Ratna Ani Lestari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 50:
== Setelah Tidak Menjabat ==
Kasus pembebasan Tanah Lapter menjadi sandungan baginya, dimana ia hanya melanjutkan program Bupati sebelumnya Ir.H.Samsul Hadi dengan desakan DPRD Banyuwangi yang diketuai Ir. Achmad Wahyudi mengajukan interpelasi dan mengulur pengesahan APBD bila hal tersebut tidak dilaksanakan, bersarnya desakan tersebut mendorong Ratna melanjutkan program namun ia tidak memahami ternyata dalam susunan Panitia Bupati sebagai ex officio Ketua Panitia, hal ini ternyata dikemudian hari dijadikan alat bukti untuk menjerat kasus TIPIKOR, meski beberapa anggota Panitia telah dibebaskan oleh [[Mahkamah Agung Indonesia]] diantaranya Drs.Budianto dan Bambang Wahyudi mantan Kadishub.Banyuwangi termasuk Pejabat pembuat komitmen dan Ketua anggaran yang tidak tersentuh kasus ini, dan ternyata kasus TIPIKOR yang tidak dapat dibuktikan adanya aliran dana padanya tersebut terus berjalan dengan alasan kesalahan pengambilan kebijakan menguntungkan pihak lain yaitu Rakyat yang memiliki tanah, dalam berbagai fakta di persidangan tidak satupun rakyat pemilik tanah yang memberi uang kepada Ratna maupun panitia lainnya.
 
Setelah tidak menjabat Ratna akrab dengan [[bullying]] baik dari media masa maupun soc-med, ia figur yang terus menerus dijelekan dengan bullying meskipun demikian mayoritas rakyat di pedesaan sangat mengaguminya, di era media yang berpolitik belum lagi propaganda negative sering tidak obyektif dipenghujung tidak jarang ditemui politikus maupun penguasa di Indonesia beramai ramai membeli berita ataupun bekerjasama dengan media untuk cornering maupun bullying, tidak jelas berapa ABPD yang dialirkan ke media namun aliran dana bertajuk iklan tersebut rawan gangguan independensi jurnalistik.
 
Ia dijerat karena temuan BPK RI 2009 atas realisasi dana sebesar Rp.19 milliar untuk pembayaran tanah lapter, dengan perhitungan perbedaan harga beli Pemda Banyuwangi dengan [[Nilai Jual Objek Pajak]], dalam fakta persidangan tim panitia yang didalamnya juga terdapat kepala BPN Banyuwangi dan dipimpin Sekertaris Daerah Banyuwangi diketahui telah berkali kali mengadakan musyawarah yang dihadiri Muspida Banyuwangi dengan pemilik tanah serta telah mengadakan apraisal independent sebagai dasar sesuai ketentuan [[Perpres 36 Tahun 2005]] yang kini telah dicabut akibat banyak menimbulkan masalah karena tidak logis mendasarkan pembebesan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan NJOP sementara dalam Undang-undang No.12 tahun 1985 sebagaimana diubah Undang-undang No.12 tahun 1994 tentang PBB dan ketentuan pelaksanaannya serta Kepmenkeu RI No.523/KMK.04/1998 dan Permenkeu No. 150/PMK.03/2010 jelas disebutkan Penilaian NJOP dilakukan Kementrian Keuangan dalam hal ini direktorat Pajak dalam kepentingan menilai obyek pajak bukan untuk dasar transaksi atas benturan ini Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.12 tahun 2012 dengan mencabut NJOP sebagai salah satu dasar pembelian tanah dan penilaian harga tanah diserahkan pada Badan Pertanahan, dalam musyawarah antar para pemilik tanah dan pemkab.Banyuwangi serta hasil apraisal justru harga tanah lebih tinggi dari yg akhirnya direalisasi, dalam fakta persidanganpun diketahui proses pembayaran tersebut dilakukan Pengadilan Tata Usaha setempat, namun pada era Bupati Syamsul Hadi 2003 - awal 2005 terjadi perpindahan sebagian kepemilikan tanah kepada Calo tanah dan calo tersebut berhasil memindahkan sertifikat kepemilikan tanah atasnya yang seharusnya tidak dapat dilakukan karena lokasi telah menjadi area terbatas untuk kasus ini Kepala BPN Banyuwangi era tersebut di pidana, karena kelalaiannya tanah yang menjadi blue print dan menjadi program APBD di era Bupati Syamsul Hadi tersbeut berpindah tangan, calo tersebut bersama Bupati Syamsul Hadi telah di vonis bersalah oleh [[Mahkamah Agung Indonesia]] hal ini yang kemudian digunakan untuk menyeret Ratna padahal kepemilikan sudah berubah sebelum ia menjabat sebagai Bupati Banyuwangi, di persidangan Tipikor Surabaya Ratna di vonis bersalah ia pun banding ke tingkat Pengadilan Tinggi dan d ivonis bersalah, ia pun melajutkan kasasi dan oleh [[Mahkamah Agung Indonesia]] kasasinya dikabulkan, kasus pengadaan tanah ini banyak dipolitisasi lawan politiknya sementara tata cara pengadaan serupa pun banyak dilakukan Pemda dan Pemprov lain termasuk Kementrian PU namun tidak satupun yang di hukum.
 
Setelah tidak menjabat Ratna akrab dengan [[bullying]] baik dari media masa maupun soc-med, ia figur yang terus menerus dijelekan dengan bullying meskipun demikian mayoritas rakyat di pedesaan sangat mengaguminya, di era media yang berpolitik belum lagi propaganda negative sering tidak obyektif dipenghujung tidak jarang ditemui politikus maupun penguasa di Indonesia beramai ramai membeli berita ataupun bekerjasama dengan media untuk cornering maupun bullying, tidak jelas berapa ABPD yang dialirkan ke media namun aliran dana bertajuk iklan tersebut rawan gangguan independensi jurnalistik.
 
Sebelum menghadapi kasus hukum Ratna ani lestari sempat menjadi Dosen di beberapa Perguruan Tinggi, iapun memutuskan berhenti dari dunia poltik setelah bercerai dengan I Gde Winasa pada tahun 2012 silam