Mardijkers: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 6:
Bangsa Portugis selain sebagai penjajah juga mempunyai misi religius dalam menyebarkan agama Katolik, yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi sangat dekat dengan penduduk lokal, bahkan tidak ada masalah bagi mereka untuk melakukan perkawinan secara sah dan resmi di bawah gereja. Hal inilah yang mendorong terjadinya proses akulturasi budaya dengan para penduduk lokal, seperti halnya para keturunan Portugis yang ada di benua [[Amerika Selatan]]. Mereka terlahir sebagai atau Portugis Hitam, dengan memakai nama belakang atau marga Portugis dari pihak ayah mereka.
 
Komunitas Portugis di mulai ketika orang Portugis membina benteng di Sunda Kelapa, akan tetapi banyak dari suku Portugis ini adalah tawanan perang Belanda setelah mereka menjajah India Selatan dan Melaka yang masa itu berada di tangan Portugis, pada abad ke 17. Setelah beberapa tahun lamanya mereka menetap di Batavia dengan status sebagai tawanan perang, lalu tahun 1661 pada masa [[Gubernur Jenderal]] [[Joan Maetsuycker]] yang berkuasa di Batavia dari tahun [[1653]]–[[1678]]. Atas persetujuan gereja Protestan Batavia dengan [[VOC]] mereka dibebaskan, walau dengan syarat mereka harus melepaskan agama Katolik, dan berpindah menjadi Protestan. Belanda pada saat itu melarang keras berkembangnya agama Katolik di wilayah jajahannya. Kira-kira sebanyak 23 kepala keluarga atau sekitar 150 jiwa dibebaskan oleh pemerintah Hindia Belanda, mereka diberikan lahan atau wilayah yang terletak 10 kilometer arah tenggara Kota Batavia. Orang yang melepaskan agama Katolik di sebut "Mardijkers", kata MadjikersMardijkers adalah korupsi dari bahasa Sanskrit "Maharddhika" yang di terjemahkan ke bahasa Portugis "Maharddhika " yang berarti "kaya, sejahtera, dan hebat". Kaum yang menolak untuk mengadop agama Protestan di buang ke kepulauan Nusa Tenggara.
 
Di tempat yang baru ini, secara kuantitas masyarakat Tugu berkembang pesat, dan pada sensus Batavia di tahun 1699 jumlah Madjikers mencapai 2,407 jiwa.