Orang Kurdi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 30:
Namun, secara geopolitik, karakter geografis Kurdi justru membawa petaka karena harus menerima wilayah itu terbagi di antara lima negara pasca-[[Perang Dunia I]].
 
Terpecahnya geografis, sejarah, dan politik bangsa Kurdistan terjadi pertama kali pada tahun 1514 menyusul [[pertempuran Chaldiran]] antara [[Dinasti Safawiyah]] dan [[Ottoman]] yang membawa mereka menandatangani sebuah perjanjian pembagian pengaruh di wilayah Kurdi.
 
Pemecahan wilayah Kurdi tahap kedua dilakukan dalam [[perjanjian Sykes Picot]] antara [[Inggris]] dan [[Perancis]] dengan dihadiri wakil dari [[Kaisar Rusia]] pada tahun 1916. Kemudian, proses pemecahan Kurdi berlanjut berdasarkan [[perjanjian Sevres]] tahun 1919 dan [[perjanjian Lausanne[[]] tahun 1923.
 
Dalam berbagai perjanjian tersebut dicapai pembagian final wilayah dan bangsa Kurdi, yaitu Kurdi Utara (Turki) yang memiliki wilayah terluas, yakni 194.000 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 13 juta jiwa; Kurdi Timur (Iran) yang memiliki wilayah terluas kedua, yakni 125.000 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 8 juta jiwa; Kurdi Selatan (Irak) yang memiliki wilayah terluas ketiga, yakni 72.000 kilometer persegi dengan penduduk 6 juta jiwa; Kurdi Barat (Suriah) yang memiliki wilayah terluas keempat, yakni 18.000 kilometer persegi dengan penduduk 1 juta jiwa; dan Kurdi [[Armenia]] (bekas [[Uni Soviet]]) yang memiliki luas 18.000 kilometer persegi dengan penduduk 1 juta jiwa.
Baris 48:
Karena itu tidak mengherankan jika saat ini mayoritas orang Kurdi (60 %), terutama yang ber[[bahasa Kurmanji]], adalah pemeluk [[Islam Sunni]] yang ber[[mazhab Syafi‘i]]. Sebagian kecil (sekitar 1 juta orang) menganut [[Islam Shi‘ah]], khususnya yang tinggal di Kirmanshah, Kangawar, Hamadan, Qurva dan Bijar di selatan dan timur Kurdistan (bagian Iran), serta mereka yang tinggal di Malatya, Adiyaman dan Maras di barat [[Kurdistan]] (bagian Turkey).
 
Sebagaimana minoritas Arab Suriah, golongan Syi‘ah Kurdi umumnya adalah pengikut aliran [[Alevi]] (atau ‘Alawi). Istilah “Alevi” bagi mereka punya konotasi ganda: pertama, sebagai pengikut Sayyidina ‘Ali ra dan, kedua, sebagai penyembah api atau penganut Zoroaster (dari kata alev yang berarti api). Kaum Alevi percaya bahwa Ali adalah manifestasi atau perwujudan (avatar) Roh Jagad Raya pada Babak Kedua dari Kehidupan Semesta, seperti dalam ajaran Yarshan. Di samping mengagungkan api dan cahaya, penganut Alevi biasanya bersujud menyembah matahari terbit dan bulan, sambil melantunkan tembang-tembang tertentu.
 
Mereka juga mengadakan pertemuan rutin yang disebut [[Ayini Jam]]. Aliran ini sempat dilarang keras dan diberantas di zaman Daulat Usmaniyah, terutama di masa pemerintahan Sultan Salim sekitar tahun 1514. Sempalan lainnya adalah Nushayriyyah, yang mengagung-agungkan [[Salman al-Farisi[[ (sahabat Nabi) dan menobatkannya sebagai avatar nomor satu.
 
