ke Maharastra dan Andhra dan turun ke negara Chola (Kanchi), serta Sri Lanka. Untuk beberapa waktu aliran ini bertahan di Avanti serta di wilayah-wilayah baru yang telah didudukinya, namun secara bertahap aliran ini cenderung berkumpul kembali di selatan, Wihara Agung (Mahavihara) di Anuradhapura, ibukota kuno Sri Lanka, menjadi pusat utama tradisinya, Kanchi sebagai pusat sekunder dan daerah-daerah utara tampaknya menyerah ke aliran lain.<ref>Warder 2000, hal.  278.</ref>
 
Menurut babad Pali dari tradisi suku bangsa Sinhala, Buddhisme pertama kali dibawa ke Sri Lanka oleh Arahat Mahinda, yang diyakini telah menjadi putra Raja Asoka dari bangsa Mauryan, pada abad ketiga SM, sebagai bagian dari kegiatan ''dhammaduta'' (misionaris) era Asoka. Di Sri Lanka, Arahat Mahinda mendirikan Biara Mahāvihāra di Anuradhapura.
 
=== Cabang Theravāda ===
Selama sebagian besar sejarah awal agama Buddha di Sri Lanka, tiga cabang Theravada ada di Sri Lanka, yang terdiri dari para bhikkhu dari Mahāvihāra,  Abhayagiri Vihāra, dan Jetavana Vihāra. Mahāvihāra merupakan tradisi pertama yang didirikan, sementara Abhayagiri Vihāra, dan Jetavana Vihāra didirikan oleh para bhikkhu yang telah memisahkan diri dari tradisi Mahāvihāra. Menurut A.K. Warder, sekte India Mahīśāsaka juga mendirikan alirannya sendiri di Sri Lanka berdampingan dengan Theravāda dan kemudian terserap masuk ke dalamnya. Wilayah utara Sri Lanka juga tampaknya telah diserahkan ke sekte-sekte dari India pada waktu tertentu.<ref>Warder, A.K.  ''Indian Buddhism''. 2000. hal. 280</ref>
 
Ketika bhikkhu Faxian dari Cina mengunjungi pulau tersebut pada awal abad ke-5 M, ia mencatat ada 5000 bhikkhu di Abhayagiri, 3000 bhikkhu di Mahāvihāra, dan 2000 bhikkhu di Cetiyapabbatavihāra.<ref>Hirakawa, Akira. Groner, Paul.  ''A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna.''  2007. hal. 121</ref>
 
=== Pengaruh Mahāyāna ===
Selama berabad-abad, para Theravadin Abhayagiri memelihara hubungan erat dengan Buddhis India dan mengadopsi banyak ajaran baru dari India,<ref>Hirakawa, Akira. Groner, Paul.  ''A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna.''  2007. halaman 124</ref> termasuk banyak unsur dari ajaran [[Mahāyāna]], sedangkan Theravādin Jetavana mengadopsi Mahāyāna pada tingkatan yang lebih rendah.<ref>Gombrich, Richard Francis.  ''Theravāda Buddhism: A Social History. 1988. halaman 158''</ref>
 
Xuanzang menulis mengenai dua divisi utama Theravada di Sri Lanka, dengan mengacu pada tradisi Abhayagiri sebagai “Sthavira Mahāyāna”, dan tradisi Mahavihara sebagai “Sthavira Hinayana.”<ref>Baruah, Bibhuti.  ''Buddhist Sects and Sectarianism.''  2008. halaman 53</ref> Xuanzang lebih lanjut menulis:<ref>Hirakawa, Akira. Groner, Paul.  ''A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna.''  2007. halaman 121</ref>
:Kaum Mahāvihāravāsin menolak Mahayana dan mengamalkan Hinayana, sedangkan kaum Abhayagirivihāravāsin mempelajari kedua ajaran tersebut baik dari aliran Hinayana maupun Mahayana dan menyebarkan Tipitaka.
 
