Negara Pasundan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Marfiadi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Marfiadi (bicara | kontrib)
Baris 31:
'''Negara Pasundan''' adalah negara yang didirikan oleh [[Belanda]] pada tanggal [[24 April]] [[1948]]. Letaknya di bagian barat [[Pulau Jawa]] (sekarang [[Provinsi Jawa Barat]] dan [[Banten]]) dan beribu kota di [[Bandung]]. Presiden pertama dan terakhirnya adalah [[Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema]]. Berdirinya Negara ini sangat tergantung akan bantuan Belanda, nampak terlihat saat [[Raden Soeriakarta Legawa]] akan memproklamasikan pendirian negara ini di Bandung tahun 1947, Raden Soeria Kartalegawa menunggu terlebih dahulu Pasukan Divisi Siliwangi yang hijrah ke Yogyakarta pergi.<ref>''Ensiklopedi Umum (Edisi Kedua dengan EYD)'', Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1977, hlm. 142, ISBN 978-979-413-522-8</ref>
 
PROVINSI Jawa Barat sekarang, dulunya adalah Negara Pasundan, negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berdiri 24 April 1948, dari tiga kali hasil konferensi, sebagai wali negara, pertama dan terakhir, Wiranatakusumah. Namun ada versi lain Negara Pasundan yang berdiri 9 Mei 1947, dengan pemimpinnya Soeria Kartalegawa.
== Sejarah ==
 
SETELAH Belanda melancarkan aksi militer pertama terhadap Republik Indonesia tanggal 21 Juli 1947, wilayah yang dikuasai oleh republik semakin menciut. Jawa Barat untuk sebagian besar telah diduduki oleh tentara Belanda. Komisi Jasa-Jasa Baik dari PBB berusaha supaya perundingan dapat terus diadakan di kapal perang Amerika Renville yang berlabuh di Teluk Priok. Saya satu kali sebagai pemimpin redaksi majalah politik Siasat mengunjungi kapal Renville, tapi harus didampingi oleh perwira penghubung (liaison) ALRI Willy Sastranegara (yang kelak jadi diplomat di Deplu). Saya lihat di sebuah kamar sempit ketua delegasi Republik P.M. Amir Syarifuddin memegang kitab injil di tangan sedang bercakap-cakap dengan Frank Graham, wakil Amerika dalam Komisi Jasa-Jasa Baik. Tanggal 17 Januari 1948 di geladak kapal Renville ditandatangani Persetujuan Renville yang ujung-ujungnya ialah keadaan republik makin sulit dan terpojok. Apalagi Belanda sama sekali tidak mengindahkan pasal-pasal ketentuan Renville. Van Mook bagaikan mesin penggiling bergerak terus memecah-belah Indonesia, membentuk Negara Indonesia Timur, (NIT-- yang dipelesetkan dalam pers
== NEGARA PASUNDAN FEDERALIS ==
Republikein menjadi: "Negara Ikoet Toean") dan menyiapkan lahirnya Negara Pasundan.
Saat Letnan Gubernur Jenderal Van Mook melakukan tahap-tahap awal pembentukan Indonesia Serikat, eks [[Bupati Garut]] [[Soeria Kartalegawa]] yang feodal, dan tidak bersimpatik pada pergerakan nasional, mendirikan [[Partai Rakyat Pasundan]], PRP, di Bogor, atas ide eks Perwira KNIL, Kolonel Santoso, penasehat politik Van Mook. Pelaksanaannya dibantu oleh intel militer Belanda, [[NEVIS]].
"West Java Conferentie"
 
