Yang Dipertuan Pagaruyung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 7:
Dari [[tambo Minangkabau|tambo]] yang ada pada masyarakat Minang, sedikit banyaknya ada yang dapat dikaitkan dengan beberapa bukti sejarah, misalnya penyebutan ''Maharajodirajo'' sebagai nenek moyang mereka dapat dihubungkan dengan penemuan beberapa prasasti di pedalaman Minangkabau zaman [[Adityawarman]] yang menyebut dirinya sebagai ''Maharajadiraja'' di [[Malayapura]].<ref name="Cas">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=An ancient garden in West Sumatra |journal=Kalpataru |year=1990 |issue=9|pages= 40-49}}</ref>
 
Selain itu penyebutan ''tuan'' juga sudah diperkenalkan pada zaman Aditywarman, pada salah satu prasastinya, [[Ananggawarman]] sebagai ''yuvaraja'' (putra mahkota) menyebut bapaknya sebagai ''Surawasawan'' atau "Tuan Suruaso". Sedangkan dalam [[Pararaton]] dan ''Kidung Panji Wijayakrama'' Adityawarman juga disebut sebagai ''Tuan Janaka'' bergelar ''Mantrolot Warmadewa''.<ref>Mangkudimedja, R.M., (1979), ''Serat Pararaton'', Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP, Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.</ref>. Tercatat Adityawarman beristrikan Puti Jamilah atau dikenal dengan Puti Reno Jalito anak Datuk Ketemanggungan sebagai bentuk dari penyatuan melayu yang dibawa oleh Adityawarman ke dalam istana minangkabau yang kemudian hari berganti nama menjadi istana pagaruyung. Perkawinan itu mencatat Ananggawarman sebagai putra dari Adityawarman. Ananggawarman menikah Putri Reno Dewi menghasilkan keturunan tiga orang putri yaitu Puti Reno Bungsu,Sipanjang Rambuik I, Puti Salareh Pinang Masak. Puti Salareh Pinang Masak dipersunting oleh seorang raja melayu di Jambi.Puti Reno Bungsu menikah dengan Dewang Pandan Putowano diberi gelar Tuanku Marajo Sati I sementara Puti Reno Bungsu diberi gelar Puti Silindung Bulan. dan istana minangkabau lebih dikenal dengan julukan istana Lindung Bulan, karena adanya sistem matrilineal yang berlaku saat itu. Pernikahan Puti Silindung Bulan dengan Marajo Sati I menghasilkan satu anak laki-laki dan satu anak perempuan, yaitu Puti Sipanjang Rambuik 2 (yang memakai nama bibinya) dan Tuanku Rajo Bagindo.Dikemudian hari Tuanku Rajo Bagindo diutus menjadi raja di Renah Sekalawi dan diberi gelar Rajo Mudo, karena peraturan menjadi raja haruslah orang yang sudah menikah, maka Rajo Mudo pun dinikahkan dengan anak seorang ajai (pemimpin)disana yang berdarah melayu namanya Puti Dayang Gilang anak Rio Bitang yang kemudian gelarnyapun bertambah menjadi Rajo Mudo Rajo Megat. Dan pada saat Puti Sipanjang Rambuik 2 dewasa Basa ampek balai ragu untuk mengangkatnya sebagai raja menggantikan ayahnya Tuanku Marajo Sati karena belum menikah.Puti Sipanjang Rambuik 2 kesulitan mendapatkan jodoh karena berilmu tinggi hingga sulit terkalahkan. Karena setiap yang ingin mempersuntingnya haruslah mampu mengalahkan kesaktiannya terlebih dahulu.Berita itupun tersiar sampai ke segala penjuru. Hingga terdengar kabarnya sampai ke dinasti Mahkudum, tersebutlah seorang yang terbilang sakti mampu mengalahkannya. Sementara Basa Ampek Balai sepakat untuk mengangkat sepupunya, Dewang Pati Rajawamo (Sultan Marajo Hakikat), putra dari abang kandung Tuanku Marajo Sati I yakni Dewang Bonang Sutowano (muridnya Syekh Maulana Magribi). Namun pada hari penobatan Dewang Bonang Sutowano alias Sultan Marajo Hakikat yang mendengar berita bahwa Puti Sipanjang Rambuik 2 sudah berhasil dikalahkan oleh seorang yang sakti akhirnya melatakan mahkota kerajaan diatas kepala sepupunya, Puti Sipanjang Rambuik 2. Maka sejak itu jadilah Puti Sipanjang Rambuik 2 menjadi raja Minangkabau dengan gelar Yang Dipertuan Putri Rajo Alam Minangkabau. Kemudian ratu minangkabau ini dinikahkan Basa Ampek Balai dengan Anggun Cindai Nan Gunawan alias Bujanggo Salamat alias Tuan Keramat Sati atau Hyang Indojati dari dinasti Makhudum di Sumanik, Bukit Siguntang-guntang Merapi.Pada masa pemerintahan Puti Sipanjang Rambuik 2 berkuasa, Hyang Indojati pernah diutus ke Sungai Ngiyang Kerinci (hulu rawas) untuk berperang dengan China Kwantung. Puti Sipanjang Rambuik 2 mewarisi dua kerajaan dari ayahnya yang melayu dan dari ibunya yang minang. dari Ibunya istana siLindung Bulan, dari ayahnya istana melayu Ulak Tanjung Bungo.Yang kemudian disatukan menjadi istana pagaruyung. Dalam pernikahan Puti Sipanjang Rambuik 2 dengan Hyang Indojati belum mendapatkan anak, maka dinikahkanlah suaminya dengan anak juru kunci istana Pagaruyung, setelah pernikahan dilangsungkan ternyata Puti