Akira Hirakawa mencatat bahwa penjelasan-penjelasan berbahasa Pali (Atthakatha) yang masih ada dari aliran Mahavihara, ketika diteliti dengan seksama, juga mencakup sejumlah posisi yang sesuai dengan ajaran Mahayana.<ref>Hirakawa, Akira. Groner, Paul.  ''A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna.''  2007. halaman 257</ref> Kalupahana mencatat hal yang sama untuk Visuddhimagga, yang merupakan penjelasan Theravāda paling penting.<ref>Kalupahana 1994, halaman 206-208.</ref>
 
Pada abad ke-8 M, diketahui bahwa bentuk Buddhisme esoteris [[Mahayana]] dan [[Vajrayana]] dipraktekkandipraktikkan di Sri Lanka, dan dua bhikkhu India yang bertanggung jawab untuk menyebarkan Buddhisme Esoteris di China, yaitu [[Vajrabodhi]] dan [[Amoghavajra]], mengunjungi pulau tersebut selama masa itu.<ref>Hirakawa, Akira. Groner, Paul.  ''A History of Indian Buddhism: From Śākyamuni to Early Mahāyāna.''  2007. halaman 125-126</ref> Wihara Abhayagiri tampaknya telah menjadi pusat bagi ajaran Theravada Mahayana dan Vajrayana.<ref>"''Esoteric Buddhism in Southeast Asia in the Light of Recent Scholarship''" oleh Hiram Woodward.  ''Journal of Southeast Asian Studies'', Vol. 35, No. 2 (Juni 2004), halaman 341</ref>
 
== Ajaran ==
Baris 39:
Ortodoksi Theravāda mengambil tujuh tahap pemurnian sebagai garis dasar dari jalan yang harus diikuti.
 
Jalan Theravāda dimulai dengan belajar, diikuti dengan pengamalan, yang berpuncak pada pencapaian Nirwana.<ref>Gombrich 1996, halaman  150.</ref>
 
=== Prinsip dasar theravada ===
Baris 60:
 
==== Kekotoran batin ====
Dalam Theravada, penyebab eksistensi dan penderitaan (''dukkha'') manusia diidentifikasi sebagai pengidaman (''tanha''), yang disertai dengan kekotoran batin (''kilesa''). Kekotoran batin yang mengikat manusia pada siklus kelahiran kembali diklasifikasikan ke dalam satu kelompok sepuluh “Belenggu”, sementara kekotoran batin ini – yang terkadang dalam bahasa Inggris disebut sebagai “''toxic mental states ''(keadaan mental beracun)” - yang menghambat konsentrasi (''samadhi'') disajikan dalam satu kelompok beruas-lima yang disebut “Lima penghalang”.<ref>Bhikkhu Bodhi.  [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/waytoend.html "The Noble Eightfold Path: The Way to the End of Suffering".] Buddhist Publication Society.</ref> Tingkat kekotoran batin bisa berupa kasar, menengah, dan halus. Ini adalah fenomena yang seringkali muncul, bertahan untuk sementara dan kemudian menghilang. Theravadin percaya kekotoran batin tidak hanya berbahaya bagi diri sendiri, tetapi juga berbahaya untuk orang lain. Kekotoran batin ini adalah kekuatan pendorong di belakang semua ketidak-manusiawian yang dilakukan manusia.
 
Ada tiga tahap kekotoran batin. Selama tahap pasif kekotoran batin tertidur di dasar kontinum mental sebagai kecenderungan laten (''anusaya''), tetapi melalui dampak dari rangsangan sensorik, kecenderungan-kecenderungan ini akan mewujudkan dirinya (''pariyutthana'') di permukaan kesadaran dalam bentuk pikiran jahat, emosi, dan kehendak. Jika kecenderungan-kecenderungan ini mengumpulkan kekuatan tambahan, kekotoran batin akan mencapai tahap pelanggaran berbahaya (''vitikkama''), yang kemudian akan melibatkan tindakan fisik atau vokal.
 
