Iskandar Muda dari Aceh: Perbedaan antara revisi

238 bita ditambahkan ,  9 tahun yang lalu
tidak ada ringkasan suntingan
Konten dihapus Konten ditambahkan
SamanthaPuckettIndo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:2833217208 5cbae5f46a.jpg|right|thumb|LukisanYang fotoMulia Paduka Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam]]
'''Sultan Iskandar Muda''' ([[Aceh]], [[Banda Aceh]], [[1593]] atau [[1590]]<ref name="britannica">{{en}}[http://www.britannica.com/eb/article-9042907/Iskandar-Muda Encyclopedia Britannica Online, diakses tanggal 31 Mei 2007]</ref> – [[Banda Aceh]], [[Aceh]], [[27 September]] [[1636]]) merupakan [[sultan]] yang paling besar dalam masa [[Kesultanan Aceh]], yang berkuasa dari tahun [[1607]] sampai [[1636]].<ref name="Iskandar">LOMBARD, Denys. '''''Kerajaan Aceh''': Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)''. [[Jakarta]]: Kepustakan Populer Gramedia, [[2006]]. ISBN 979-9100-49-6</ref> Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, [[dimana]] daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.<ref name="britannica"/>
 
Baris 10:
 
=== Pernikahan ===
Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari [[Kesultanan Pahang]]. Putri ini dikenal dengan nama [[Putroe Phang]]. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun [[Gunongan]] untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.
 
== Masa kekuasaan ==
Baris 17:
[[Aceh]] merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal [[Perancis]] yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman [[Sultan Iskandar Muda|Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam]], kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat [[Minangkabau]]. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga Perak.
 
Ketika Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun [[1607]], ia segera melakukan ekspedisi angkatan laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah [[barat laut]] [[Indonesia]].<ref name="britannica"/> Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, sampai ke [[Asahan]] di selatan. Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai jauh ke [[Penang]], di pantai timur [[Semenanjung Melayu]], dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan.<ref name="Reid">REID, Anthony. '''''Asal Usul Konflik Aceh''': Dari Perebutan Pantai Timur Sumatra hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19''. [[Jakarta]]: [[Yayasan Obor Indonesia]], [[2005]]. ISBN 979-461-534-X. Halaman 3</ref>
[[File:Banda Aceh's Grand Mosque, Indonesia.jpg|thumb|226x226px|Masjid Raya Baiturrahman merupakan salah satu bangunan bersejarah yang di bangun oleh Sultan Iskandar Muda pada masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam]]
 
=== Kontrol di dalam negeri ===
Menurut tradisi Aceh, Iskandar Muda membagi wilayah Aceh ke dalam wilayah administrasi yang dinamakan ''ulèëbalang'' dan ''mukim''; ini dipertegas oleh laporan seorang penjelajah Perancis bernama Beauliu, bahwa "''Iskandar Muda membabat habis hampir semua bangsawan lama dan menciptakan bangsawan baru''." ''Mukim''<sup>1</sup> pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk mendukung sebuah [[masjid]] yang dipimpin oleh seorang [[Imam]] ([[Bahasa Aceh|Aceh]]: ''Imeum''). ''Ulèëbalang'' ([[Bahasa Melayu|Melayu]]: ''Hulubalang'') pada awalnya barangkali bawahan-utama Sultan, yang dianugerahi Sultan beberapa mukim, untuk dikelolanya sebagai pemilik feodal. Pola ini djumpai di [[Aceh Besar]] dan di negeri-negeri taklukan Aceh yang penting.<ref name="Reid"/>
Pengguna anonim