Ernest Douwes Dekker: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib)
merapikan, replaced: pemukiman → permukiman using AWB
Baris 13:
}}
 
'''Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker''' (umumnya dikenal dengan nama '''Douwes Dekker''' atau '''Danudirja Setiabudi'''; {{lahirmati|[[Kota Pasuruan|Pasuruan]], [[Hindia-Belanda]]|8|10|1879|[[Kota Bandung|Bandung]], [[Jawa Barat]]|28|8|1950}}) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|pahlawan nasional]] [[Indonesia]].
 
Ia adalah salah seorang peletak dasar [[nasionalisme]] Indonesia di awal [[abad ke-20]], [[penulis]] yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan [[Hindia-Belanda]], [[wartawan]], [[aktivis]] [[politik]], serta penggagas nama "[[Nusantara]]" sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "[[Indische Partij|Tiga Serangkai]]" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. [[Tjipto Mangoenkoesoemo]] dan [[Ki Hadjar Dewantara|Suwardi Suryaningrat]].
Baris 23:
|url=http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0309/20/pustaka/572972.htm
|title=Danudirdja Setiabuddhi, 1879–1950|publisher=[[Kompas]]
|accessdate=2006-01-08}}</ref> [[Olaf Douwes Dekker]], cucu dari Guido, saudaranya, menjadi penyair di [[Breda]], Belanda.
 
DD menikah dengan [[Clara Charlotte Deije]] (1885-1968), anak dokter campuran [[Jerman]]-Belanda pada tahun 1903, dan mendapat lima anak, namun dua di antaranya meninggal sewaktu bayi (keduanya laki-laki). Yang bertahan hidup semuanya perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan keduanya bercerai.
 
Kemudian DD menikah lagi dengan [[Johanna Petronella Mossel]] (1905-1978), se[[orang Indo]] keturunan [[Yahudi]], pada tahun 1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan kesekretariatan [[Ksatrian Instituut]], sekolah yang didirikan DD. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat DD dibuang ke [[Suriname]] pada tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, dan di kala itu kemudian Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan seorang Indo (sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian resmi terlebih dahulu. Tidak jelas apakah DD mengetahui pernikahan ini karena ia selama dalam pengasingan tetap berkirim surat namun tidak dibalas.
Baris 43:
DD dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan bekerja sebagai agen pengiriman KPM, perusahaan pengiriman milik negara. Penghasilannya yang lumayan membuatnya berani menyunting Clara Charlotte Deije, putri seorang dokter asal Jerman yang tinggal di Hindia Belanda, pada tahun 1903.
 
Kemampuannya menulis laporan pengalaman peperangannya di surat kabar terkemuka membuat ia ditawari menjadi reporter koran [[Semarang]] terkemuka, ''De Locomotief''. Di sinilah ia mulai merintis kemampuannya dalam berorganisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya mulai kritis terhadap kebijakan kolonial. Ketika ia menjadi staf redaksi ''Bataviaasch Nieuwsblad'', 1907, tulisan-tulisannya menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. Dua seri artikel yang tajam dibuatnya pada tahun 1908. Seri pertama artikel dimuat Februari 1908 di surat kabar Belanda ''Nieuwe Arnhemsche Courant'' setelah versi bahasa Jermannya dimuat di koran Jerman ''Das Freie Wort'', "Het bankroet der ethische principes in Nederlandsch Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia Belanda") kemudian pindah di ''Bataviaasche Nieuwsblad''. Sekitar tujuh bulan kemudian (akhir Agustus) seri tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera kehilangan koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands kolonialer Untergang"). Kembali kebijakan [[politik etis]] dikritiknya. Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa.<ref name = "Movements">{{cite book |title=Indonesia, Early Political Movements|publisher=Library of Congress Country Studies |accessdate=2006-01-08}}</ref>
 
Rumah DD, pada saat yang sama, yang terletak di dekat [[Stovia]] menjadi tempat berkumpul para perintis gerakan [[kebangkitan nasional]] Indonesia, seperti [[Sutomo]] dan [[Cipto Mangunkusumo]], untuk belajar dan berdiskusi. [[Budi Utomo]] (BO), organisasi yang diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas bantuannya. Ia bahkan menghadiri kongres pertama BO di [[Yogyakarta]].
 
Aspek pendidikan tak luput dari perhatian DD. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut membidani lahirnya ''[[Indische Universiteit Vereeniging]]'' (IUV), suatu badan penggalang dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di Hindia Belanda. Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari organisasi pendidikan kaum [[Tionghoa]] [[THHK]].
Baris 52:
Karena menganggap BO terbatas pada masalah kebudayaan (Jawa), DD tidak banyak terlibat di dalamnya. Sebagai seorang Indo, ia terdiskriminasi oleh orang Belanda murni ("totok" atau ''trekkers''). Sebagai contoh, orang Indo tidak dapat menempati posisi-posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya. Mereka dapat mengisi posisi-posisi menengah dengan gaji lumayan tinggi. Untuk posisi yang sama, mereka mendapat gaji yang lebih tinggi daripada pribumi. Namun, akibat politik etis, posisi mereka dipersulit karena pemerintah koloni mulai memberikan tempat pada orang-orang pribumi untuk posisi-posisi yang biasanya diisi oleh Indo. Tentu saja pemberi gaji lebih suka memilih orang pribumi karena mereka dibayar lebih rendah. Keprihatinan orang Indo ini dimanfaatkan oleh DD untuk memasukkan idenya tentang pemerintahan sendiri Hindia Belanda oleh orang-orang asli Hindia Belanda (''Indiërs'') yang bercorak inklusif dan mendobrak batasan ras dan suku. Pandangan ini dapat dikatakan original, karena semua orang pada masa itu lebih aktif pada kelompok ras atau sukunya masing-masing.
 