==== Ketidaktahuan ====
Theravadin percaya kekotoran batin ini merupakan kebiasaan yang terlahir dari ketidaktahuan (bahasa Pali: ''avijja'') yang menimpa pikiran semua makhluk yang tak-tercerahkan, yang berpegang teguh terhadapnya dan terhadap pengaruhnya dalam ketidaktahuannya terhadap kebenaran. Namun dalam kenyataannya, kekotoran batin ini tidak lebih dari sekedar noda-noda yang telah mendera pikiran, menciptakan penderitaan dan tekanan. Makhluk yang tak-tercerahkan menjadi lekat pada tubuh, dengan asumsi bahwa kelekatan itu mewakili diri, padahal dalam kenyataannya tubuh adalah fenomena tak-kekal yang terbentuk dari empat unsur dasar. Sering ditandai dengan bumi, air, api dan udara, pada teks-teks Buddhis awal unsur-unsur ini berturut-turut didefinisikan sebagai inti sari yang mewakili padatan, cairan, suhu, dan mobilitas kualitas indrawi.<ref>Dan Lusthaus,  [http://www.acmuller.net/yogacara/articles/intro-uni.htm ''What is and isn't Yogacara.'']</ref>
 
Sering munculnya bisikan kekotoran batin dan manipulasi pikiran diyakini telah mencegah pikiran dari melihat sifat sejati dari kenyataan. Perilaku tidak terampil pada gilirannya dapat memperkuat kekotoran batin, tetapi dengan mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan dapat melemahkan atau membasmi kekotoran batin ini. Avijja dihancurkan oleh wawasan.
Baris 112:
 
==== Meditasi ====
PraktekPraktik meditasi Buddhis Theravada jatuh ke dalam dua kategori besar: [[samatha]] dan [[vipassanā|vipassana]].<ref>[http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:3558.pali "The Pali Text Society's Pali-English dictionary".] Dsal.uchicago.edu</ref> Perbedaan ini tidak dibuat dalam sutta, tetapi dalam [[Visuddhimagga]]. Beberapa istilah umum yang dihadapi dalam praktekpraktik meditasi Theravada yaitu:
 
* [[Anapanasati]]
Baris 122:
Meditasi (Pali: bhavana) berarti penguatan positif terhadap pikiran seseorang. Secara luas dikategorikan ke dalam samatha dan vipassana, Meditasi merupakan alat kunci yang diimplementasikan dalam mencapai [[jhana]] (dhyana). Samatha secara harfiah berarti “untuk membuat terampil,” dan memiliki arti lain juga, di antaranya adalah “meredakan, menenangkan,” “memvisualisasikan,” dan “mencapai”. Vipassana berarti “wawasan” atau “pemahaman abstrak.” Dalam konteks ini, Meditasi samatha membuat seseorang terampil dalam konsentrasi pikiran. Setelah pikiran cukup terkonsentrasi, vipassana memungkinkan seseorang untuk melihat melalui selubung ketidaktahuan.
 
Dalam rangka untuk terbebas dari penderitaan dan tekanan, Theravadin percaya bahwa kekotoran batin harus dicabut secara permanen. Awalnya kekotoran batin dikendalikan melalui perhatian untuk mencegahnya dari mengambil-alih tindakan mental dan fisik. Kekotoran batin ini kemudian tumbang melalui penyelidikan, analisis, pengalaman dan pemahaman internal tentang sifat sejati yang dimilikinya dengan menggunakan jhana. Proses ini perlu diulang untuk setiap kekotoran yang ada. PraktekPraktik ini kemudian akan membawa meditator untuk mencapai [[Nirwana|Nibbana]] (Nirwana).
 
