Jembul Tulakan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dj Ran (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
== Tujuan Penyelenggaraan ==
 
setahunSetahun sekali, setiap bulan Apit hari Senin Pahing, sebagai tanda rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas rizkirezeki yang dilimpahkan pada penduduk Kademangan Tulakan, Ki Demang Barata mengadakan upacara syukuran yang kemudian dikenal dengan sedekah bumi.
Arti kata sedekah bumi adalah sedekah (amal) dari hasil bumi yang diwujudkan dengan berbagai macam makanan kecil.
 
Sebagai langkah untuk mengingat laku tapa brata yang dilakukan oleh Nyai [[Ratu Kalinyamat]] dalam menuntut keadilan atas kematian suaminya, Sunan Hadiri, yang dibunuh oleh Arya Panangsang. Sebelum sedekah bumi pada hari Senin Pahing, didahului manganan dipunden Nyai Ratu Kalinyamat, yaitu bekas pertapaan. Pada hari Jumat Wage sesuai dengan riwayat yang menyebutkan bahwa kedatangan Ratu Kalinyamat untuk bertapa adalah Jumat Wage.
dilimpahkan pada penduduk Kademangan Tulakan. Ki Demang Barata mengadakan upacara syukuran yang kemudian dikenal dengan
Sebagai tanda bukti dan setia murid-murid Ki Demang Barata yang sudah memimpin pedukuhan, masing-masing mengantarkan makanan kecil ke rumah Ki Demang. Makanan kecil tersebut diletakkan dalam dua buah ancak dan di atas makanan kecil ditanamkan belahan bambu yang diirat tipis-tipis. Iratan tipis bambu tersebut melambangkan rambut jembul dengan diatur sedemikian rupa.
 
Ancak dari rambut jembul dari iratan bambu tipis tersebut dinamakan Jembul Tulakan. Jembul merupakan perlambangan dari ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat waktu menjalani pertapaan yaitu ''Ora pati-pati wudhar tapaningsun, yen durung keramas getehe lan karmas keset jembule Aryo Panangsang'' yang dapat berarti tidak akan menyudahi tapa kalau belum keramas dengan darah dan keset rambut [[Aryo Panangsang]].
sedekah bumi. Arti kata sedekah bumi adalah sedekah ( amal ) adri hasil bumi yang diwujudkan dengan berbagai macam makanan
 
kecil.
Sebagai langkah untuk mengingat laku tapa brata yang dilakukan oleh Nyai [[Ratu Kalinyamat]] dalam menuntut keadilan atas
 
kematian suaminya Sunan Hadiri, yang dibunuh oleh Arya Panagsang. Sebelum sedekah bumi pada hari Senin Pahing, didahului
 
manganan dipunden Nyai Ratu Kalinyamat, yaitu bekas pertapaan. Pada hari Jum’at Wage sesuai dengan riwayat yang menyebutkan
 
bahwa kedatangan Ratu Kalinyamat untuk bertapa adalah Jum’at Wage.
Sebagai tanda bukti dan setia murid-murid Ki Demang Barata yang sudah memimpin pedukuhan, masing-masing mengantarkan
 
makanan kecil kerumah Ki Demang. Makanan kecil tersebut diletakkan dalam dua buah ancak dan diatas makanan kecil ditanamkan
 
belahan bambu yang diirat tipis-tipis. Iratan tipis bambu tersebut melambangkan rambut jembul dengan diatur sedemikian
 
rupa.
Ancak dari rambut jembul dari iratan bambu tipis tersebut dinamakan Jembul Tulakan. Jembul merupakan perlambangan dari
 
ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat waktu menjalani pertapaan yaitu Ora pati-pati wudhar tapaningsun, yen durung
 
keramas getehe lan karmas keset jembule Aryo Panangsang yang dapat berarti tidak akan menyudahi tapa kalau belum keramas
 
dengan darah dan keset rambut [[Aryo Panangsang]].
 
