Gereja Masehi Injili Halmahera: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: menghilangkan bagian [ * ]
Baris 20:
 
'''Gereja Masehi Injili di Halmahera (Maluku Utara)''' (disingkat '''GMIH''') adalah sebuah kelompok [[gereja]] [[Protestan]] di [[Indonesia]] yang berada di wilayah Pemerintahan Provinsi [[Maluku Utara]] yang terdiri dari 353 buah pulau. Dari pulau-pulau itu yang terbesar adalah pulau [[Halmahera]], di mana gereja tersebut berpusat. Gereja ini tumbuh dari pekerjaan misionaris dari Gereja Reformasi Belanda mantan. Menjadi gereja otonom pada tahun 1949. Gereja ini diatur sesuai dengan model "[[Presbiterial Sinodal]]". Gereja ini juga terkait dengan "Theological Seminary" di [[Ujung Pandang]] ([[Sulawesi Selatan]]).
 
== Sejarah gereja ==
GMIH berdiri sebagai buah misi Utrech Zendings Verenigeeng (UZV) dari Belanda, seperti Hendrijk van Dijken yang berkerja di Halmahera sejak tahun 1866. Persekutuan orang percaya ini kemudian mengorganisasi diri menjadi GMIH pada 6 Juni 1949 dalam Sidang Proto Sinode yang bertempat di Tobelo.
Sejak 1968 GMIH beroperasi kuliah teologisnya sendiri. Itu dipindahkan dari Ternate ke Tobelo pada tahun 1989.<ref name=sejarah>[http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:cPHKP2qbNkUJ:http://esamoi.com/sidang-sinode-gmih-tahun-2012-di-dorume/%2BGMIH+Sidang+2012&hl=en&ct=clnk Sidang Sinode GMIH tahun 2012]</ref>
 
=== Sejarah pra Zending Belanda ===
Abad 16 sampai pertengahan abad 19<br>
Pada abad ke-16 Xaverius, seorang utusan Injil Yesuit, datang di Halmahera dan bekerja di situ. Hasilnya banyak orang menjadi Kristen di pesisir Barat dari jazirah Utara, dan terutama di pesisir Timur yang disebut pantai Moro, tempat Galela dan Tobelo sekarang serta pulau [[Morotai]]. Tetapi kekristenan dibawa dalam persoalan politik antara Spanyol dan Portugis yang juga mengakibatkan teradu dombanya sultan [[Ternate]] dan sultan [[Tidore]]. Terjadilah perang dan dalam perang itu agama Kristen di Halmahera dibasmi.<ref name=sejarah/>
 
