Slamet Rijadi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
+
Baris 1:
{{Redirect|Slamet Riyadi|kegunaan lain|[[Slamet Riyadi (disambiguasi)]]}}
{{Infobox military person
| name = Ignatius Slamet Rijadi
| image = Slamet Rijadi.jpg
| caption = Rijadi, pada tahun{{circa}} 1949
| birth_date = {{Birth date|1927|07|26}}
| death_date = {{Death date and age|1950|11|044|1927|07|26}}
| birth_place = [[Kota Surakarta|Surakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
| death_place = [[Pulau Ambon|Ambon]], [[Maluku]], [[Indonesia]]
| birth_name = SukamtoSoekamto
| placeofburial =
| placeofburial_label =
| placeofburial_coordinates = <!-- {{Coord|LAT|LONG|display=inline,title}} -->
| nickname =
| allegiance = {{negaraflag|Indonesia}} [[Indonesia]]
| branch = [[TNI Angkatan Darat]]
| serviceyears = 1947-1950
| rank = [[Brigadir Jenderal]]
| servicenumber =
| unit =
| commands =
| battles = [[Agresi Militer Belanda I|Operasi Produk]]<br>[[Agresi Militer Belanda II|Operation Kraai]]
| battles_label =
| awards = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
Baris 26 ⟶ 27:
| signature =
}}
[[Brigadir Jenderal]] '''Ignatius Slamet Rijadi''' ([[EYD]]: '''Ignatius Slamet Riyadi'''; {{lahirmati|[[Surakarta]]|26|7|1927|[[Ambon]]|4|11|1950}}) adalah seorang tentara [[Indonesia]]. Rijadi lahir di Surakarta, [[Jawa Tengah]], putra dari seorang tentara dan penjual buah. "Dijual" pada pamannya dan sempat berganti nama saat masih balita untuk menyembuhkan penyakitnya, Rijadi tumbuh besar di rumah orangtuanya dan belajar di sekolah milik Belanda. Setelah [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki]] [[Hindia Belanda]], Rijadi menempuh pendidikan di sekolah pelaut yang dikelola oleh [[Jepang]] dan bekerja untuk mereka setelah lulus; ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir [[Perang Dunia II]] dan membantu mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.
 
Setelah [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|Indonesia merdeka]] pada tanggal 17 Agustus 1945, Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]] melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dimulai dengan kampanye [[gerilya]], pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di [[Ambarawa]] dan [[Semarang]], bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama [[Agresi Militer Belanda I|Agresi Militer I]], Belanda mengambil alih kota tapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke [[Jawa Barat]]. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke [[Maluku]] untuk memerangi [[Republik Maluku Selatan]]. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi [[Pulau Ambon]], Rijadi tewas tertembak menjelang operasi berakhir.
[[Brigadir Jenderal]] [[TNI]] [[Anumerta]] '''Ignatius Slamet Rijadi''' ([[EYD]]: '''Riyadi'''; {{lahirmati|[[Kota Surakarta|Surakarta]], [[Jawa Tengah]]|26|7|1927|[[Pulau Ambon|Ambon]], [[Maluku]]|4|11|1950}}) adalah [[pahlawan nasional Indonesia]]. Anak dari Idris Prawiropralebdo, seorang [[perwira]] anggota legiun [[Kasunanan Surakarta]], ini sangat menonjol kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah [[Jepang]] bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Ia merupakan pencetus pasukan khusus TNI yang dikemudian hari dikenal dengan nama [[Komando pasukan khusus|Kopassus]].
 