===== Meditasi Samatha =====
Meditasi samatha dalam Theravada biasanya terlibat dengan konsep Kammatthana yang secara harfiah berarti “tempat kerja”; dalam konteks ini, meditasi merupakan “tempat” atau obyek konsentrasi (Pali: ''Ārammana'') di mana pikiran sedang bekerja. Dalam meditasi samatha, pikiran diatur di tempat kerja dengan terkonsentrasi pada satu entitas tertentu. Ada empat puluh (40) objek (entitas) klasik seperti itu yang digunakan dalam meditasi samatha, yang disebut Kammatthana. Dengan memperoleh Kammatthana dan berlatih meditasi samatha, seseorang akan mampu untuk mencapai keadaan peningkatan kesadaran dan keterampilan pikiran tertentu yang disebut Dhyana. MempraktekkanMempraktikkan samatha memiliki samadhi (konsentrasi) sebagai tujuan utamanya.
 
Perlu dicatat bahwa samatha bukanlah metode yang unik bagi Buddhisme. Di dalam sutta dikatakan metode ini diterapkan pada agama-agama kontemporer lainnya di India pada masa Buddha. Bahkan, guru pertama dari Siddhartha, sebelum mereka mencapai keadaan kesadaran (Pali: ''Bodhi''), dikatakan telah cukup terampil dalam samatha (meskipun istilah tersebut belum diciptakan pada masa itu). Dalam wacana Hukum Pali, sang Buddha sering memerintahkan murid-muridnya untuk berlatih samadhi (konsentrasi) dalam rangka membangun dan mengembangkan Dhyana (konsentrasi penuh). Dhyana merupakan instrumen yang digunakan oleh Sang Buddha sendiri untuk menembus hakikat fenomena (melalui penyelidikan dan pengalaman langsung) dan untuk mencapai Pencerahan.<ref>[http://www.accesstoinsight.org/ptf/buddha.html "A Sketch of the Buddha's Life".] Access to Insight</ref> Konsentrasi Benar (''samma-samadhi'') adalah salah satu unsur dalam [[Jalan Utama Berunsur Delapan|Jalan Mulia Beruas Delapan]]. Samadhi dapat dikembangkan dari kesadaran dikembangkan dengan kammatthana seperti konsentrasi pada pernapasan (anapanasati), dari benda-benda visual (kasina), dan pengulangan frase. Daftar tradisional mengandung 40 objek meditasi (kammatthana) yang akan digunakan untuk meditasi samatha. Setiap benda memiliki tujuan tertentu; misalnya, meditasi pada bagian tubuh (''kayanupassana ''atau ''kayagathasathi'') akan menghasilkan berkurangnya keterikatan pada tubuh kita sendiri dan orang lain, menghasilkan penurunan terhadap hasrat sensual. Metta (mencintai kebaikan) menghasilkan perasaan keinginan-baik dan kebahagiaan terhadap diri kita sendiri dan makhluk lain; praktekpraktik metta berfungsi sebagai penangkal keinginan-buruk, angkara murka dan ketakutan.
 
===== Meditasi Vipassana =====
{{main|Vipassanā}}
Vipassana adalah kemampuan untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. “Vi” dalam bahasa Pali berarti “untuk menembus seperti sebilah pedang” atau “untuk melepaskan helaian”, sementara “passanā” berarti “untuk melihat”. Vipassanā ini selanjutnya berkonsentrasi dengan melihat melalui selubung ketidaktahuan (Pali: ''Avijja''). Sementara semua agama besar memiliki tradisi mistik yang berkaitan dengan proses ini, sentralitas praktekpraktik-praktekpraktik dalam agama adalah unik bagi Buddhisme. Terutama, vipassanā terlibat dalam memecahkan sepuluh [[Samyojana|belenggu]] yang mengikat seseorang kepada siklus kelahiran dan kematian yang terus-menerus, yaitu [[samsara]]. Beberapa guru tidak membedakan antara dua metode ini, tetapi meresepkan metode-metode meditasi yang mengembangkan baik itu konsentrasi dan juga wawasan.
 
