Saifuddin Zuhri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jasintacantik (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Caklul (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 28:
|footnotes =
}}
'''Prof. K.H. Saifuddin Zuhri''' ({{lahirmati|kota kawedanan [[Sokaraja]], 9 kilometer dari [[Banyumas]]|1|10|1919||25|3|1986}}) adalah [[Menteri Agama Republik Indonesia]] pada [[Kabinet Kerja III]], [[Kabinet Kerja IV]], [[Kabinet Dwikora I]], [[Kabinet Dwikora II]], dan [[Kabinet Ampera I]].
 
== Awal Kehidupan ==
 
Ayahnya bernama Haji Muhammad Zuhri dari keluarga petani yang taat beragama. Ibunya bernama Siti Saudatun, salah seorang cucu Kiai Asraruddin, seorang ulama yang berpengaruh dan memimpin sebuah pesantren kecil di daerahnya. Ketika tak dapat menghindari penunjukan Bupati (Regent) Banyumas untuk memangku jabatan penghulu, pengaruh Kiai Asraruddin bertambah besar. Jadilah ia seorang ulama, politisi, pejuang sekaligus seorang penghulu.
 
K.H. Saifuddin Zuhri dibesarkan dalam pendidikan pesantren di daerah kelahirannya, sebuah pesantren kecil yang tidak tenar namanya. Masa mudanya ditempuh dalam keprihatinan untuk mendidik diri sendiri. Ia memasuki pergerakan pemuda dalam tempaan zaman pergolakan bersenjata dan pergerakan politik. Pada usia 19 tahun ia dipilih menjadi pemimpin [[Gerakan Pemuda Ansor]] Nahdlatul Ulama Daerah Jawa Tengah Selatan, dan Konsul [[Nahdlatul 'Ulama]] Daerah Kedu merangkap Guru Madrasah. Berbarengan dengan itu ia aktif dalam dunia kewartawanan, menjadi koresponden kantor berita Antara (kini [[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara]]) dan beberapa harian dan majalah.
 
== Perjuangan ==
 
K.H. Saifuddin Zuhri diangkat sebagai Komandan Divisi Hizbullah Jawa Tengah dan Anggota Dewan Pertahanan Daerah [[Kedu]] ia memimpin laskar Hizbullah untuk bersama-sama pasukan TKR di bawah pimpinan Kol. [[Soedirman]], dan berbagai pasukan kelasykaran rakyat lainnya ikut pertempuran [[Ambarawa]] (yang terkenal dengan peristiwa [[Palagan Ambarawa]]) itu dan berhasil mengusir penjajah. Karena keterlibatan aktif, sungguh-sungguh, dan penuh kepahlawanan dari KH. Saifuddin Zuhri dalam Perang Ambarawa dan perang gerilya lainnya, maka Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menganugerahkan “Tanda Kehormatan [[Bintang Gerilya]]”, sesuai dengan SK Presiden Republik Indonesia No. 2/Btk/1965 tanggal 4 Januari 1965.
 
Selain dari Pemerintah Republik Indonesia, KH. Saifuddin Zuhri sering mendapatkan penghargaan berupa tanah dari masyarakat. Dalam surat hibah tanah itu ditulis ucapan terima kasih kepada Komandan Hizbullah KH. Saifuddin Zuhri karena telah membantu menyelamatkan keluarganya di zaman revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, tanah itu tidak dijadikan sebagai tanah pribadi. KH. Saifuddin memberikan tanah itu kepada kiai lokal untuk dijadikan sebagai [[pesantren]] atau lembaga pendidikan Islam.
 
Kenapa KH. Saifuddin Zuhri meminta agar tanah yang diterima dari orang kaya yang pernah ditolongnya menjadi pesantren? Bagi beliau, pesantren merupakan lembaga di mana para pelajar dididik secara holistik, baik secara intelektual maupun secara mental. Lebih dari itu, pesantren merupakan basis dan pondasi untuk memupuk nasionalisme, terutama di kalangan umat Islam. Pesantren yang biasanya didatangi pelajar dari penjuru tanah air merupakan “kawah candradimuka” yang paling ampuh untuk mengenalkan persaudaraan antar sesama bangsa yang dalam tradisi Nahdlatul Ulama sering disebut dengan ukhuwah wathaniyah.
 
 
== Pendidikan ==
Baris 59 ⟶ 74:
* Berangkat dari Pesantren – karyanya yang rampung menjelang akhir hayat.
 
== Penghargaan ==
Pada usia 45 tahun KH. Saifuddin Zuhri mendapat diwisuda menjadi Guru Besar Luar Biasa dalam bidang dakwah dari [[IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta]]. Pada tahun 1965 menerima penghargaan Bintang Equitem Commendatorem Ordinis Sancti Silvestri Papae dari Sri Paus di Vatican, Roma.
== Sumber ==
# [http://yayasansaifuddinzuhri.blogspot.com/2009/06/kh-saifuddin-zuhri-1919-1986_19.html KH. Saifuddin Zuhri (1919-1986)]