Trinil: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan kategori [ * ]
Pai Walisongo (bicara | kontrib)
k Membatalkan 1 suntingan oleh 202.152.170.244 (pembicaraan) diidentifikasi sebagai vandalisme ke revisi terakhir oleh Kembangraps. (TW)
Baris 1:
'''Trinil''' adalah situs [[paleoantropologi]] di [[Indonesia]] yang sedikit lebih kecil dari situs [[Sangiran]]. Tempat ini terletak di Desa [[Kawu, Kedunggalar, Ngawi|Kawu]], Kecamatan [[Kedunggalar, Ngawi|Kedunggalar]], [[Kabupaten Ngawi]], [[Jawa Timur]], (kira-kira 13 km sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota [[Kota Surakarta|Solo)]]. Trinil merupakan kawasan di lembah Sungai [[Bengawan Solo]] yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Plistosen[[Pleistosen]] Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.
Trinil sebenarnya adalah nama suatu kawasan yang banyak ditemukan fosil dan menjadi obyek penelitian Eugene Dubois yang meliputi 3 desa yaitu Desa Kawu, Gemarang, dan Desa Ngancar. Ketiga desa ini berada di lekukan sungai Bengawan Solo, yang kala itu sungai Bengawan Solo masih memiliki debit air yang lumayan banyak. Karena itulah, kawasan obyek penelitian Dubois itu dinamakan Trinil. Trinil berasal dari kata tri dan nil. Tri bermakna tiga, artinya kawasan tersebut terdiri atas 3 desa yang menjadi obyek penelitian Dubois, dan nil menggambarkan sungai Nil. Karena kala itu, sungai Bengawan Solo merupakan sungai yang besar dengan volume air yang melimpah, dan terpanjang di Pulau Jawa.
 
Pada tahun [[1891]] [[Eugène Dubois]], yang adalah seorang ahli [[anatomi]] menemukan bekas manusia purba pertama di luar [[Eropa]] (saat itu) yaitu spesimen [[manusia Jawa]]. Pada [[1893]] Dubois menemukan [[fosil]] manusia purba ''[[Pithecanthropus erectus]]'' serta berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba.
Trinil adalah situs paleoantropologi di Indonesia yang sedikit lebih kecil dari situs Sangiran. Tempat ini terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (kira-kira 13 km sebelum kota Ngawi dari arah kota Solo). Trinil merupakan kawasan di lembah Sungai Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Plistosen Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.
 
Saat ini di Trinil berdiri sebuah [[museum]] yang menempati area seluas tiga hektarhektare, dimanadengan koleksinyakoleksi di antaranya fosil [[tengkorak]] ''Pithecantrophus erectus'', fosil tulang [[rahang bawah]] macan purba (''Felis tigris''), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (''[[Stegodon trigonocephalus]]''), dan fosil [[tanduk]] banteng purba (''[[Bibos palaeosondaicus]]''). Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. [[Teuku Jacob]], ahli [[antropologi]] ragawi dari [[Universitas Gadjah Mada]].
Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda ditemukan beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia purba dan binatang.
 
{{indo-stub}}
Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera.
 
[[Kategori:Situs arkeologi di Indonesia]]
Berdasar teori Human Origin, Dubois meninggalkan negeri kincir angin menuju Indonesia pada tahun 1887. Selain itu ada dua alasan yang dijadikan acuannya kali ini. Pertama, berdasarkan buku The Descent of Man, menceritakan bahwa nenek moyang manusia seharusnya hidup di daerah tropis. Karena manusia purba sudah kehilangan bulu selama perkembangannya.
[[Kategori:Kedunggalar, Ngawi]]
 
Alasan kedua, di Hindia-Belanda (Indonesia) banyak gua-gua, jadi tak mustahil akan ditemui fosil-fosil atau bekas kehidupan manusia purba.
 
Beberapa teori dan alasan itulah Eugene Dubois, bertekad untuk membuktikan penelitiannya. Pada 29 Oktober 1877, Dubois bertolak ke Sumatera dengan menumpang kapal The SS Prinse Amalia. Dua tahun lebih, Dubois mengeksplorasi gua-gua di Sumatera, tetapi tulang-tulang yang ditemukan tidak sesuai dengan keinginannya. Pencarian missing link diarahkan ke Pulau Jawa setelah mendengar temuan Manusia Wajak di Tulungagung oleh BD van Rietschoten pada 24 Oktober 1889. Di Pulau Jawa, Dubois tertarik dengan endapan Sungai Bengawan Solo yang diyakininya menyimpan kronologi kehidupan selama jutaan tahun. Pada tahun 1891, di daerah Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ditemukan atap tengkorak dan gigi manusia “yang menyerupai kera”. Dan setahun kemudian ditemukan pula tulang paha kiri dari individu yang sama. Temuan tersebut oleh Dubois diberi nama Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berjalan tegak). Pithecanthropus erectus adalah homo erectus dari Jawa. Fosil ini dimasukkan dalam genus homo erectus, yang mulai muncul ke dunia pertama kali pada periode 1,8 juta tahun yang lalu di Afrika dan menyebar ke seluruh permukaan dunia hingga mencapai Pulau Jawa, dan punah sekitar 100.000 tahun silam. Jawaban pasti tentang polemik berkepanjangan akan missing link terjawab telak di tangan Dubois.
 
Saat ini Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektar, dimana koleksinya di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon trigonocephalus), dan fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus).