Suwarsih Djojopuspito: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 7492980 oleh Sunaryo Joyopuspito (bicara)
Baris 19:
 
Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soewarsih pindah ke Batavia mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Ia menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia - Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia - sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Seperti diketahui pada waktu itu hanya ada 2 SGKP, yang lain adalah OSVO Soerabaia. Ia juga dipercaya oleh kenalannya yang pulang ke Eropa untuk menjaga rumah di daerah elite Menteng (Tjioedjoengweg, sekarang Jl. Teluk Betung belakang HI).
 
=== Naskah Maryanah (1936) dan Buiten het Gareel (1940) ===
 
Ada suatu cerita yang menarik tentang buku ''Buiten het Gareel'' yang ditulis dalam bahasa Belanda dan terbit di Negeri Belanda. Hal ini terjadi di masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
 
Ketika Suwarsih telah menikah, maka pada tahun 1936 naskah buku ''Maryanah'' telah selesai ditulis di Yogyakarta dengan anak satu, menunggu kelahiran anak kedua. Pada umumnya, seseorang terpelajar pada waktu itu hanya bisa berbahasa ibu (untuk Suwarsih adalah Sunda) dan bahasa pergaulan Belanda.
 
Suwarsih, yang ayahnya adalah seorang dalang, maka bakat bercerita sudah terlihat ketika ia masih anak-anak duduk di kelas 5 HIS, pada waktu itu ''Isteri Gubernur General'' sedang berkunjung di ''Kartini School Bogor'', maka oleh sekolah Suwarsih ditugasi menjadi juru penerang pameran sekolah. ''Nyonya Gubernur General'' terkesima kebolehan Suwarsih menerangkan pameran dalam bahasa Belanda dengan lancer sekali, sehingga diperintahkan untuk mendapatkan bea siswa pada jenjang yang lebih atas (MULO dan Kweek School).
 
Tahun 1933, setelah Suwarsih kawin denga Sugondo, maka mulai mengenal para aktivis pergerakan, antara lain ''Ir. Sukarno'', ''Drs. Mohammad Hatta'', ''Sutan Syahrir'', ''Ki Hadjar Dewantara'', dan lain-lain. Pengalaman sehari-hari ditulisnya dalam ''buku harian''. Pada tahun 1936, ketika keluarga Suwarsih membutuhkan uang (untuk persiapan kelahiran anak kedua), maka atas saran Sugondo sebaiknya buku harian tersebut ''ditulis dalam sebuah novel'', dan naskah ''Maryanah'' selesai ditulis dalam bahasa Sunda pada tahun 1936, kemudian naskah dikirim ke ''Balai Poestaka Batavia''. Alangkah kecewanya, naskah tersebut ditolak oleh Balai Poestaka, karena mencamtumkan tokoh politik pada waktu itu.
 
Tahun 1940, ketika Suwarsih pindah ke Batavia, ia bertemu dengan sastrawan ''E. du Peron'', dan atas anjurannya agar naskah ''Maryanah'' bisa ditulis kembali dalam Bahasa Belanda dan berjudul ''Buiten het Gareel'' (di luar pelana kuda). Oleh ''E. du Peron'', naskah ''Buiten het Gareel'' dibawa ke ''Negeri Belanda'', dan dicarikan penerbit, akhirnya bisa terbit tahun 1940 itu juga.
 
Naskah ''Maryanah'' baru terbit tahun 1959 oleh ''PT Balai Pustaka Jakarta'', sedangkan terjemahannya ''Manusia Bebas'' terbit tahun 1975 oleh ''PT Jambatan Jakarta'' atas bantuan ''Pemerintah Belanda'', agar bisa dibaca oleh ''masyarakat luas di Indonesia''.
 
=== Masa Pendudukan Jepang (1943-1945) ===