Sampai tiga kali pihak Belanda menyelenggarakan "West Java Conferentie" atau Konferensi Jawa Barat untuk meratakan jalan bagi terbentuknya negara Pasundan. [[Abdulkadir Widjojoatmodjo]] yang menjabat sebagai Recomba (gubernur) Jawa Barat mengambil prakarsa mengadakan konferensi yang pertama tanggal 12-19 Oktober 1947. Dia mengundang sebagai peserta konferensi eks residen republik di Bogor R.A.A Hilman Djojodiningrat yang ditunjuk sebagai ketua. Konferensi Jabar yang kedua diadakan di Bandung tanggal 15-20 Desember 1947, dihadiri oleh 154 peserta yang diangkat oleh Belanda. Karena dianggap "kurang demokrastis" oleh banyak peserta, maka diputuskan agar digelar konferensi ketiga.Itu terjadi dari 23 Februari hingga 5 Maret 1948. Mr. Ali Budiardjo sekretaris delegasi republik dalam perundingan Linggarjati (November 1946) atas kemauan kaum Republikein mengorganisasi Gerakan Plebisit Indonesia tanggal 1 Februari 1948. Menurut pasal persetujuan Renville, sebuah plebisit di bawah supervisi PBB bakal diadakan untuk mengetahui pendapat rakyat sebenarnya. Untuk mengantisipasi referendum di daerah-daerah yang diduduki oleh militer Belanda seperti Jabar, maka republik memutuskan pembentukan Gerakan Plebisit yang bertujuan memengaruhi sikap rakyat. Tapi tanggal 13 Februari 1948 Mr. Ali Budiardjo Ketua Gerakan Plebisit dipanggil oleh Jaksa Agung Belanda, Dr. Felderhof, lalu diberitahu gerakan itu bersifat prematur, belum saatnya.
Namun karena reputasi Kartalegawa sangat buruk, Van der Plas bahkan menjulukinya fraudeur alias koruptor, sehingga bukan dia yang menjadi ketuanya, melainkan [[Raden Sadikin]], pegawai pusat distribusi pangan milik Belanda di Bandung Utara. Sebagai sekretaris dan bendahara, ditunjuk dua orang yang sebelum perang menjadi sopir, dan di Era Pendudukan Jepang menjadi mandor kebun. Keanggotaan dilakukan dengan ‘paksaan halus’.
Wali negara Wiranatakusuma
 
Pemerintah republik mengajukan protes kepada Komisi Jasa-Jasa Baik PBB atas sikap Belanda tadi, tetapi tidak ada dampaknya. Bahkan orang-orang Republikein yang masih ada di Jakarta dan dinilai oleh Belanda sebagai "berbahaya", "subversif" diperintahkan keluar dari Jakarta, yang setelah aksi militer pertama seluruhnya dikuasai oleh pemerintah Van Mook, untuk pergi ke pedalaman yaitu Yogya. Ali Budiardjo dan Hamid Algadrie keduanya dari sekretariat delegasi republik, Jusuf Jahja wakil wali kota republik dll. "dibuang" ke Yogya. Pada konferensi Jabar kedua seorang peserta yang membawakan suara Republikein R.A.A Wiranatakusuma secara blak-blakan menyatakan bahwa para peserta konferensi adalah "boneka-boneka" (Belanda). Pada konferensi ketiga terdapat banyak peserta yang pro republik yang dipimpin oleh Raden Soejoso, eks Wedana Senen Jakarta. Mereka berusaha menggagalkan konferensi, menyebarkan salinan pidato Wapres Mohammad Hatta yang menyerukan agar mencegah pemisahan Jawa Barat dari RI. Belanda menggagalkan gerak peserta pro-Kiblik dalam konferensi Jawa Barat. Tanggal 4 Maret 1948 dipilih Wiranatakusuma, mantan Regent Bandung, Menteri Dalam Negeri kabinet Soekarno, Ketua DPA sebagai Wali negara Pasundan. Peserta pro-Koblik lebih menyukai Wiranatakusuma, kendati sudah tuli di telinga kanan
Kartalegawa berusaha mewujudkan Negara Pasundan yang merdeka dari Indonesia. Usaha ini didukung Residen Belanda di Bandung, [[M. Klaassen]], yang menulis sebuah laporan, tertanggal [[27 Desember]] [[1946]]. Residen Preanger itu menulis dalam laporannya, bahwa sejak berabad-abad lamanya, terjadi persaingan etnis Sunda-Jawa, akibat perbedaan adat, tradisi, dan mentalitas. Indonesia selalu dipimpin oleh etnis Jawa, maka PRP dipandang sebagai suatu gerakan rakyat yang spontan.
dan lumpuh di kaki kiri, ketimbang memilih Recomba Jabar Hilman Djajadiningrat.
 
Wakil AS DuBois
Residen menyambut gembira, karena di [[Tatar Pasundan]] timbul gerakan antirepublik. Gerakan PRP semestinya didukung kendati di dalamnya terdapat orang yang tidak seluruhnya bisa dipercaya, hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, dan bukan karena mencintai Tatar Pasundan. Pendapat ini disetujui Gubernur Abbenhuis, tetapi Van Mook menolaknya.
Van Mook bisa menerima Wiranatakusuma selaku Wali negara Pasundan, sebab dengan
 
