Meulaboh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fikrulhaman (bicara | kontrib)
sembunyikan sebagian besar isi suntingan anon tertanggal 23 Desember 2010 02.45‎ karena tidak ada rujukannya, perlu dicek and recek
Fikrulhaman (bicara | kontrib)
Baris 10:
[[Berkas:Batu Putih Meulaboh.jpg|thumb|300px|left|Pantai Batu Putih di Meulaboh]]
 
Penamaan Meulaboh diduga kuat terkait dengan letaknya yang berdekatan dengan laut dan dapat ''dilaboh pukat'' ataupun melabuhkan kapal. H. M. Zaninuddin dalam buku ''Tarich Atjeh dan Nusantara'' mencatat, kawasan ini awalnya dikenal sebagai Negeri Pasir Karam.<ref name=211/>

Menurut sebagian pendapat, negeriNegeri iniPasir Karam diperkirakan telah ada sejak [[abad ke-15]] atau pada masa pemerintahan Sultan Sultan Saidil Mukamil (1588-1604).<ref name=211>Zaninuddin, H. M. ''Tarich Atjeh dan Nusantara''. hlm. 211.</ref> Pada waktu itu mulai dibuka perkebunan merica, tapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri [[Singkil]] yang banyak disinggahi kapal dagang untuk memuat kemenyan dan kapur barus.{{fact}} Adapun penamaan Negeri Pasir Karam menjadi Meulaboh, sebagaimana yang diterakan Zainuddin dalam bukunya, terkait erat dengan kisah pendaratan sejumlah pendatang dari [[Minangkabau]]. Kata "Meulaboh" sendiri dalam [[bahasa Aceh]] yang umum digunakan oleh [[suku Aceh]] setempat berarti "berlabuh" atau "tempat berlabuh".<ref>Kamus Aceh-Indonesia yang diterbitkan Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan, Lembaga Pengembangan Bahasa dan Kebudayaan Tahun 1985.</ref> Menurut pendapat versi ini, sejak itulah Negeri Pasi Karam lambat laun dikenal dengan nama Meulaboh, yaitu dikait-kaitkan dengan kisah pendaratan pendatang dari Minangkabau tersebut.<ref>Zaninuddin, H. M. ''Tarich Atjeh dan Nusantara''. hlm. 212.</ref><!--
 
Catatan sejarah menunjukan bahwa Meulaboh sudah ada sejak 4 abad yang silam, yaitu pada masa Sultan Sultan Saidil Mukamil (1588-1604) naik tahta. Pada masa pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] (1607-1636), negeri itu ditambah pembangunannya. Pada waktu itu mulai dibuka perkebunan [[merica]], tapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri [[Singkil]] yang banyak disinggahi kapal dagang untuk memuat kemenyan dan [[kapur barus]]. Lalu pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasi Karam kembali ditambah pembangunannya dengan memperluas pembukaan kebun merica. Untuk mengelola kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari [[Pidie]] dan [[Aceh Besar]].