Sejak kematiannya, Rijadi telah menerima banyak penghormatan. Sebuah jalan utama di Surakarta dinamakan menurut namanya, begitu juga dengan [[fregat]] [[TNI AL]], [[KRI Slamet Riyadi (352)|KRI ''Slamet Riyadi'']]. Selain itu, Rijadi juga dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara [[anumerta]] pada tahun 1961, dan ditetapkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tanggal 9 November 2007.
=== Kepahlawanan ===
 
==Biografi==
Pada suatu peristiwa saat akan diadakannya peralihan kekuasaan di [[Solo]] oleh Jepang yang dipimpin oleh Sutjokan (Walikota) Watanabe yang merencanakan untuk mengembalikan kekuasaan sipil kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di [[Surakarta]], yaitu [[Kasunanan]] dan [[Praja Mangkunagaran]], akan tetapi rakyat tidak puas. Para pemuda telah bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang, maka rakyat mengutus [[Muljadi Djojomartono]] dan dikawal oleh pemuda Suadi untuk melakukan perundingan di markas [[Kempeitai]] (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Tetapi sebelum utusan tersebut tiba di markas, seorang pemuda sudah berhasil menerobos kedalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Kempeitai, tercenganglah pihak Jepang, pemuda itu bernama Slamet Rijadi.
===Kehidupan awal===
Rijadi terlahir dengan nama Soekamto di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]], pada tanggal 26 Juli 1927; {{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} ia adalah putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara kesultanan, dan Soetati, seorang penjual buah.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}{{sfn|Pour|2008|p=13}} Saat Soekamto berusia satu tahun, ibunya menjatuhkannya; ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya "menjualnya" dalam ritual tradisional [[suku Jawa]] kepada pamannya, Warnenhardjo; setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet. Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Keluarganya menganut [[Katolik Roma]], namun Slamet memutuskan untuk mempelajari [[kejawen]] sejak muda.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}
 
Slamet umumnya menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di [[Hollandsch-Inlandsche School|Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno]], sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut.{{sfn|Pour|2008|p=19}} Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali "membelinya" dari sang paman.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Setelah tamat sekolah menengah dan saat [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki Hindia Belanda]] pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di [[Jakarta]]. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}}{{sfn|Pour|2008|p=20}}
=== Karier militer ===
[[Berkas:Jalan Slamet Riyadi (Road sign in Surakarta).jpg|thumb|200px|Papan nama jalan Slamet Riyadi di Surakarta]]
Pada tahun 1940, ia menyelesaikan pendidikan di HIS, ke [[Mulo]] Afd. B dan kemudian dilanjutkan ke Pendidikan Sekolah Pelayaran Tinggi, dan memperoleh ijasah navigasi laut dengan peringkat pertama dan mengikuti kursus tambahan dengan menjadi navigator pada kapal kayu yang berlayar antar pulau Nusantara. Setelah pasukan Jepang, mendarat di Indonesia melalui Merak, Indramayu dan dekat Rembang pada tanggal 1 Maret 1942 dengan kekuatan 100.000 orang, dan walaupun memperoleh perlawanan dari Hindia Belanda, tetapi dalam waktu singkat yaitu pada tanggal 5 dan 7 Maret 1942, kota Solo dan Yogjakarta jatuh ke tangan Jepang.
 
Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat [[Stasiun Gambir]], [[Jakarta Pusat]], sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.{{sfn|Pour|2008|p=21}} Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam [[Perang Dunia II]], Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.{{sfn|Pour|2008|p=22}} Ia tidak ditangkap oleh [[Kempeitai|polisi militer Jepang]] atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] pada tanggal 17 Agustus 1945.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}}
Slamet Rijadi merasa terpanggil membela ibu pertiwi, dan menjelang proklamasi 1945, ia mengobarkan pemberontakan dan melarikan sebuah kapal kayu milik Jepang, usaha Kempeitai untuk menangkapnya tidak pernah berhasil, bahkan setelah Jepang bertekuk lutut. Slamet Rijadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon, yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang (Slamet Rijadi diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X).
 