itu dia membuktikan bahwa dalam usahanya membentuk negara Indonesia Serikat tidak ada "permainan boneka-boneka". Dengan diakuinya negara bagian Sumatra Timur, Pasundan, Madura, di samping NIT dan Kalimantan Barat yang sudah ada lebih dulu, maka Van Mook maju terus. Akibatnya, perundingan Belanda-Republik di bawah supervisi Komisi Jasa-jasa Baik PBB menghadapi banyak rintangan. Wakil AS dalam komisi itu Court DuBois yang tahun 1930-an menjabat sebagai konsul jenderal AS di Batavia yang mulanya pro-Belanda akhirnya berubah sikap dan memihak kepada RI. Setelah perundingan lamban selama satu setengah bulan di Jakarta dan di Kaliurang, DuBois ikut bersama Presiden Soekarno dan Wapres Hatta dalam peninjauan ke dataran tinggi Dieng. Di sana DuBois sangat terkesan oleh penderitaan kaum pengungsi dari daerah pendudukan militer Belanda. DuBois lalu yakin bahwa wakil hakiki dan satu-satunya dari penduduk Indonesia adalah Republik Indonesia. Belanda marah. Van Mook tidak bisa menerima pandangan dan sikap orang-orang asing seperti Amerika, Inggris, Australia mengenai Indonesia. Tahu apa mereka seperti Mountbatten, Killearn, Kirby, Graham, Critchlay, DuBois? Mereka 'kan bodoh-bodoh, malas, gila perempuan, pemabuk, defaitistis, Belanda tidak mengerti kenapa orang anti-Belanda?***
Kartalegawa menjadi nekat, melihat sikap Van Mook. Pada sebuah pertemuan, 4 Mei 1947, di Bandung, yang dihadiri oleh 5000 orang, ia memproklamasikan Negara Pasundan. Kendati dilarang oleh Van Mook, pejabat Belanda setempat tetap menyediakan truk-truk untuk mengangkut para pengikut Kartalegawa ke Bogor. Di sini mereka disambut baik oleh Kolonel Thompson dan Residen [[Statius Muller]].
Penulis, wartawan senior. Sumber berita Pikiran Rakyat Cetak 2006 melalui http://groups.yahoo.com/group/nasional-list/message/45906
 
gambar atas: Konperensi Jawa barat dilaksanakan di Gedung Sate Bandung. Sumber foto capture dari film Belanda.
Pada masa itu, Soekarno masih didukung oleh banyak rakyat dan Kartalegawa dianggap pembelot. Tapi ini tidak mencegah Kartalegawa melancarkan gerakan di Bogor, Mei 1947, yakni menduduki kantor-kantor dan stasiun, bahkan menawan seorang residen. Kasus PRP adalah pergolakan politik yang menggambarkan situasi pasca Agresi Militer, Juli 1947, di Tatar Sunda.
 
== NEGARA PASUNDAN REPUBLIKEN ==
Jika Negara Pasundan versi Kartalegawa dari golongan federalis kurang didukung oleh tokoh-tokoh Pasundan, sehingga tidak berjalan, maka berbeda dengan Negara Pasundan versi Wiranatakusumah dari golongan republiken yang cukup menggeliat, karena melibatkan tokoh-tokoh Sunda dalam konferensi.
 
Dua sikap politik yang terjadi terkait Negara Pasundan; federalis, yaitu sikap mendukung Indonesia Serikat. Dan republiken, yang mendukung Republik Indonesia dan menolak Indonesia Serikat. Keterlibatan para tokoh republiken pada Negara Pasundan, lebih merupakan strategi politik agar Tatar Pasundan tidak lepas dari Republik Indonesia. Salah satu tokoh penting dalam perjuangan tersebut adalah Wiranatakusumah yang diangkat menjadi Presiden Pasundan.
 
Wiranatakusumah merupakan figur vokal dalam memperjuangkan nasib kaum pegawai bumiputera. Ia menginginkan agar bupati, selain sebagai alat birokrasi pemerintah, juga harus berpolitik untuk kepentingan kaum pribumi. Ketika menjabat Bupati Bandung, untuk menjalin hubungan informasi dengan pejabat pemerintahan hingga ke tingkat desa, ia menerbitkan majalah Obor.
 
Soekarno meminta kepada para pangreh praja yang pernah menjabat pegawai pemerintahan colonial Belanda, agar loyal kepada Republik Indonesia. Wiranatakusumah sangat mendukung perjuangan kaum nasionalis dan pemerintahan Republik Indonesia itu. Ketika diadakan konferensi pangreh praja, 2 September 1945, di Jakarta, Wiranatakusumah menjadi tokoh penting di dalamnya.
 
Wiranatakusumah mendesak pangreh praja agar mendekati rakyat dan komite-komite nasional, untuk menghindari anggapan campur-tangan dalam kedudukan mereka, karena situasi menuntut adanya persatuan dan kesatuan. Kedekatan dan pemikiran nasionalis ini antara lain membawa Wiranatakusumah menjabat Menteri Dalam Negeri Indonesia, yang pertama.
 
