Dewa Ruci: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tag: BP2014
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 1:
{{inuseBP|BP21Danang|15 MEI 2014|28 April 2014}}
[[Berkas:Dewa ruci.jpg|thumb|250px|Isi Buku ''Serat Dewa Ruci'' berbahasa Jawa dan juga berhuruf Jawa tulisan Mas Ngabehi Mangunwijaya dan diterbitkan oleh Tan Khoen Swie Kediri tahun 1922]]
'''Dewa Ruci''' adalah nama seorang Dewa kerdil (mini) yang dijumpai oleh Bima atau Werkudara dalam sebuah perjalanan mencari air kehidupan.<ref name="Yudhi"/><ref name="Wahyudi"/> Nama Dewa Ruci kemudian diadobsi menjadi lakon atau judul pertunjukan wayang, yang berisi ajaran atau falsafah hidup [[moral]] orang Jawa.<ref name="Yudhi"/> Lakon wayang ini menjadi bagian dari [[epos]] [[Mahabarata]].<ref name="Yudhi"/><ref name=”Sucipto”>{{id}}Mahendra Sucipta., Ensiklopedia Wayang dan Silsilahnya, Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2010, 125</ref> Kisah Dewa Ruci ini banyak disunting oleh penulis buku-buku etika Jawa, misalnya Frans Magnis Suseno <ref name="Frans">{{id}}Frans Magnis Suseno., Wayang dan Panggilan Manusia., Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991, Hal.48-51</ref> , Hazim Amir<ref name="Amir">{{id}}Hazim Amir., Nilai-nilai Etis dalam Wayang, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, Hal. 163</ref>, Ignas G. Saksana dan Djoko Dwijanto<ref name="Saksono">{{id}}Ignas G. Saksana dan Djoko Dwijanto., Terbelahnya Kepribadian Orang Jawa, Yogyakarta: Keluarga Besar Marhaenisme DIY, 2011, hal. 136-137</ref> Kisah Dewa Ruci menggambarkan sebuah kepatuhan seorang murid kepada guru, kemandirian bertindak, dan perjuangan keras menemukan jati diri.<ref name="Wahyudi"/> Pengenalan jati diri akan membawa seseorang mengenal asal-usul diri sebagai ciptaan dari Tuhan.<ref name="Frans"/> Pengenalan akan Tuhan itu menimbulkan hasrat untuk bertindak selaras dengan kehendak Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan atau sering disebut sebagai ''[[Manunggaling Kawula Gusti]]'' (bersatunya hamba Gusti).<ref name="Wahyudi"/><ref name="Frans"/><ref name="Yudhi">{{id}}Yudhi A.W., Serat Dewa Ruci, Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2012, 11</ref> Walaupun bukan bagian asli dari kisah utama dalam wayang, cerita ini sangat populer dalam masyarakat [[Jawa]] dan dipentaskan oleh kebanyakan [[dhalang]] di Jawa.<ref name="Yudhi"/><ref name="Wahyudi">{{id}}Aris Wahyudi., Lakon Dewa Ruci: Cara menjadi Jawa, Yogyakarta: Penerbit Bagaskara, 2012, xix</ref>
 
==Ajaran dan Bukti sejarah Serat Dewa Ruci==
Menurut beberapa tulisan, salah satunya dikarang oleh [[Yasadipura I]], (ditengarai sebagai guru dari pujangga [[Ranggawarsita]]) dari [[Surakarta]], nuansa dari kisah Dewa Ruci sarat dengan ajaran kebatinan masyarakat Jawa, yakni berisi pencarian jati diri seorang manusia.<ref name="Yudhi"/> Kisah Dewa Ruci yang menjadi rujukan para dhalang dan para pencerita masa kini merujuk pada tulisan Yasadipura I yang hidup pada masa PakubuwoniPakubuwono III (1749-1788) dan Pakubuwono IV (1788-1820). Yasadipura I sendiri dijuluki sebagai pujangga “penutup” Kraton Surakarta. <ref name="Yudhi"/>
Beberapa naskah transformasi Dewa Ruci dalam bentuk cetakan antara lain:
# ''Serat Dewa Ruci'' cetakan pertama yang diterbitkan oleh Mas Ngabehi Kramapawira tahun 1870, dicetak oleh Percetakan Van Dorp Semarang dengan tulisan [[aksara]] Jawa.<ref name="Yudhi"/>
# ''Serat Dewa Ruci'' berbahasa Jawa dan juga berhuruf Jawa tulisan Mas Ngabehi Mangunwijaya dan diterbitkan oleh Tan Khoen Swie Kediri tahun 1922.<ref name="Yudhi"/>
# ''Cerita Dewa Roetji'' yang dimuat di majalan Belanda Djawa pada tahun 1940, dengan contributorkontributor R.M. Poerbatjaraka.<ref name="Yudhi"/>
# ''Serat Dewa Ruci Kidung dari Bentuk Kakawin'' yang diterbitkan oleh Penerbit Dahara Prize Semarang tahun 1991, berhuruf Latin, berbahasa Jawa, dan ada terjemahan bahasa Indonesia secara tekstual. Dalam versi tersebut hanya disebutkan penulisnya adalah pujangga Surakarta.<ref name="Yudhi"/>