Berangkat dari organisasi kaum [[Indo]], ''[[Indische Bond]]'' dan ''[[Insulinde]]'', ia menyampaikan gagasan suatu "Indië" (Hindia) baru yang dipimpin oleh warganya sendiri, bukan oleh pendatang. Ironisnya, di kalangan Indo ia mendapat sambutan hangat hanya di kalangan kecil saja, karena sebagian besar dari mereka lebih suka dengan ''status quo'', meskipun kaum Indo direndahkan oleh kelompok orang Eropa "murni" toh mereka masih dapat dilayani oleh pribumi.
 
Tidak puas karena Indische Bond dan Insulinde tidak bisa bersatu, pada tahun [[1912]] Nes bersama-sama dengan [[Cipto Mangunkusumo]] dan [[Suwardi Suryaningrat]] mendirikan partai berhaluan nasionalis inklusif bernama ''[[Indische Partij]]'' ("Partai Hindia").<ref name = "Douwes" /><ref>{{cite web |url=http://countrystudies.us/indonesia/14.htm |title=The Growth of National Consciousness|publisher=Federal Research Division of the [[Library of Congress]]
|accessdate=2006-01-08}}</ref> Kampanye ke beberapa kota menghasilkan anggota berjumlah sekitar 5000 orang dalam waktu singkat. Semarang mencatat jumlah anggota terbesar, diikuti Bandung. Partai ini sangat populer di kalangan orang Indo, dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan pribumi, meskipun tetap dicurigai pula karena gagasannya yang radikal. Partai yang anti-kolonial dan bertujuan akhir [[Proklamasi Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] ini dibubarkan oleh pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]] setahun kemudian, [[1913]] karena dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintah.
 
Akibat munculnya tulisan terkenal Suwardi di ''De Expres'', "Als Ik Een Nederlander Was" (Seandainya Aku Seorang Belanda), ketiganya lalu diasingkan ke Belanda, karena DD dan Cipto mendukung Suwardi.
Baris 66:
Sekembalinya ia ke Batavia setelah dipenjara DD aktif kembali dalam dunia jurnalistik dan organisasi. Ia menjadi redaktur organ informasi [[Insulinde]] yang bernama ''De Beweging''. Ia menulis beberapa seri artikel yang banyak menyindir kalangan pro-koloni serta sikap kebanyakan kaumnya: kaum Indo. Targetnya sebetulnya adalah de-eropanisasi orang Indo, agar mereka menyadari bahwa demi masa depan mereka berada di pihak pribumi, bukan seperti yang terjadi, berpihak ke Belanda. Organisasi kaum Indo yang baru dibentuk, ''[[Indisch Europeesch Verbond]]'' (IEV), dikritiknya dalam seri tulisan "De tien geboden" (Sepuluh Perintah Tuhan) dan "Njo Indrik" (Sinyo Hendrik). Pada seri yang disebut terakhir, IEV dicap olehnya sebagai "liga yang konyol dan kekanak-kanakan".
 
Sejumlah pamflet lepas yang cukup dikenal juga ditulisnya pada periode ini, seperti "Een Natie in de maak" (Suatu bangsa tengah terbentuk) dan "Ons volk en het buitenlandsche kapitaal" (Bangsa kita dan modal asing).
 
Pada rentang masa ini dibentuk pula ''[[Nationaal Indische Partij]]'' (NIP), sebagai organisasi pelanjut ''Indische Partij'' yang telah dilarang. Pembentukan NIP menimbulkan perpecahan di kalangan anggota Insulinde antara yang moderat (kebanyakan kalangan Indo) dan yang progresif (menginginkan pemerintahan sendiri, kebanyakan orang Indonesia pribumi). NIP akhirnya bernasib sama seperti IP: tidak diizinkan oleh Pemerintah.
 