=== Pencapaian ===
Baris 137:
==== Jalan dan buah ====
Praktik membawa pada kebijaksanaan duniawi dan adi-duniawi, yang membawa ke Nirwana:
:Istilah “adi-duniawi” [''lokuttara''] berlaku khusus bagi hal-hal yang melampaui dunia, yaitu sembilan keadaan adi-duniawi: Nibbana, empat jalan mulia (magga) menuju Nibbana, dan buah-buahan yang berhubungan dengannya (phala) yang mengalami kebahagiaan Nibbana.<ref>Henepola Gunaratana,  [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/gunaratana/wheel351.html ''The Jhanas in Theravāda Buddhist Meditation.'']</ref>
 
Kebijaksanaan duniawi adalah wawasan dalam tiga tanda eksistensi. Pengembangan terhadap wawasan ini membawa pada empat jalan dan buah adi-duniawi:
Baris 156:
{{main|Nirwana}}
Nirwana (Sansekerta: निर्वाण, ''Nirvāṇa'', Pali: निब्बान, ''Nibbāna''; Thai: นิพพาน, ''Nípphaan'') adalah tujuan akhir dari Theravadin. Ini merupakan keadaan di mana api hawa nafsu telah ‘ditiup hingga padam,’ dan orang tersebut dibebaskan dari siklus-berulang kelahiran, penyakit, penuaan dan kematian. Dalam Sutta Saṃyojanapuggala dari Aṅgutarra Nikaya, Sang Buddha menjelaskan empat jenis orang dan mengatakan kepada kita bahwa orang terakhir--Arahat--telah mencapai Nirwana dengan menghapus seluruh 10 belenggu yang mengikat makhluk kepada samsara:
:“Dalam Arahat tersebut. Pada orang ini, para bhikkhu, semua belenggu [‘saṃyojanāni’] disingkirkan dari keberhubungannya dengan dunia ini, menimbulkan kelahiran kembali, dan menimbulkan kepantasan.<ref>Woodward, F.L. (2008).  ''The Book of Gradual Sayings (Aṇguttara Nikāya)''. Pali Text Society - Oxford. halaman  137.</ref>
 
Menurut kitab suci awal, Nirwana yang dicapai oleh para Arahat adalah identik dengan yang dicapai oleh Sang Buddha sendiri, karena hanya ada satu jenis Nirwana.<ref>Bodhi.  [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/wheel409.html "A Treatise on the Paramis: From the Commentary to the Cariyapitaka"]</ref> Theravadin percaya Sang Buddha lebih unggul dari Arahat karena Sang Buddha menemukan sendiri semua jalan itu dan mengajarkannya kepada orang lain (yaitu, secara metaforis dengan memutar roda Dharma). Arahat, di sisi lain, mencapai Nirwana sebagiannya karena ajaran Buddha. Theravadin menghormati Sang Buddha sebagai orang yang sangat berbakat tetapi juga mengakui keberadaan orang lain seperti pada Buddha di masa lalu dan masa depan. [[Maitreya]] (Pali: Metteyya), misalnya, disebutkan dengan sangat singkat dalam Kanon Pali sebagai Buddha yang akan muncul di masa depan.
 
== Kitab Suci ==
=== Kanon Pali ===
{{main|Kanon Pali}}
Aliran Theravada menjunjung tinggi Kanon Pali atau [[Tripitaka|Tipitaka]] sebagai koleksi teks yang paling otoritatif pada ajaran Buddha Gautama. [[Sutra (kitab)|Sutta]] dan [[Vinaya]] bagian dari Tipitaka menunjukkan banyak sekali tumpang tindih dalam isi Agama-agama ini, koleksi paralel yang digunakan oleh aliran-aliran non-Theravada di India dipelihara dalam bahasa Cina dan sebagian dalam bahasa [[Sanskerta]], [[Prakrit]], dan Tibet, dan berbagai Vinaya non-Theravada. Atas dasar ini, kedua kumpulan teks itu umumnya diyakini sebagai teks tertua dan paling otoritatif tentang Buddhisme oleh para cendekiawan. Hal ini juga dipercaya bahwa banyak dari Kanon Pali, yang masih digunakan oleh masyarakat Theravada, disebarkan ke Sri Lanka selama masa pemerintahan Asoka. Setelah disebarkan secara lisan (seperti kebiasaan pada masa itu untuk teks-teks keagamaan) untuk beberapa abad, pada akhirnya dilakukan dalam bentuk tulisan pada abad terakhir SM, pada apa yang Theravāda biasanya anggap sebagai dewan keempat, di Sri Lanka. Theravada adalah salah satu aliran Buddhis pertama yang membukukan seluruh paket lengkap kanon Buddhis ke dalam tulisan.<ref>Harvey,  ''Introduction to Buddhism'', Cambridge University Press, 1990, halaman 3.</ref>
 
