Kerajaan Selaparang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mandalika (bicara | kontrib)
Mandalika (bicara | kontrib)
Baris 5:
== Sejarah ==
=== Berdirinya Selaparang ===
Disebutkan di dalam daun [[Lontar]] tersebut bahwa agama Islam salah satunya pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota [[Bagdad]], [[Iraq]], bernama '''[[Syaikh|AsySyaikh]] [[Sayyid|As-Sayyid]] Nūrurrasyīd Ibnu Hajar al-Haytami'''. Masyarakat [[Pulau Lombok]] secara turun-temurun lebih mengenal beliau dengan sebutan ''''''Ghaus 'Abdurrazzāq''''''. Beliau inilah, selain sebagai penyebar agama [[Islam]], dipercaya juga sebagai menurunkan [[https://id.wikipedia.org/wiki/Sultan Sulthan]]-[[Sulthan]] dari kerajaan-kerajaan yang ada di [[Pulau Lombok]].<ref>{{id}} Ibrahim Husni. ''Draf Penelitian tentang Sejarah Nahdlatul Wathan dan Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid''. Lombok Timur. 1982 (Tidak Diterbitkan). hlm. 1.</ref> Namun selain beliau, '''Betara Tunggul Nala''' (''Nala Segara'') diyakini pula sebagai leluhur [[Sulthan]]-[[Sulthan]] di [[Pulau Lombok]].
 
Betara Nala memiliki seorang putra bernama '''Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan''' yang bernama asli '''Sayyid 'Abdrurrahman'''. Beliau ini dikenal pula dengan nama [[Wali Nyatok]], seorang muballigh dan [[Wali|Wali Allah]]. Kata ''"Nyatoq"'' artinya Nyata. Ia disebut sebagai pendiri [[Kerajaan Kayangan]] yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, karena ketinggian ilmu tarekatnya ([[thariqah]]), maka beliau memilih untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa [[Rambitan]], [[Lombok Tengah]], sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini.<ref>{{id}} Lalu Djelenga. ''Keris di Lombok''. Mataram. 2002. Yayasan Pusaka Selaparang. hlm. 20.</ref> '''Wali Nyatok''' ini di Pulau [[Bali]] terkenal dengan nama '''Pedanda Sakti Wawu Rauh''' atau '''Dang Hyang Dwijendra'''. Adapun di [[Sumbawa]] terkenal dengan nama '''Tuan Semeru''', sedangkan di [[Pulau]] [[Jawa]] beliau bernama '''Aji Duta Semu''' atau '''Pangeran Sangupati'''. Wali Nyatoq dikenal juga di Lombok dengan nama '''Datu Pangeran Djajing Sorga''' yang dipercaya datang dari [[Majapahit]], Kabangan, [[Jawa Timur]], untuk menyebarkan agama Islam. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tashawwuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah [[Wayang]], sebagaimana yang dilakukan pula oleh [[Sunan Kalijaga]]. Adapun bentuk mistik [[Islam]] yang dibawanya merupakan kombinasi ([[sinkretisme]]) antara mistisme Islam ([[Sufisme]]) dengan salah satu ajaran filsafat [[Hindu]], yaitu [[Advaita Vedanta]].<ref>{{id}} Usri Indah Handayani. ''Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat''. Mataram. 2004. Museum Negri Prov NTB.</ref>
Baris 11:
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaus 'Abdurrazzāq. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke [[Pulau Lombok]]. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke [[Pulau Lombok]] untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an [[Hijriyah]] atau [[abad ke-13]] [[Masehi]] (antara tahun 1201 hingga 1300 [[Masehi]]). Ghaus 'Abdurrazzāq mendarat di [[Lombok Utara]] yang disebut dengan [[Bayan]]. Beliaupun menetap dan berda'wah di sana. Beliau kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni '''Sayyid Umar''', yang kemudian menjadi datu Kerajaan [[Gunung Pujut]], '''Sayyid Amir''', yang kemudian menjadi datu [[Kerajaan Pejanggik]], dan '''Syarifah Qomariah''' atau yang lebih terkenal dengan sebutan '''Dewi Anjani'''.<ref>{{id}} Ibrahim Husni. ''Loc. Cit''...</ref>
 
Kemudian Ghaus 'Abdurrazzāq menikah lagi dengan seorang putri dari [[Kerajaan Sasak]] yang melahirkan dua orang anak, ya'ni seorang putra bernama '''Sayyid Zulqarnain''' (dikenal juga dengan sebutan '''Syaikh 'Abdul RahmanAbdurrahman''') atau disebut pula dengan '''Ghaos 'Abdurrahman''', dan seorang putri bernama '''Syarifah Lathifah''' yang dijuluki dengan '''Denda Rabi'ah'''. Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai [[Datu]] (raja) pertama dengan gelar Datu Selaparang atau Sulthan Rinjani.<ref>{{fr}} Galih Widjil Pangarsa. ''Les mosquees de Lombok: Evolution architecturale et diffusion de l'islam''. Archipel No 44, EHESS. Paris, 1992.</ref>
 
Sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaus 'Abdurrazzāq yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal [[Sulthan]]-[[Sulthan]] Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah: ''Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaus 'Abdurrazzāq, dan Wali Nyatok adalah Ghaos 'Abdurrahman?''. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.
 
=== Kejayaan Selaparang ===