Peristiwa Situjuah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Peristiwa Situjuh''' adalah suatu peristiwa penyerangan oleh pasukan penjajah Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia di masa PDRI yang mene...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 3 November 2012 18.26

Peristiwa Situjuh adalah suatu peristiwa penyerangan oleh pasukan penjajah Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia di masa PDRI yang menewaskan beberapa orang pimpinan pejuang dan puluhan orang anggota pasukan lainnya.

PDRI

PDRI adalah suatu pemerintahan darurat yang dibentuk pada tanggal 22 Desember 1948 oleh beberapa orang pimpinan pejuang kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Pemerintahan itu dibentuk karena ditangkapnya beberapa orang pemimpin Republik Indonesia yaitu Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menteri Luar Negeri Agus Salim serta Sjahrir dan lainnya oleh pihak Belanda ketika terjadinya Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.

Ibukota PDRI adalah Bukittinggi, namun perjuangannya lebih banyak terjadi di desa-desa dan hutan-hutan Sumatera Tengah sehingga disebut "Pemerintahan Dalam Rimba Indonesia" (PDRI) oleh pihak Belanda. Sedangkan lokasinya disebut "Somewhere in the Jungle".

Patriot Bangsa

Dalam salah satu mata rantai perjuangan PDRI itulah terjadi suatu peristiwa pada tanggal 15 Januari 1949, dimana puluhan orang pejuang yang terdiri dari beberapa pimpinan dan puluhan anggota pasukan Barisan Pengawal Negeri dan Kota (BPNK) tewas seketika diberondong tembakan oleh pihak penjajah Belanda. Peristiwa itu terjadi di Lurah Kincia, Situjuh Batur, Kecamatan Situjuh Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Malam sebelumnya pada 14 Januari 1949 para pejuang tersebut mengadakan rapat untuk membahas strategi dalam mengahadapi agresi yang dilakukan pihak Belanda yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Rapat itu atas instruksi Gubernur Militer Sumatera Tengah Sutan Muhammad Rasjid dan dipimpin oleh Chatib Sulaiman selaku Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah. Selain itu rapat juga diikuti oleh beberapa orang pimpinan pejuang lainnya, diantaranya Arisun Sutan Alamsyah (Bupati Militer Lima Puluh Kota), Letnan Kolonel Munir Latief, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Lettu Azinar, Letda Syamsul Bahri serta 69 orang pasukan Barisan Pengawal Negeri dan Kota (BPNK).

Hasil rapat memutuskan bahwa mereka akan menyerang kota Payakumbuh yang diduduki Belanda, dan akan menduduki kota itu sambil menggelorakan semangat perlawanan gerilya rakyat untuk membuktikan pada dunia internasional bahwa Pemerintahan Republik Indonesia masih ada dan didukung rakyat yang terus melakukan perlawanan dan perjuangan. Semua itu dilakukan untuk melawan propaganda Belanda yang selalu mengatakan bahwa mereka telah menguasai Indonesia sepenuhnya setelah mereka berhasil menduduki ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta, serta menangkap dan mengasingkan para pemimpin Republik.

Subuh hari setelah beristirahat seusai rapat, ketika hendak melaksanakan shalat subuh tiba-tiba mereka diserang oleh pihak Belanda. Para pimpinan pejuang yang ikut menghadiri rapat tersebut beserta puluhan pejuang lainnya-pun gugur seketika.

Peristiwa yang terjadi di Lurah Kincia, Situjuh Batur, Kecamatan Situjuh Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat itu dikenang sebagai "Peristiwa Situjuh".

Pranala luar