Banyak materi di dalam Kanon tersebut tidak secara khusus merupakan “Theravada,” melainkan hanya berupa kumpulan ajaran yang dipelihara aliran ini dari awal, ajaran-ajaran badan non-sektarian. Menurut Peter Harvey:
:Para penganut Theravāda, kemudian, mungkin telah menambahkan teks kepada Kanon tersebut untuk beberapa waktu, tetapi teks-teks ini tidak tampak adanya pengubahan dari masa awal dituliskan.<ref>Peter Harvey,  ''The Selfless Mind.''  Curzon Press, 1995, halaman 9.</ref>
 
Tipitaka Pali terdiri dari tiga bagian: [[Vinaya Pitaka]], [[Sutta Pitaka]] dan [[Abhidhamma Piṭaka]]. Dari jumlah tersebut, Abhidhamma Pitaka diyakini menjadi tambahan yang datang kemudian untuk dua pitaka pertama, yang, menurut pendapat banyak ahli, hanya dua-duanya pitaka pada saat Dewan Buddhis Pertama. Abhidhamma Pali tidak diakui di luar aliran Theravada.
Baris 177:
Penjelasan-penjelasan itu, bersama-sama dengan Abhidhamma, mendefinisikan warisan Theravada tertentu. Versi terkait Sutta Pitaka dan Vinaya Pitaka yang umum untuk semua aliran Buddhis masa-masa awal, dan karenanya tidak hanya mendefinisikan Theravada saja, tetapi juga aliran-aliran Buddhis masa awal lainnya, dan mungkin ajaran Buddha Gautama sendiri.
 
Buddhis Theravada banyak mempertimbangkan apa yang ditemukan dalam koleksi kitab suci Mahayana berbahasa Cina dan Tibet yang dianggap tidak asli, yang berarti bahwa kitab-kitab suci ini tidak berupa kata-kata asli dari Sang Buddha.<ref>Macmillan  ''Encyclopedia of Buddhism'', 2004 (Volume Two), halaman 756</ref>
 
== Kehidupan awam dan kehidupan biara ==
[[Berkas:Buddhist Monk.JPG|thumb|Seorang bhikkhu di [[Sri Lanka]].]]
=== Perbedaan antara kehidupan awam dan kehidupan biara ===
Secara tradisional, Buddhisme Theravada telah mengamati perbedaan antara praktekpraktik-praktekpraktik yang cocok untuk orang awam dan praktik yang dilakukan oleh para bhikkhu yang telah ditahbis (di zaman kuno, ada lembaga praktekpraktik yang terpisah untuk para bhikkhuni). Sementara kemungkinan pencapaian signifikan oleh orang awam tidak sepenuhnya diabaikan oleh Theravāda, umumnya menempati posisi kurang menonjol dibandingkan dengan yang ada pada tradisi Mahayana dan Vajrayana, dengan kehidupan monastik yang dielu-elukan sebagai suatu metode unggul untuk mencapai Nirwana.<ref>[http://www.asiasocietymuseum.org/buddhist_trade/glossary.html#Theravāda "Glossary of Buddhism".]  ''Buddhist Art and the Trade Routes''.  Asia Society. 2003.  </ref> Pandangan bahwa Theravada, tidak seperti aliran Buddha lainnya, terutama sekali yang dimiliki tradisi monastik, bagaimanapun, telah diperdebatkan.<ref>Epstein, Ron (1999–02).  [http://online.sfsu.edu/~rone/Buddhism/Misconceptions%20about%20Buddhism.htm "Clearing Up Some Misconceptions about Buddhism".]  ''Vajra Bodhi Sea: A Monthly Journal of Orthodox Buddhism''  (Dharma Realm Buddhist Association): 41–43.</ref>
 