== Manfaat ==
Dari sisi atraksi budaya, upacara tradisional Jembul Tulakan cukup menarik karena melibatkan seluruh masyarakat yang merasa memiliki tradisi tersebut. Dengan terlibatnya masyarakat secara merata membuat tradisi ini mampu terpelihara dari waktu ke waktu dengan berbagai nuansa baru yang tetap mempertahankan persyaratan upacara yang dianggap harus ada, baik dari segi peralatan maupun langkah-langkah yang harus dilalui.
Atraksi Jembul Tulakan ini, di samping menarik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut juga sebagai bagian dari aktivitas budaya penyelarasan dengan alam lingkungan, juga menjadi tontonan budaya bagi masyarakat lain yang tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan ini.
Dengan berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat pendukung maupun yang datang sebagai penonton, maka tradisi ini sekaligus dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, minimal wisata lokal. Munculnya aktivitas budaya ini juga dibarengi dengan aktivitas ekonomi. Setiap kali perayaan pasti mendatangkan penjual makanan kecil maupun warung-warung suvenir dan oleh-oleh yang menjadi makanan khas di sana. Atraksi ini mampu mendatangkan bentuk kegiatan ekonomi baru sebagai unit usaha yang mendukung kegiatan pariwisata meskipun masih dalam lingkup kecil atau lokal. Namun demikian, lama-kelamaan dengan tersebarnya informasi mengenai lokasi-lokasi wisata yang ada di Kabupaten Jepara, diharapkan atraksi budaya Jembul Tulakan ini dapat menjadi daya tarik wisata yang bersifat nasional. Apalagi melihat perkembangan yang ada di Jepara sekarang ini, berkaitan dengan hadirnya para pengusaha asing untuk melakukan kegiatan ekonomi pada industri kerajinan ukir. Biasanya para pendatang asing tersebut juga tertarik dengan tradisi budaya yang masih terpelihara untuk lebih mudah menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat.
Langkah strategis yang ditempuh oleh Dinas Pariwisata Jepara juga dapat dijadikan indikator bahwa Upacara Jembul Tulakan memberi kontribusi pada daya tarik wisatawan, dengan cara memasukkannya sebagai salah satu jadwal paket wisata yang dapat dikunjungi. Hal tersebut sekaligus menjadi salah satu sumber pendapatan Pemerintah Kabupaten, baik berupa pajak penjualan pada warung-warung dan pemasukan bagi masyarakat sendiri sebagai penjual.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah kabupaten sendiri mempunyai kepedulian untuk melestarikan tradisi ini. Di satu sisi sebagai salah satu sumber pemasukan daerah, sisi lainnya memang sudah menjadi bagian sumber mata pencaharian tambahan masyarakat sekitar objek wisata tersebut dengan menjual makanan, jasa penitipan sepeda dan transportasi.
Masyarakat secara umum merasa bahwa pelaksanaan tradisi sedekah bumi memberikan manfaat. Pertama, sebagai sarana bersyukur pada sang pencipta karena selama satu tahun masyarakat telah diberi rezeki hasil panen. Ke dua, sebagai media pembelajaran bagi setiap pemimpin desa bagaimana menempatkan dirinya menjadi seorang pemimpin yang baik. Mampu mengayomi dan menciptakan ketenteraman dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Hal ini disampaikan melalui proses mengitari jambul. Seorang pemimpin harus selalu memerhatikan kehidupan masyarakat secara umum. Ke tiga, tadisi sedekah bumi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat, berupa wayang maupun tayub. Ke empat, pada saat dilakukan sedekah tersebut biasanya muncul usaha-usaha sampingan penduduk baik dalam bentuk jasa maupun makanan kecil, sebagai cara untuk menambah pendapatan penduduk. Ke lima, sebagai sarana untuk mengingat perjalanan sejarah desa, baik yang berupa cerita rakyat maupun yang sudah dapat dibuktikan kebenarannya.
Terutama dalam tradisi sedekah Bumi Tulakan ini adalah sejarah mengenai perjuangan Ratu Kalinyamat. Menurut cerita masyarakat setempat yang selalu dituturkan melalui prosesi sedekah bumi, pada waktu ratu bertapa yang memakan waktu cukup lama, banyak sekali rambut panjangnya rontok. Rambut-rambut tersebut kemudian dikumpulkan dan ditanam oleh Kasturi (sesepuh dukuh), bapaknya rukan, sehingga seolah-olah seperti makam. Ada dua bumbung yang berhasil ditemukan, yang satu berisi rontokan rambut sedangkan yang satunya cacatan, namun sulit dilacak keberadaannya dan hilang. Akan tetapi masyarakat meyakini bahwa meskipun buktinya belum ditemukan, keberadaan Ratu Kalinyamat diyakini adanya.
 