===Revolusi nasional===
Dalam perkembangannya terjadi pergantian pimpinan militer, Divisi X diubah menjadi Divisi IV, dengan Panglimanya Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal dengan nama Divisi [[Panembahan Senopati]], yang membawahi 5 Brigade tempur. Diantaranya Brigade V dibawah pimpinan Suadi dan mempunyai Batalyon XIV dibawah komando Mayor Slamet Rijadi, yang merupakan kesatuan militer yang dibanggakan. Pasukannya terkenal dengan sebutan anak buah "Pak Met". Selama agresi Belanda II, pasukannya sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap kedudukan militer Belanda, pertempuran demi pertempuran membuat sulit pasukan Belanda dalam menghadapi taktik gerilya yang dijalankan Slamet Rijadi. Namanya mulai disebut-sebut karena hampir di-setiap peristiwa perlawanan di kota Solo selalu berada dalam komandonya.
Setelah Jepang menyerah, Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia; karena tidak mau dijajah kembali, rakyat Indonesia-pun [[Revolusi Nasional Indonesia|melawan balik]]. Rijadi memulai kampanye gerilya melawan Belanda dan dengan cepat memperoleh kenaikan pangkat.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} Ia bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta. Selama [[Agresi Militer Belanda I]], yaitu serangan umum yang dilancarkan oleh belanda pada pertengahan 1947, Rijadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk [[Ambarawa]] dan [[Semarang]]; ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang [[Gunung Merapi]] dan [[Gunung Merbabu|Merbabu]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}
 
Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan [[Agresi Militer Belanda II|serangan kedua]], kali ini menyasar kota [[Yogyakarta]], yang saat itu menjadi ibu kota negara. Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo melalui [[Klaten]], tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki kota. Dengan menerapkan kebijakan "berpencar dan menaklukkan", Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}} Setelah itu, Rijadi dikirim ke [[Jawa Barat]] untuk melawan [[Angkatan Perang Ratu Adil]] bentukan [[Raymond Westerling]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}
Sewaktu pecah pemberontakan PKI-Madiun, batalyon Slamet Rijadi sedang berada diluar kota Solo, yang kemudian diperintahkan secara langsung oleh Gubernur Militer II - Kolonel Gatot Subroto untuk melakukan penumpasan ke arah Utara, berdampingan dengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.
 
===Setelah perang dan kematian===
Dalam palagan perang kemerdekaan II, Slamet Rijadi dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel, dengan jabatan baru Komandan [["Wehrkreise I"]] (Panembahan Senopati )yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, dan dibawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II, Kolonel Gatot Subroto.
[[File:Slamet Rijadi and troops into Ambon Harian Umum 1 December 1950 p1.jpg|thumb|left|Rijadi dan pasukannya memasuki Ambon, Desember 1950.]]
[[File:Kawilarang and Rijadi Harian Umum 27 November 1950 p1.jpg|thumb|Rijadi (kanan) dan [[Alexander Evert Kawilarang]] sedang merundingkan strategi di [[Ambon]].]]
 
Tak lama setelah berakhirnya perang, [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari [[Operasi Senopati]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Pour|2008|p=8}} Untuk merebut kembali [[Pulau Ambon]], Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak [[infanteri]] dan perlengkapan [[zirah]].{{sfn|Conboy|2003|p=9}}
Dalam perang kemerdekaan II inilah Let.Kol. Slamet Rijadi, membuktikan kecakapannya sebagai prajurit yang tangguh dan sanggup mengimbangi kepiawaian komandan Belanda lulusan Sekolah Tinggi Militer di [[Breda Nederland]]. Siang dan malam anak buah Overste (setingkat Letnan Kolonel) J.H.M.U.L.E. van Ohl digempur habis-habisan, dengan penghadangan, penyergapan malam, dan sabotase. Puncaknya ketika Letkol. Slamet Rijadi mengambil prakarsa mengadakan [[serangan umum Surakarta]] yang dimulai tanggal 7 Agustus 1949, selama empat hari empat malam. Serangan itu membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ketengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kaveleri, persenjataan berat-artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Dalam pertempuran selama empat hari tersebut, 109 rumah penduduk porak poranda, 205 penduduk terbunuh karena aksi teror Belanda, 7 serdadu Belanda tertembak dan 3 orang tertawan sedangkan dipihak TNI 6 orang gugur.
 