=== Gereja di Halmahera (1941-1949) ===
Pada tahun 1940 diadakanlah konperensi di Kupa-Kupa, [[Tobelo]] yang sudah ada tanda-tanda bahwa Zending hendak menyerahkan usaha penginjilan untuk  diteruskan pribumi karena Jepang hampir pasti menguasai [[ASEAN]] –Halmahera dikuasai Jepang pada Mei 1942– dan Belanda dikuasai oleh Jerman pada 10 Mei 1940. Pada konperensi ini diputuskan mengumpulkan dana setempat guna menutupi defisit anggaran Zending yang disebabkan oleh pemutusan komunikasi dengan negeri Belanda.<ref>James Haire, Sifat dan Pergumulan Gereja di Halmahera 1941-1079, Jakarta: BPK GM, Hal. 17.</ref> Hasil konperensi antara lain membentuk founds Injil dan hasil dana dipergunakan untuk membiayai kebutuhan hidup para penginjil setempat serta cita-cita pengelolahan gereja Halmahera oleh pribumi.
Kemudian [[Jepang]] mulai menghilangkan segala sesuatu yang berbau kebelandaan di Indonesia. Imbasnya banyak Zending –bahkan guru jemaat pun–yang ditawan oleh Jepang. Jemaat yang seperti inilah membuat reaksi datang dari pribumi sebagai upaya terus menghidupi gereja yang sudah berkembang di Halmahera. Beberapa pribumi menemui Mentsjibu Jepang—mirip resimen kolonial Belanda—di Ternate yang difasilitasi oleh Sultan Ternate, Iskandar Mohammed Djabir Sjah guna membicarakan kepentingan gereja Halmahera. Jepang kemudian menyuruh membentuk sebuah badan persiapan kemandirian gereja yang keanggotaannya berdasarkan persetujuan Jepang. Tak lama berdirilah '''Gereja Protestan Halmahera''' (GPH) walaupun unsurnya lebih banyak melibatkan daerah Halmahera Barat.
Sementara di Tobelo dan Galela pada Mei 1942 telah mengadakan pertemuan di Pitu guna mengantisipasi “perginya” Zending. Inti hasil pertemuan yang adalah keinginan mandiri akhirnya disampaikan oleh delegasi Tobelo-Galela ke Sultan Ternate dan Mentsjibu. Mereka meminta agar Pdt. Kriekhoff yang adalah pendeta Gereja Protestan Maluku di Ternate melayani sakramen di Halmahera khususnya Tobelo dan Galela. Permintaan ini disetujui. Sebenarnya keinginan ini sangat beralasan karena kedekatan Tobelo dan Galela kepada orang Ambon (GPM) karena banyaknya penginjil dan guru-guru jemaat yang telah-bahkan selanjutnya- adalah orang [[Ambon]] sementara di Halmahera Barat cenderung berasal dari [[Sulawesi Utara]]. Walau demikian upaya menyatukan diri dalam gereja Halmahera selalu ada kendati cara Halmahera Barat dan Tobelo-Galela—Halmahera Utara — terlihat berbeda.
Usaha kemandirian ini mengalami banyak tantangan diantara: [[Perang Dunia II]] ketika sekutu berhasil mematahkan kekuatan Jepang saat sekutu menjadikan Morotai sebagai basis kekuatan di Asia. Walau demikian runtuhnya Jepang juga menjadikan gereja di Halmahera kembali dilayani oleh para Zending. Akhirnya dengan fasilitas dan pengalaman zending diadakanlah pertemuan demi terciptanya gereja Halmahera yang mandiri dengan berdirinya '''Gereja Masehi Injili di Halmahera''' pada 6 Juni 1949.<ref name=sejarah/>
 
=== Kerusuhan tahun 1999-2001 ===
Pada tahun 1999-2000 dan sekali lagi pada tahun 2001, kekerasan massa meletus di Maluku Utara yang menyebabkan kematian dan kehancuran. Orang harus meninggalkan rumah mereka dan bersembunyi di semak-semak, dan banyak berakhir sebagai pengungsi di kamp-kamp, di Sulawesi Utara dan di tempat lain. Meskipun pada skala yang lebih rendah, ketegangan terus dan orang-orang hidup dalam ketakutan terus-menerus provokasi dan teror. Janda dan anak-anak menanggung beban konflik. Mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dalam kondisi dimana terdapat akses yang sangat kecil untuk kebutuhan dasar. Gereja telah dipengaruhi oleh situasi. Keanggotaannya telah menurun lebih dari setengahnya. Hal ini berusaha untuk membantu orang dalam jemaat yang telah kehilangan segalanya. GMIH yakin bahwa asal usul konflik itu tidak religius, tapi politik, dan bahwa hal itu disebabkan oleh kekuatan dari luar daerah. Halmahera telah menjadi bagian suatu provinsi sendiri, Provinsi [[Maluku Utara]], dengan mayoritas Muslim. Sebuah kelompok kerja Muslim-Kristen telah dibentuk dan bekerja dengan orang-orang untuk memulihkan hubungan di masyarakat dan membawa kembali kondisi normal dari kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Pemindahan dan pemukiman kembali memiliki konsekuensi psikologis dan mental bagi masyarakat.
 