====Bahasa====
Baris 64:
==Keistimewaan Suku Kurdi==
 
=== Tradisi Keilmuan===
 
Bangsa Kurdi terkenal berani, kuat dan gigih. Mereka banyak berperan dalam menyebarkan dan membela Islam. Tidak sedikit tokoh-tokoh agama (ulama), pemimpin dan pejuang Islam yang notabene adalah suku Kurdi. Sebut saja, misalnya, Ibn Khallikan (w. 681 H/ 1282 M, sejarawan, pengarang kitab Wafayat al-A‘yan ), ‘Syaikh al-Islam’ Ibn Taymiyyah (w. 728 H/ 1328 M), Ibn al-Atsir (w. 630 H/ 1232 M, pengarang Usud al-Ghabah, Ibn Qutaybah al-Dinawari (w. 276 H/ 889 M, pengarang kitabTa’wil Musykil al-Qur’an), Ibn ash-Shalah as-Syahrazuri (w. 634 H/ 1236 M, pakar ilmu hadis yang terkenal dengan Muqaddimah-nya), Syaikh Ibrahim al-Gurani (pengarang kitab Ithaf adz-Dzakiyy), Badi’uz-Zaman al-Hamadani (w. 1007 M, pengarang kitab Al-Maqamat), dan Shalahuddin al-Ayyubi, panglima perang dan pahlawan Islam dalam Perang Salib yang berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan orang-orang Kristen.
Baris 84:
====Bangsa Tanpa Negara====
 
Sesuai dengan sejarah politik Kurdi yang cukup tua, bangsa Kurdi termasuk bangsa yang kurang beruntung. Bahkan, Kurdi disebut sebagai bangsa tragis akibat karakter geografis[[geografi]]s, sentimen [[tribalisme]], [[]]tirani, dan [[kolonialisme]].
 
Tragedi bangsa Kurdi itu pun kemudian dikenal dengan nama “problem Timur”. Ironinya, problem Kurdi sering kali dilupakan, diabaikan. Tidak ada pembelaan terhadap bangsa Kurdi, bahkan dijadikan komoditas politik kekuatan regional maupun internasional untuk tujuan politik tertentu.
Baris 94:
Bahkan, ada kesepakatan tidak tertulis di antara Turki, Iran, Irak, dan Suriah untuk mencegah lahirnya negara Kurdi walau pada saat bersamaan mereka bisa menggunakan kartu Kurdi untuk mengganggu negara tetangga yang lain. Misalnya, Iran atau Turki sering menggunakan kartu Kurdi Irak untuk menggoyang pemerintah pusat di Baghdad, dan demikian juga sebaliknya.
 
Ada beberapa faktor yang membuat bangsa Kurdi terserak-serak dan gagal mewujudkan impian untuk memiliki negara sendiri. Pertama, kentalnya sentimen kesukuan yang membuat bangsa Kurdi tidak pernah bersatu secara kebangsaan. Hal ini menyebabkan sulitnya lahir seorang pemimpin Kurdi yang bisa menyatukan bangsanya. Walau memiliki satu identitas, yakni Kurdi, kelompok ini juga terbagi-bagi lagi ke dalam berbagai suku. Kedua, Kurdi menjadi korban [[kediktatoran]] pemerintah pusat di negara-negara di mana bangsa Kurdi berada menyusul pembagian pasca-Perang Dunia I. Ketiga, kolonialisme turut merobek-robek kesatuan bangsa Kurdi. Bahkan, kolonialisme memanfaatkan sentimen kesukuan di antara kelompok Kurdi untuk mengadu domba sesama bangsa Kurdi.
 
Para pemerintah diktator yang menaungi bangsa Kurdi itu, misalnya, tidak mengakui [[eksistensi]] bangsa Kurdi. Pemerintahan diktator itu juga menolak eksistensi bahasa Kurdi di negaranya.
 