Pada tanggal 3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel [[Alexander Evert Kawilarang]], ditugaskan untuk mengambil alih ibu kota pemberontak di [[Ambon|New Victoria]]. Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan; pasukan darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon. Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau,{{sfn|Conboy|2003|p=9}} perjalanan yang memakan waktu selama sebulan. Dalam perjalanan, tentara RMS yang bersenjatakan [[Jungle Carbine]] dan [[Owen Gun]] terus menembaki pasukan Rijadi, seringkali membuat mereka terjepit.{{sfn|Conboy|2003|p=10}}{{sfn|Pour|2008|p=12}}
Perwira menengah yang sangat muda ini (bdk. Letkol Soeharto - kelak Presiden RI - saat itu berusia 29 tahun) adalah ahli taktik dan strategi, dia sangat agresif menyerang namun selalu menghindari kontak senjata yang merugikan, dia gemar membaca dan gemar menulis <ref name="Pour">[http://books.google.co.id/books?id=Ukf9i3uZe7UC Pour, Julius. Slamet Rijadi, dari Mengusir Kempetai sampai RMS. Gramedia. Jakarta. 2008]</ref>. Salah satu petunjuk perang gerilya pertama TNI yang tertulis adalah buah karyanya. Dalam tulisan itu dia menyebutkan <ref>Nasution. Dasar-dasar Perang Gerilya. Djambatan. Jakarta. 1955</ref> pentingnya agresivitas, taktik regu kecil, menghormati rakyat, menghemat amunisi, dan cara membiayai gerilya.
 
Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah [[tank]] menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru [[senjata mesin]] menembakinya. Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Para dokter lalu memberinya banyak [[morfin]] dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi tewas pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir di hari yang sama.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Conboy|2003|p=10}} Rijadi dimakamkan di Ambon.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}
Setelah terjadi gencatan senjata dan penyerahan kota Solo kepangkuan Republik Indonesia, Overste Van Ohl yang mewakili pihak Belanda demikian terharu begitu mengetahui bahwa Letkol. Slamet Rijadi—sebagai wakil pihak RI— yang selama ini dicari-carinya ternyata masih sangat muda. Ia dilaporkan berkata, " Oooh ... Overste tidak patut menjadi musuh-ku ... Overste lebih pantas menjadi anakku, tetapi kepandaiannya seperti ayahku".
 
==Peninggalan==
=== Memerangi Westerling dan APRA ===
[[File:Statue Surakarta.JPG|thumb|Patung Slamet Rijadi di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]]]]
 
Sejumlah tempat dan benda dinamai untuk menghormati Riyadi. Sebuah jalan utama sepanjang {{convert|5.8|km|mi|adj=on}} di Surakarta dinamakan sesuai nama sang brigadir jenderal.{{sfn|Ayuningtyas 2011, Surakarta offers car-free}} [[KRI Slamet Riyadi (352)|KRI ''Slamet Riyadi'']], sebuah [[fregat]] yang dikatakan sebagai salah satu kapal tercanggih yang dimiliki oleh [[TNI Angkatan Laut]], juga dinamai menurut namanya,{{sfn|Erviani and Lilley 2011, Bali maritime security}} begitu juga dengan [[Universitas Slamet Riyadi|sebuah universitas]] di Surakarta.{{sfn|Universitas Slamet Riyadi, Sejarah UNISRI}}
Ketika terjadi peristiwa APRA, brigade Slamet Riyadi dipanggil naik kereta api ke Bandung untuk memerangi. Karena peristiwa APRA sangat singkat, brigade Slamet Riyadi akhirnya disalurkan memerangi DI/TII. Personel APRA adalah KNIL kompi (baret merah) pasukan payung dan batalion komando (baret hijau). Dua pasukan ini adalah musuh Slamet Riyadi sejak Agresi militer ke-2 di Yogyakarta dan waktu serangan umum Solo. Dua pasukan ini menolak bergabung ke dalam APRIS, kelak mereka menyusup keluar Bandung dan membantu RMS <ref name="Pour"/>.
 