Sipanjang Rambuik 2 pun melahirkan seorang anak laki-laki bernama Remondung, dan anak juru kunci istana pagaruyung pun melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Cindur Mato. Kemudian hari Puti Sipanjang Rambuik 2 mengganti namanya dengan panggilan Bundo Kanduang, sementara anak juru kunci istana pagaruyung memakai nama Kambang Bandohari. Oleh karena sistem yang dipakai dalam istana pagaruyung adalah matrilineal, maka sejak kanak Dang Tuanku sudah ditunangkan oleh ibunya dengan kemenakannya di Renah Sekalawi anak saudara laki-lakinya yang bernama Tuanku Rajo Bagindo yang menjadi raja disana yang memakai gelar Rajo Mudo Rajo Megat. Anak Tuanku Rajo Bagindo yang ditunangkan itu bernama Puti Bungsu. Pada Saat Remondung dewasa ia pun naik tahta menggantikan ibunya dengan gelar Dang Tuanku Syah Alam Raja Alam Minangkabau. Terjadinya prahara kisah cindur mato menyebabkan Dang Tuanku Syah Alam Raja Alam Minangkabau yang akhirnya berhasil menikahi Puti Bungsu dari Renah Sekalawi menyebabkan perang berdarah yang mengancam stabilitas istana pagaruyung dan keselamatan rakyat tak berdosa dari kemarahan Raja Tiang Bungkuk akibat terbunuhnya Imbang Jayo oleh Raja Tiga Selo dalam penyerbuan Imbang Jayo yang pertama ke istana Pagaruyung untuk memperebutkan Puti Bungsu Kembali yang dilarikan oleh Cindur Mato saat pernikahan akan berlangsung. Untuk menghindari perang berdarah itu Dang Tuanku Syah Alam Raja Alam Minangkabau pun memutuskan untuk pergi meninggalkan istana turut dalam pelarian itu Bundo Kanduang dan bundo Kambang Bandohari. Tampuk pimpinan kerajaan diserahkan kepada panglima Cindur Mato.Setelah melewati perjalanan sejarah yang panjang kisruh kisah terbunuhnya Imbang Jayo, Cindur Mato ditangkap oleh Raja Tiang Bungkuk sebagai tawanan menggantikan Dang Tuanku Syah Alam Raja Alam Minangkabau. Setelah begitu lama akhirnya Cindur Mato mampu mencari kelemahan Raja Tiang Bungsuk dan mengalahkannya.Untuk menebus kesalahannya Cindur Mato menikahi putri Raja Tiang Bungkuk, yang bernama Puti Ranit Jitan. Namun Cindur Mato memutuskan untuk kembali ke istana Pagaruyung untuk dinikahkan dengan putri Datuak Bandaro yang bernama Puti Lenggogeni. Sementara Puti Ranit Jitan tetap tinggal di Sungai Ngiyang. Setelah pernikahan dilangsungkan Cindur Mato naik tahta sesuai mandat dari kakaknya Dang Tuanku Syah Alam Raja Alam Pagaruyung. Namun hanya beberapa waktu saja, karena kemudian Cindur Mato memutuskan untuk menyusul bundanya Kambang Bandohari dan kakaknya Dang Tuanku Syah Alam yang diperkirakan ada di sekitar Lunang.Dan Cindur Mato dimakamkan di Lunang. Dan tercatat Dang Tuanku dalam persembunyian pergi ke Indropuro dan naik tahta disana beberapa tahun saja.
Selain itu penyebutan ''tuan'' juga sudah diperkenalkan pada zaman Aditywarman, pada salah satu prasastinya, [[Ananggawarman]] sebagai ''yuvaraja'' (putra mahkota) menyebut bapaknya sebagai ''Surawasawan'' atau "Tuan Suruaso". Sedangkan dalam [[Pararaton]] dan ''Kidung Panji Wijayakrama'' Adityawarman juga disebut sebagai ''Tuan Janaka'' bergelar ''Mantrolot Warmadewa''.<ref>Mangkudimedja, R.M., (1979), ''Serat Pararaton'', Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP, Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.</ref>
 
Selanjutnya pengaruh [[Islam]] dan perubahan politik kemungkinan juga memengaruhi struktur kekuasaan, dari tambo disebutkan bahwa hirarki kekuasaan raja Minangkabau terbagai atas ''[[Raja Alam]]'' di Pagaruyung, kemudian tingkatan berikutnya adalah [[Raja Adat]] di [[Buo, Lintau Buo, Tanah Datar|Buo]] dan [[Raja Ibadat]] di [[Sumpur Kudus, Sijunjung|Sumpur Kudus]]. Bersama-sama mereka bertiga disebut ''[[Rajo Tigo Selo]]'' (Tribuana Raja), artinya tiga orang raja yang "bersila" atau bertahta. Raja Adat memutuskan masalah-masalah adat, sedangkan Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Alam. Istilah lainnya yang digunakan untuk mereka dalam [[Bahasa Minang]] ialah ''tigo tungku sajarangan''. Adanya pembagian kekuasaan ini juga diperkuat oleh [[Tomé Pires]] dalam [[Suma Oriental]] yang ditulis antara tahun 1513 dan 1515, yang menyebutkan bahwa di pedalaman Minangkabau terdapat tiga raja dan salah seorang dari mereka telah menjadi [[muslim]] sejak 15 tahun sebelumnya.Tercatat yang pernah memakai gelar raja alam diantaranya adalah Puti Sipanjang rambuik 2 dengan gelar Yang Dipertuan Putri Raja Alam Minangkabau, dan putranya Remondung dengan gelar Dang Tuanku Syah Alam Raja Alam Minangkabau.Dan dua-duanya menghilang dari alam minangkabau dalam sebuah kisah tragedi cindur mato.