Walaupun menjadi pejabat dalam pemerintahan pusat, Wiranatakusumah tidak melupakan perjuangan di Pasundan. Gagalnya Kartalegawa dalam mendirikan Negara Pasundan, telah menyadarkan Belanda bahwa Kartalegawa bukanlah tokoh yang berpengaruh di Pasundan. Belanda kemudian melibatkan semua lapisan masyarakat melalui konferensi, membangun Negara Bagian Pasundan.
 
Konferensi pertama kali dilakukan di Bandung, 12-19 Oktober 1947, diselenggarakan Recomba, dihadiri 50 orang, dari pejabat pemerintah, tokoh agama, kalangan swasta, tokoh pendidikan, dan psikolog. Pembicaraan utama dalam konferensi ini adalah perlu atau tidaknya pembentukan Negara Pasundan.
 
Dalam menyikapi pembicaraan tersebut, terdapat 3 pendapat. Pertama, federalis, yang menghendaki pendirian Negara Pasundan yang terpisah dari Indonesia. Kedua, republiken, yang tidak menghendaki berdirinya suatu negara yang terpisah dari Indonesia. Dan ketiga, kelompok abstain.
 
Konferensi pertama belum menghasilkan pembentukan Negara Pasundan, sehingga konferensi dilanjutkan berikutnya, 16-20 Desember 1947, melibatkan bangsa pribumi, pendatang Cina, pendatang Arab, dan orang Belanda, total berjumlah 159 orang.
 
Hingga Konferensi Jabar III dilaksanakan, tepatnya 23 Februari-5 Maret 1948 di Bandung. Konferensi ini bertujuan melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam konferensi-konferensi sebelumnya, yaitu berdirinya Negara Pasundan, dan terpilihnya Wiranatakusumah sebagai presiden.
 
Wiranatakusumah terpilih melalui proses pemilihan. Dalam pemilihan ini ada 2 kubu yang bersaing, yaitu federalis dan republiken. Wiranatakusumah merupakan perwakilan dari kubu republiken, sedangkan wakil dari kubu federalis adalah [[Hilman Djajadiningrat]].
 
Kemenangan Wiranatakusumah merupakan kemenangan kaum republiken yang tidak memiliki tujuan khusus membentuk Negara Pasundan, melainkan strategi politik belaka agar Pasundan tidak terpisah dari Indonesia.
 
Terpilihnya Wiranatakusumah sebagai Presiden Pasundan, mendapat restu dari Soekarno. Ketika terpilih, Wiranatakusumah masih menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Agung Indonesia dan berkedudukan di Yogyakarta, ibukota Indonesia saat itu, karena Jakarta diduduki Belanda.
 
Soekarno melihat, kemenangan Wiranatakusumah merupakan kemenangan Indonesia sekaligus, mengingat Wiranatakusumah adalah tokoh Sunda republiken Pro-Indonesia.
 
Sikap republiken Wiranatakusumah dalam menjalankan pemerintahan Negara Pasundan sangat menonjol. Ia menunjuk tokoh republiken dari Paguyuban Pasundan, [[Adil Puradiredja]] sebagai Perdana Menteri Pasundan. Dalam Koran Siasat, Adil mengatakan bahwa Negara Pasundan bukanlah tujuan, melainkan hanyalah jalan. Pernyataan Adil ini mendapat teguran dari Belanda.
 
Saat terjadi Agresi Militer II, 19 Desember 1948, Adil Puradiredja mengundurkan diri, sebagai bentuk protes. Adil digantikan Tumenggung Djumhana. Program Djumhana mendapat teguran pula dari Belanda, bahkan mengancam akan membubarkan Negara Pasundan dan diganti dengan pemerintahan militer. Tekanan Belanda tersebut direspons Wiranatakusumah dengan balik mengancam ia akan meletakkan jabatannya.
 
Kedudukan Negara Pasundan semakin lemah setelah terjadinya Peristiwa APRA, [[Angkatan Perang Ratu Adil]], yang dipimpin [[Westerling]] 30 Januari 1950, Presiden Pasundan menyerahkan mandatnya kepada Parlemen Pasundan.
 
Di kediaman Presiden, dilangsungkan serah-terima kekuasaan Negara Pasundan kepada Komisaris Republik Indonesia, Sewaka. Tanggal 8 Maret 1950, Negara Pasundan resmi bubar dan kembali berada di bawah Republik Indonesia.
 
== Referensi ==