Rijadi telah menerima berbagai [[Daftar tanda kehormatan di Indonesia|tanda kehormatan dari pemerintah Indonesia]]. Ia menerima beberapa medali anumerta, termasuk [[Bintang Sakti]] pada bulan Mei 1961, [[Bintang Gerilya]] pada bulan Juli 1961, dan Satya Lencana Bakti pada bulan November 1961.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}} Pada 9 November 2007, [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Susilo Bambang Yudhoyono]] menganugerahi Rijadi gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]];{{sfn|The Jakarta Post 2007, Four forgotten independence}} ia dikukuhkan sebagai pahlawan bersama dengan [[Adnan Kapau Gani]], [[Ida Anak Agung Gde Agung]], dan [[Moestopo]], berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 2007.{{sfn|Suara Merdeka 2007, Presiden Anugerahkan Gelar}}
=== Memerangi RMS ===
 
==Referensi==
Pada tanggal 10 Juli 1950, Letnan Kolonel Slamet Rijadi, berangkat dengan kapal Waikalo dan memimpin batalyon 352 untuk bergabung dengan pimpinan umum operasi - Panglima TT VII - Kolonel [[Alexander Evert Kawilarang|Kawilarang]], dalam penugasan menumpas pemberontakan [[Kapten Andi Aziz]] di Makasar dan pemberontakan [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) yang dipelopori oleh Dr. [[Soumokil]] dan kawan-kawan. Dalam tugas inilah ia gugur muda dalam usia 23 tahun. Ia tertembak di depan benteng Victoria setelah berusaha merebutnya.
;Catatan kaki
{{reflist|3}}
 