=== Perkembangan di abad ke-21 ===
Pada Sidang Sinode GMIH XXV, 1-6 Juni 2002 di Tobelo, dibahas arah dasar hidup menggereja GMIH dalam lima tahun ke depannya.<ref>[http://www.oaseonline.org/artikel/mojauhidup.htm Pendeta Julianus Mojau - Hidup Menggereja yang Membebaskan dan Mendamaikan]. Berdasarkan ''Tata Rumah Tangga'' GMIH, Keputusan Sidang Sinode XXIV, 13 September 1997.</ref> Sidang Majelis Sinode GMIH ke-IV 2011 diadakan di Bukit Durian, Oba, Tidore Kepulauan. Rektor Universitas Halmahera, Dr. Julianus Mojau, pada tanggal 27 Februari 2011 hadir pada sidang tersebut untuk membawakan materi ceramah bertema "Mempererat Persekutuan dan Merawat Kemajemukan".<ref>[http://www.uniera.ac.id/news/34/rektor-bawakan-materi-di-sidang-majelis-sinode-gmih-ke-iv Rektor bawakan materi di Sidang Majelis Sinode GMIH ke-IV]</ref>Gereja Masehi Injili di Halmahera pada tanggal 17 - 22 Juli 2007 melaksanakan Sidang Sinode XXVI. Sidang ini berlangsung di Jemaat Tiga Saudara, Wilayah Pelayanan Ibu Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Sidang tersebut memiliki arti penting karena dalam sidang ini diputuskan hal penting menyangkut Tata Dasar Gereja yang membawa perubahan mendasar bagi arah pengembangan kehidupan warga GMIH memasuki perubahan zaman dan kemajuan yang diakibatkannya. Dengan perubahan ini diharapkan GMIH akan menjadi sebuah komunitas hidup yang mengutamakan pelayanan kepada umat.<ref>[http://gmih-baru.blogspot.com/2007/07/draf-tata-gereja-gmih-2007.html Draf Tata Gereja 2007]</ref> Sidang Sinode merupakan event 5 tahunan dimana yang berikutnya adalah Sidang Sinode GMIH XXVII di Dorume, Loloda Utara, yang dihadiri oleh hampir 1.000 orang utusan dari 426 jemaat yang bernaung di bawah sinode GMIH.<ref>[http://www.halmaherautara.com/artl/117/event-event-2012-di-halmahera-utara Event-event 2012 di Halmahera Utara]</ref> Sidang itu menimbulkan ketidak puasan pada beberapa pihak sehingga muncul Tim Reformasi (Tim Pembaharuan) di [[Halmahera Utara]] yang menuntut diadakannya Sidang Sinode Istimewa.<ref>[http://malutpost.co.id/?p=36771 Wakil Ketua DPRD Halbar yang juga tokoh GMIH di Halmahera Barat, James Uang, minta GMIH tegas]. 12 Juli 2012.</ref> Hal ini juga berakibat munculnya pembentukan '''Gereja Protestan Halmahera''' (GPH) di [[Halmahera Barat]] pada bulan Agustus 2012,<ref>[http://malutpost.co.id/?p=48829 Masalah GMIH Perlu Keseriusan]. 28 Agustus 2012.</ref> yang diketuai oleh Drs. Vence Muluwere.MM yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis) Catatan Sipil (Capil) Kabupaten Halmahera Barat,dan Sony Balacai sebagai Sekretarisnya.<ref name=tandingan>[http://www.globalaceh.com/2013/10/lahir-gmih-tandingan-di-halmahera.html Global Aceh - Lahir GMIH Tandingan di Halmahera], 18 Oktober 2013.</ref> Persidangan Sinode Istimewa dilaksanakan oleh Tim Pembaharuan berlangsung selama 3 hari pada tanggal 6-9 September 2013 dengan hasil persidangan melalui tahapan sidang dan pergumulan jemaat mencapai hasil pemilihan Badan Pekerja Harian Sinode GMIH versi Tim Pembaharuan yang dilantik pada hari Senin, 9 September 2013, bertempat di Gereja Sion, desa Wosia, Kec Tobelo Tengah, dengan Ketua BPHS, Pdt. Lewian Sambaimana, M.Teol.<ref>[http://fokusmediaonline.blogspot.com/2013/09/bphs-gmih-pembaharuan-dilantik.html BPHS GMIH Pembaharuan dilantik]. September 2013.</ref> Di sisi lain Ketua Sinode GMIH yang ditetapkan dalam Sidang di Dorume tahun 2012, Pdt. Anton Piga, menyatakan bahwa "Permasalahan yang terjadi di tubuh GMIH sekarang ini adalah sebuah pergumulan internal yang terjadi di kehidupan geraja, yang memang perlu di sikapi secara bijaksana, tenang dan mencari langka-langka cerdas, sehingga tidak menimbulkan konflik-konflik di akar rumpat."<ref>[http://www.beritalima.com/2013/10/jemaat-gmih-tetap-solid.html Beritalima Maluku Utara - Jemaat GMIH tetap solid] 25 Oktober 2013.</ref>
 
== Statistik ==