Pada tahun 1919, DD terlibat (atau tersangkut) dalam peristiwa protes dan kerusuhan [[petani]]/[[buruh tani]] di perkebunan [[tembakau]] [[Polanharjo, Klaten]]. Ia terkena kasus ini karena dianggap mengompori para petani dalam pertemuan mereka dengan orang-orang Insulinde cabang Surakarta, yang ia hadiri pula. Pengadilan dilakukan pada tahun 1920 di Semarang. Hasilnya, ia dibebaskan; namun kasus baru menyusul dari Batavia: ia dituduh menulis hasutan di surat kabar yang dipimpinnya. Kali ini ia harus melindungi seseorang (sebagai redaktur ''De Beweging'') yang menulis suatu komentar yang di dalamnya tertulis "Membebaskan negeri ini adalah keharusan! Turunkan penguasa asing!". Yang membuatnya kecewa adalah ternyata alasan penyelidikan bukanlah semata tulisan itu, melainkan "mentalitas" sang penulis (dan dituduhkan ke DD). Setelah melalui pembelaan yang panjang, DD divonis bebas oleh pengadilan.
Baris 83:
 
=== Pengasingan di Suriname ===
DD ditangkap dan dibuang ke [[Suriname]] pada tahun 1941 melalui Belanda. Di sana ia ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman [[Sungai Suriname]] yang bernama [[Jodensavanne]] ("Padang Yahudi").<ref name = "Setiabuddhi" /> Tempat itu pada abad ke-17 hingga ke-19 pernah menjadi tempat pemukimanpermukiman orang [[Yahudi]] yang kemudian ditinggalkan karena kemudian banyak pendatang yang membuat keonaran.
 
Kondisi kehidupan di kamp sangat memprihatinkan. Sampai-sampai DD, yang waktu itu sudah memasuki usia 60-an, sempat kehilangan kemampuan melihat. Di sini kehidupannya sangat tertekan karena ia sangat merindukan keluarganya. Surat-menyurat dilakukannya melalui [[Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah|Palang Merah Internasional]] dan harus melalui [[sensor]].
 
Ketika kabar berakhirnya perang berakhir, para interniran (buangan) di sana tidak segera dibebaskan. Baru menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah orang buangan dikirim ke Belanda, termasuk DD. Di Belanda ia bertemu dengan Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel, seorang perawat. Nelly kemudian menemaninya kembali ke Indonesia. Kepulangan ke Indonesia juga melalui petualangan yang mendebarkan karena DD harus mengganti nama dan menghindari petugas intelijen di [[Pelabuhan Tanjung Priok]]. Akhirnya mereka berhasil tiba di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]], ibukota Republik Indonesia pada waktu itu pada tanggal [[2 Januari]] [[1947]].
 
=== Perjuangan pada masa Revolusi Kemerdekaan dan akhir hayat ===
Tak lama setelah kembali ia segera terlibat dalam posisi-posisi penting di sisi Republik Indonesia. Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa portofolio dalam [[Kabinet Sjahrir III]], yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan. Selanjutnya berturut-turut ia menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan dalam komite bidang keuangan dan ekonomi di delegasi itu, anggota [[DPA]], pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir sebagai kepala seksi penulisan sejarah (historiografi) di bawah [[Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia|Kementerian Penerangan]]. Di mata beberapa pejabat Belanda ia dianggap "komunis" meskipun ini sama sekali tidak benar.
 
Pada periode ini DD tinggal satu rumah dengan Sukarno. Ia juga menempati salah satu rumah di [[Kaliurang]]. Dan dari rumah di Kaliurang inilah pada tanggal 21 Desember 1948 ia diciduk tentara Belanda yang tiba dua hari sebelumnya di Yogyakarta dalam rangka "[[Aksi Polisionil]]". Setelah diinterogasi ia lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi kembali.
 
Tak lama kemudian DD dibebaskan karena kondisi fisiknya yang payah dan setelah berjanji tak akan melibatkan diri dalam politik. Ia dibawa ke Bandung atas permintaannya. Harumi kemudian menyusulnya ke Bandung. Setelah renovasi, mereka lalu menempati rumah lama (dijulukinya "Djiwa Djuwita") di Lembangweg.
 
Di Bandung ia terlibat kembali dengan aktivitas di Ksatrian Instituut. Kegiatannya yang lain adalah mengumpulkan material untuk penulisan autobiografinya (terbit 1950: ''70 jaar konsekwent'') dan merevisi buku sejarah tulisannya.
Baris 101:
 
== Penghargaan ==
Jasa DD dalam perintisan kemerdekaan diekspresikan dalam banyak hal. Di setiap kota besar dapat dijumpai jalan yang dinamakan menurut namanya: Setiabudi. Jalan Lembang di Bandung utara, tempat rumahnya berdiri, sekarang bernama Jalan Setiabudi. Di Jakarta bahkan namanya dipakai sebagai nama suatu [[kecamatan]], yakni Kecamatan [[Setiabudi, Jakarta Selatan|Setiabudi]] di [[Jakarta Selatan]].
 
Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang berjasa dalam meluruskan arah kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya ia berseberangan posisi politik dengan pemerintah kolonial Belanda; bahkan dituduh "pengkhianat").
Baris 121:
* {{nl}} Glissenaar, F. 1999. ''D.D. Het leven van E.F.E. Douwes Dekker''. Hilversum, Nederland.
{{Pahlawan Indonesia}}
 
{{DEFAULTSORT:Douwes Dekker, Ernest F.E.}}
{{featured article}}
 
{{DEFAULTSORT:Douwes Dekker, Ernest F.E.}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Orang Indo]]