Sutan Takdir Alisjahbana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Baris 45:
Kariernya beraneka ragam dari bidang sastra, bahasa, dan kesenian. STA pernah menjadi redaktur ''Panji Pustaka'' dan Balai Pustaka (1930-1933). Kemudian mendirikan dan memimpin majalah ''[[Poedjangga Baroe]]'' (1933-1942 dan 1948-1953), ''Pembina Bahasa Indonesia'' (1947-1952), dan ''Konfrontasi'' (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di [[Universitas Nasional]], Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), guru besar dan Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
 
Sebagai anggota [[Partai Sosialis Indonesia]], STA pernah menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). DiaSTA juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah ''Ilmu dan Budaya'' (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (1994).
 
STA merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal. Berkat pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi sekaligus pro-Barat, STA sempat berpolemik dengan cendekiawan Indonesia lainnya. STA sangat gelisah dengan pemikiran cendekiawan Indonesia yang anti-materialisme, anti-modernisasi, dan anti-Barat. Menurutnya, bangsa Indonesia haruslah mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, memodernisasi pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat.<ref>Achdiat K. Mihardja, Polemik Kebudayaan : Pokok Pikiran St. Takdir Alisjahbana, Pustaka Jaya, 1977</ref>