Perbedaan antara bhikkhu yang sudah ditahbiskan dengan orang awam—sama halnya dengan perbedaan antara praktekpraktik-praktekpraktik yang dianjurkan oleh Kanon Pali, dan unsur-unsur kisah keagamaan rakyat yang dianut oleh banyak bhikkhu—telah memotivasi beberapa ahli untuk mempertimbangkan Buddhisme Theravāda yang akan terdiri dari beberapa tradisi terpisah yang bertumpang-tindih meskipun masih berbeda. Paling mencolok, antropolog Melford Spiro dalam karyanya ''Buddhism and Society'' memisahkan Theravada Burma menjadi tiga kelompok: Buddhisme Apotropaik (berkenaan dengan memberikan perlindungan dari roh-roh jahat), Buddhisme Kammatik (berkenaan dengan membuat kebaikan untuk kelahiran di masa depan), dan'' ''Buddhisme Nibbanik (berkenaan dengan mencapai pembebasan Nirwana, seperti yang digambarkan dalam Tipitaka). Ia menekankan bahwa ketiganya berakar kuat dalam Kanon Pali. Kategori-kategori ini tidak diterima oleh semua cendekiawan, dan biasanya dianggap non-eksklusif oleh mereka yang mempekerjakan para cendekiawan tersebut.
 
Peran orang awam secara tradisional terutama sekali berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang biasanya disebut melakukan kebaikan (yang jatuh di bawah kategori Buddhisme kammatik dalam perumusan Spiro). Kegiatan melakukan kebaikan tersebut termasuk menawarkan makanan dan kebutuhan dasar lainnya untuk para bhikkhu, membuat sumbangan untuk kuil-kuil dan biara-biara, membakar dupa atau menyalakan lilin di depan patung Sang Buddha, dan merapalkan mantra-mantra perlindungan atau melakukan kebaikan menurut Kanon Pali. Beberapa praktisi awam selalu memilih untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam urusan agama, tetapi masih mempertahankan status awam mereka. Laki-laki dan perempuan awam yang berdedikasi terkadang bertindak sebagai wali atau penjaga untuk kuil mereka, mengambil bagian dalam perencanaan keuangan dan pengelolaan kuil tersebut. Orang lain mungkin merelakan waktu yang signifikan dalam merawat kebutuhan duniawi para bhikkhu lokal (dengan memasak, bersih-bersih, memelihara fasilitas kuil, dll). Kegiatan awam secara tradisional tidak diperpanjang dengan pelajaran terhadap kitab suci Pali, maupun latihan meditasi, meskipun di abad ke-20 daerah ini telah menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat awam, khususnya di Thailand.
Baris 192:
[[Ajahn Chah]], murid dari [[Ajahn Mun]], mendirikan garis turunan monastik yang disebut Cittaviveka dengan muridnya [[Ajahn Sumedho]], di Chithurst di West Sussex, Inggris. Ajahn Sumedho kemudian mendirikan Biara Buddha Amaravati di Hertfordshire, yang memiliki pusat retret khusus untuk retret awam. Sumedho memperluasnya hingga ke Harnham di Northumberland sebagai Aruna Ratanagiri di bawah bimbingan Ajahn Munindo, murid lain dari Ajahn Chah.
 