;Bibliografi
Slamet Riyadi tidak membawa seluruh brigadenya melainkan ditunjuk sebagai komandan bridage ex-KNIL dari Sulawesi. Dia melatih dan berkoordinasi dengan komandan operasi, Kolonel Kawilarang. Operasi menumpas RMS berkekuatan 2 brigade, 10 kapal perang, dan 2 B-25. TNI-AL dipimpin Mayor [[John Lie]], pelaut handal yang berjasa menyelundupkan beberapa kali senjata dan amunisi selama melawan Belanda. Brigade I melakukan pendaratan amfibi di utara Pulau Ambon dan Brigade II dipimpin Slamet Riyadi mendarat di timur. Pasukan RMS adalah pasukan ex-KNIL pasukan payung, pasukan komando, panser, dan sekitar 1000 milisi lokal.
{{refbegin|colwidth=30em}}
*{{cite book
|year=2010
|last1=Ajisaka
|first1=Arya
|last2=Damayanti
|first2=Dewi
|edition=Revisi
|title=Mengenal Pahlawan Indonesia
|url=http://books.google.ca/books?id=rVQoHVbUNvIC
|isbn=978-979-757-430-7
|publisher=Kawan Pustaka
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
*{{cite news
|title=Surakarta offers car-free night
|last=Ayuningtyas
|first=Kusumasari
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/21/surakarta-offers-car-free-night.html
|date=21 December 2011
|ref={{SfnRef|Ayuningtyas 2011, Surakarta offers car-free}}
|archiveurl=http://www.webcitation.org/66ETOFLsH
|accessdate=17 Maret 2011
|archivedate=17 Maret 2011
}}
*{{cite book
|year=2003
|last1=Conboy
|first1=Kenneth
|title=Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces
|url=http://books.google.ca/books?id=lf5TUoHfeM8C
|isbn=978-979-95898-8-0
|publisher=Equinox
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
*{{cite news
|title=Bali maritime security beefed up following bomb threats
|last1=Erviani
|first1=Ni Komang
|last2=Lilley
|first2=Lawrence
|work=The Jakarta Post
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/01/bali-maritime-security-beefed-following-bomb-threats.html
|date=1 April 2011
|ref={{SfnRef|Erviani and Lilley 2011, Bali maritime security}}
|archiveurl=http://www.webcitation.org/66ETkeToM
|accessdate=17 Maret 2011
|archivedate=17 Maret 2011
}}
* {{cite news
|url=http://www.thejakartapost.com/news/2007/11/10/four-forgotten-independence-heroes-get-official-recognition.html
|date=11 November 2007
|title=Four forgotten independence heroes get official recognition
|work=The Jakarta Post
|accessdate=17 Maret 2011
|archiveurl=http://www.webcitation.org/65AqQQ0KC
|archivedate=17 Maret 2011
|ref={{SfnRef|The Jakarta Post 2007, Four forgotten independence}}
}}
*{{cite book
|year=2008
|last1=Pour
|first1=Julius
|title=Ign. Slamet Rijadi
|url=http://books.google.ca/books?id=lf5TUoHfeM8C
|isbn=978-979-22-3850-1
|publisher=Gramedia
|location=Jakarta
|ref=harv
}}
* {{cite news
|url=http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/10/nas09.htm
|date=10 November 2007
|title=Presiden Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional
|work=Suara Merdeka
|accessdate=17 Maret 2011
|archiveurl=http://www.webcitation.org/65ArV49Bm
|archivedate=17 Maret 2011
|ref={{SfnRef|Suara Merdeka 2007, Presiden Anugerahkan Gelar}}
}}
*{{cite encyclopedia
| last1 =Pringgodigdo
| first1 =Abdul Gaffar
|last2=Shadily
|first2=Hassan
| encyclopedia =Ensiklopedi Umum
| title =Slamet Riyadi
| url =http://books.google.ca/books?id=BJrFsQ0SwzgC&pg=PA1025&dq=Slamet+Riyadi&hl=en&sa=X&ei=KZ9kT7XULo6GrAfe5uy8Bw&ved=0CE0Q6AEwBjgU#v=onepage&q=Slamet%20Riyadi&f=false
| year =1973
| publisher =Kanisius
| oclc =4761530
| pages =1024–1025
| ref =harv
}}
*{{cite web
|url= http://www.unisri.ac.id/konten-sejarah.html
|accessdate=12 Desember 2013
|publisher=Universitas Slamet Riyadi
|title=Sejarah UNISRI
|ref={{sfnRef|Universitas Slamet Riyadi, Sejarah UNISRI}}
}}
{{refend}}
 
{{Pahlawan Nasional Indonesia}}
Pendaratan dilakukan mulai awal Oktober namun sampai akhir Oktober, TNI belum bisa mencapai Ambon karena musuh yang dihadapi sangat terampil. RMS bersembunyi di banyak bunker ex-Jepang. Slamet Riyadi yang sering di kompi terdepan pernah terluka lengan kirinya akibat tembakan musuh. Tanggal 3 November, 1 brigade Siliwangi mendarat amfibi langsung di Ambon, dengan koordinasi brigade I dan Brigade II Slamet Riyadi diperkuat panser dan artileri. Tanggal 4 November sore, Siliwangi berhasil merebut benteng Victoria disertai Brigade Slamet Riyadi sudah mencapai pinggir kota Ambon. Mendengar keberhasilan Siliwangi, Slamet Riyadi dan hanya 3 panser maju untuk berkoordinasi. Sisa brigade ditinggal di pinggir kota untuk mencegah baku tembak tak sengaja antara Siliwangi dan Brigade II dalam situasi kacau.
 