Turki, Iran, dan Irak yang memiliki warga Kurdi dalam jumlah besar juga tidak mengakui keberadaan bangsa Kurdi di dalamnya. Pemerintahan di negara-negara tersebut bersikukuh hanya satu bangsa, budaya, dan bahasa di negara mereka. Jika realitas sosial di negara-negara itu ada banyak budaya dan bahasa, maka yang diakui hanya satu dan yang lain harus disingkirkan. Kurdi selalu menjadi korban. Itulah realitas politik yang dihadapi bangsa Kurdi di Turki, Iran, Irak, dan Suriah.
 
Pendiri Turki modern, [[Mustafa Kemal Ataturk]], misalnya, menolak mengakui keberadaan bangsa Kurdi di Turki serta melarang bahasa Kurdi diajarkan di [[sekolah]]-sekolah. Ataturk menolak menyebut nama Kurdi dan menamakan bangsa Kurdi di Turki sebagai bangsa Turki pegunungan. Sensus penduduk di Turki sampai saat ini menjuluki kelompok yang ada di Turki sebagai Kurdi Turki pegunungan.
 
[[Saddam Hussein]] di Irak tidak kalah brutalnya dibandingkan dengan Kemal Ataturk. Saddam bahkan pernah melakukan aksi [[pembumihangusan]] atas 1.000 [[desa]] Kurdi dan menyebarkan penduduk desa-desa tersebut ke seluruh penjuru Irak.
 
Ada juga kasus pembantaian terhadap warga Kurdi di [[Halabjah]], Irak, tahun 1988, dengan menggunakan [[bom]] kimia. Ini merupakan salah satu perbuatan terkeji Saddam Hussein terhadap warga Kurdi.
 
Sebidang tanah merdeka di sebelah utara Iraq, itulah yang dijanjikan armada teror [[Bush]] dan [[Blair]] kepada bangsa Kurdi. Syaratnya, mereka membantu keduanya mengerubuti Iraq. Selain janji menggiurkan itu, menghancurkan rezim Saddam merupakan warisan dendam masa lalu. Diktator Iraq itu pernah membantai lebih dari seribu bangsa Kurdi tahun [[1982]]. Ironisnya, senjata kimia yang digunakan Saddam kala itu dipasok Amerika lewat tangan [[Donald Rumsfeld]], kini menteri pertahanan AS yang waktu itu orang penting dalam pemerintahan [[Ronald Reagan]].
 
Di mata dunia, Kurdi adalah potret etnis yang malang. Mereka tercerai-berai di seantero empat negara berbeda: Turki, Suriah, Iraq dan Iran. Sedihnya lagi, karena minoritas di keempat negara itu, sering kali kepentingan bangsa Kurdi diabaikan oleh pemerintah masing-masing negara tempat mereka berdiam. Akibatnya gampang ditebak, mereka ingin memisahkan diri dari negara induk masing-masing lalu mendirikan negara Kurdi.
 
Tentu saja keinginan mereka, yang dinilai sebagai gerakan [[separatisme]], segera ditentang oleh pemerintah masing-masing negara. Bahkan tidak hanya ditentang, tetapi juga ditumpas. Itulah yang menyebabkan Saddam membumihangus kawasan utara yang didiami Kurdi. Amerika dan koalisinya membuat aturan zona larangan terbang di langit Iraq kawasan ini.
 
Alhasil, di masa kini suku Kurdi tergolong sebagai suku bangsa yang tertindas di negeri sendiri. Padahal, kalau melihat catatan sejarah Islam, akan kita temukan adanya pahlawan besar Islam yang bernama [[Shalahudin Al-Ayubi]] yang notabene beretnis Kurdi. Juga ada Ibnu Taimiyah, ulama besar yang kesohor dari suku Kurdi.
 
Dengan kata lain salah seorang anak suku Kurdi pernah menjadi orang yang sangat berjasa pada dunia Islam. Namun kini anak keturunan Shalahudin dan [[Ibnu Taimiyah]] bernasib malang, ditindas di negeri-negeri berpenduduk mayoritas Islam di [[Timur Tengah]].