=== PraktekPraktik monastik ===
PraktekPraktik monastik atau kebiaraan biasanya bervariasi dalam aliran-aliran dan biara-biara dalam Theravada. Namun dalam biara hutan yang paling ortodoks, bhikkhu biasanya meniru praktekpraktik dan gaya hidup Sang Buddha dan para murid generasi pertama melalui hidup dekat dengan alam di hutan, gunung dan gua. Biara hutan masih tetap menghidupkan tradisi kuno dengan mengikuti kode disiplin monastik Buddhis dalam semua detail dan mengembangkan meditasi di hutan-hutan terpencil.
 
Dalam rutinitas sehari-hari yang khas di biara selama periode vassa 3 bulan, bhikkhu akan bangun sebelum fajar dan akan memulai hari dengan kelompok rapalan dan meditasi. Saat fajar para bhikkhu akan pergi ke desa-desa sekitar bertelanjang kaki untuk mencari sedekah dan hanya diperkenankan makan di hari itu sebelum tengah hari dengan makan dari mangkuk dan menggunakan tangan. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk belajar Dharma dan meditasi. Kadang-kadang kepala biara atau bhikkhu senior akan memberi ceramah Dharma kepada para pengunjung. Orang awam yang tinggal di biara harus mematuhi delapan ajaran tradisional Buddhis.
Baris 213:
Secara tradisional, seorang bhikkhu peringkat akan memberikan khotbah empat kali sebulan: ketika bulan bertambah besar dan bertambah kecil dan hari sebelum bulan baru dan bulan penuh. Orang awam juga memiliki kesempatan untuk belajar meditasi dari para bhikkhu selama masa-masa ini.
 
Hal ini juga mungkin bagi seorang murid awam untuk menjadi tercerahkan. Seperti yang dicatat [[Bhikkhu Bodhi]], “Kitab-kitab Sutta dan penjelasannya benar-benar memberikan catatan beberapa kasus murid awam yang mencapai tujuan akhir ke Nirwana. Namun, murid-murid tersebut juga mencapai keadaan Arahat di ambang kematian atau memasuki ordo monastik segera setelah pencapaian mereka. Mereka tidak terus tinggal di rumah sebagai Arahat rumahan, karena tinggal di rumah itu tidak sesuai dengan keadaan orang yang telah memutuskan semua pengidaman.”<ref>Bhikkhu Bodhi,  ''In the Buddha's Words'', Wisdom Publications 2005; halaman 376</ref>
 
=== '''Ordo monastik dalam Theravada''' ===
Para bhikkhu Theravada secara khas merupakan bagian dari [[nikaya]] tertentu, secara beragam dirujuk sebagai ordo atau persaudaraan monastik. Ordo-ordo yang berbeda ini tidak mengembangkan doktrin-doktrin yang terpisah, tetapi mungkin berbeda dalam hal di mana mereka menjalankan aturan monastik. Ordo monastik ini menunjukkan garis keturunan pentahbisan, biasanya menelusuri asal-usul mereka ke kelompok bhikkhu tertentu yang mendirikan tradisi pentahbisan baru di dalam suatu negara atau wilayah geografis tertentu.
 
Baris 231:
* Kalupahana, David J. (1994), ''A history of Buddhist philosophy'', Delhi: Motilal Banarsidass Publishers Private Limited
* McMahan, David L. (2008), ''The Making of Buddhist Modernism'', Oxford University Press, ISBN 9780195183276
* Tuchrello, William P. (Year unknown), ''The Society and Its Environment.'' (bagian Religion: Historical Background), Federal Research Division, Library of Congress
* Tiyavanich, K. (1997), ''Forest Recollections: Wandering Monks in Twentieth-Century Thailand'', University of Hawaii Press
* Warder, A.K. (2000), ''Indian Buddhism'', Delhi: Motilal Banarsidass Publishers
Baris 242:
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.samaggi-phala.or.id Samaggi Phala]
* {{id}} [http://www.dhammatalks.net/index2.htm#Indonesia Bicara Dhamma]
 
{{Topik Buddhisme}}