{{Persondata
Sayang sekali, pasukan payung KNIL berhasi memukul mundur Siliwangi dari benteng Victoria, Slamet Riyadi yang mengira benteng masih dikuasi Siliwangi turun dari panser. Ada 2 versi tertembaknya <ref name="Pour"/>:
| NAME = Rijadi, Slamet
| ALTERNATIVE NAMES =
| SHORT DESCRIPTION = Indonesian Army general
| DATE OF BIRTH = 26 July 1927
| PLACE OF BIRTH = [[Surakarta]], [[Central Java]], [[Dutch East Indies]]
| DATE OF DEATH = 4 November 1950
| PLACE OF DEATH = [[Ambon, Maluku]], Indonesia
}}
{{lifetime|1927|1950}}
{{DEFAULTSORT:Rijadi, Slamet}}
{{link GA|en}}
 
# : Satu tembakan sniper selanjutnya Slamet Riyadi diseret ajudannya dan naik jip dilanjutkan sampan ke KRI yang menjadi klinik.
# : Diberondong senapan mesin, selanjutnya 1 panser mengevakuasi ke sampan dan dibawa ke KRI yang menjadi klinik.
 
Saat sampai di KRI, Slamet Riyadi masih hidup tapi tidak sadar dan dalam kondisi kritis. Beliau meninggal tanggal 4 November malam.
 
== Kehidupan Pribadi ==
 
Slamet Riyadi merupakan pengantin baru, istrinya Ny. Soerachmi bagian kesehatan TNI-AD, baru saja dinikahi saat cuti operasi menumpas RMS. Slamet Riyadi dimakamkan di Ambon di tengah makam anak buahnya yang gugur.
 
== Pasukan Komando TNI ==
 
Kolonel Kawilarang yang selanjutnya memimpin Siliwangi di Jawa Barat memerangi DI/TII, membentuk 1 peleton komando dari divisi Siliwangi. Hal ini merupakan hasil diskusi beliau dengan Slamet Riyadi saat memerangi RMS. Melihat keberhasilan peleton komando Siliwangi, TNI-AD membentuk kompi komando yang juga berkualifikasi pasukan payung. Kompi ini memerangi DI/TII, PRRI dan Permesta dan merupakan cikal bakal Resimen Para Komando AD (RPKAD) selanjutnya Komando Pasukan Khusus.
 
== Riwayat Perjuangan ==
[[Berkas:Patung Slamet Riyadi.jpg|thumb|Patung Slamet Rijadi di depan Rumah Sakit AD Slamet Riyadi, Surakarta]]
{|class="wikitable"width="60%"
|-
!Karier,Pangkat,Jabatan
!Kegiatan, Pendidikan ,Operasi Militer
!Waktu
|-
|Siswa, MULO Afd.B
|Pertahanan Bumi Putra
|1940
|-
|Sekolah Tinggi Pelayaran
|Rekrutmen Pemuda oleh tentara Jepang
|1943
|-
|Navigator kapal kayu
|Pemberontakan kapal,milik Jepang
|1945
|-
|Dan.Yon.Res.I, Divisi I
|Perang di Krsd. Solo melawan Jepang & Belanda
|1945
|-
|Dan.Yon.Res.I, Divisi I
|Penumpasan pemberontakan PKI Madiun
|1948
|-
|Dan.Wehrkreise I
|Perang Kemerdekaan II, Serangan Umum Solo
|1949
|-
|Wakil Pemerintah RI
|Penyerahan Kota Solo
|29-12-1949
|-
|Komando Yon.352
|Mendukung Div.Siliwangi menumpas APRA di Jabar.
|1949
|-
|Wakil.Panglima TT VII.
|Penumpasan Pemberontakan di Makasar, RMS Ambon
|1950
|-
|Wakil.Panglima TT VII.
|Gugur di gerbang benteng Victoria, Ambon
|4-11-1950
|-
|Brigadir Jendral Anumerta
|Kenaikan pangkat atas jasa almarhum
|1950
|}
{{clr}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}
* Suhadi, ''Slamet Rijadi'', Penerbit PT.INALTU, Jakarta, 1976
 
{{Pahlawan Indonesia}}
 
{{DEFAULTSORT:Rijadi, Ignat. slamet}}
 
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh yang gugur dalam perang]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
[[Kategori:Tokoh Katolik Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh JawaKatolik Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh yang gugur dalam perang]]