Benteng De Kock: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Muri69 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Muri69 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya [[Perang Paderi]] pada tahun [[1821]]-[[1837]] .Semasa pemerintahan Be­lan­da, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat peme­rintahan, kota ini disebut sebagai ''Gemetelyk Resort'' pada tahun [[1828]]. Sejak tahun [[1825]] [[Hindia Belanda | pemerintah Kolonial Belan­da]] telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat peme­rintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.
 
Fort de Kock juga diba­ngun sebagai lambang bahwa [[Belanda | Kolonial Belanda]] telah berhasil menduduki daerah di [[Sumatera Barat]]. Benteng tersebut meru­pakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan [[Belanda]] terhadap wilayah [[Kota Bukittinggi | Bukittinggi]],[[Kabupaten Agam | Agam]], dan [[Kabupaten Pasaman | Pasaman]]. [[Belanda]] memang cerdik untuk menduduki [[Su­ma­tera Barat]], mereka meman­faatkan konflik intern saat itu, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok aga­ma selama [[Perang Paderi]] yang berlangsung [[1821]] hingga tahun [[1837]].
 
Belanda yang membantu kaum adat melahirkan sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de Kock.