== Peralatan dan Simbol-simbol ==
memiliki tradisi tersebut. Dengan terlibatnya masyarakat secara merata membuat tradisi ini mampu terpelihara dari waktu ke
 
waktu dengan berbagai nuansa-nuansa baru dengan tetap mempertahankan persyaratan upacara yang dianggap harus ada, baik dari
 
segi peralatan maupun langkah- langkah yang harus dilalui.
Atraksi Jembul Tulakan ini, disamping menarik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut sebagai bagian dari aktifitas
 
budaya penyelarasan dengan alam lingkungan, juga menjadi tontonan budaya bagi masyarakat lain yang tidak terlibat secara
 
langsung dengan kegiatan ini.
Dengan berkumpulnya berbagai lapisan masyarakat pendukung maupun yang datang sebagai penonton, maka tradisi ini sekaligus
 
dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, minimal wisata local. Munculnya aktifitas budaya ini juga dibarengi dengan
 
aktifitas ekonomi. Setiap kali perayaan pasti mendatangkan penjual makanan kecil maupun warung-warung souvenir dan oleh-
 
oleh yang menjadi makanan khas disana. Atraksi ini mampu mendatangkan betuk kegiatan ekonomi baru sebagai unit usaha yang
 
mendukung kegiatan pariwisata meskipun masih dalam lingkup kecil atau local. Namun demikian lama kelamaan dengan
 
tersebarnya informasi mengenai lokasi-lokasi wisata yang ada di Kabupaten Jepara, diharapkan atraksi budaya Jembul Tulakan
 
ini dapat menjadi daya tarik wisata yang bersifat nasional. Apalagi melihat perkembangan yang ada di Jepara sekarang ini
 
berkaitan dengan hadirnya para pengusaha asing untuk melakukan kegiatan ekonomi pada industri kerajinan ukir. Biasanya para
 
pendatang asing tersebut juga tertarik dengan tradisi budaya yang amsih terpeihara untuk lebih mudah menyesuaikan dengan
 
kebiasaan masyarakat.
Langkah strategis yang ditempuh oleh Dinas Pariwisata Jepara juga dapat dijadikan indikator bahwa Upacara Jembul Tulakan
 
memberi kontribusi pada daya tarik wisatawan, dengan cara memasukkannya sebagai salah satu jadwal paket wisata yang dapat
 
dikunjungi. Hal tersebut sekaligus menjadi salah satu sumber pendapatan Pemerintah Kabupaten, baik berupa pajak penjualan
 
pada warung-warung dan pemasukan bagi masyarakat sendiri sebaagi penjual.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten sendiri mempunyai kepedulian untuk melestarikan tradisi ini. Di satu
 
sisi sebagai salah satu sumber pemasukan daerah sisi lainnya memang sudah menjadi bagian sumber mata pencaharian tambahan
 
masyarakat sekitar objek wisata tersebut dengan menjual makanan, jasa penitipan sepeda dan transportasi.
Masyarakat secara umum merasa bahwa pelaksanaan tradisi sedekah bumi memberikan manfaat. Pertama, sebagai sarana bersyukur
 
pada sang pencipta karena selama satu tahun masyarakat talah diberi rejeki hasil panen. Kedua sebagai media pembelajaran
 
bagi setiap pemimpin desa bagaimana menempatkan dirinya menjadi seorang pemimpin yang baik. Mampu mengayomi dan menciptakan
 
ketemtraman dan kasejahteraan seluruh masyarakat. Hil ini disampaikan melalui proses mengitari jambul. Seorang pemimpin
 
harus selalu memperhatikan kehidupan masyarakat secara umum.
Ketiga, tadisi sedekah bumi ini merupakan sarana hiburan bagi masyarakat, beupa wayang maupun tayub. Keempat, pada saat
 
dilakukan sedekah tersebut biasanya mincul usaha-usaha sampingan penduduk baik dalam bentuk jasa maupun makanan kecil,
 
sebagai cara untuk menambah pendapatan penduduk. Kelima, sebagai sarana untuk mengingat perjalan sejarah desa, baik yang
 
berupa cerita rakyat maupun yang sudah dapat dibuktikan kebenarannya. Terutama dalam tradisi sedekah Bumi Tulakan ini
 
adalah sejarah mengenai perjuangan ratu Kalinyamat.
Menurut cerita masyarakat setempat yang selalu dituturkan melalui prosesi Sedekah bumi, pada waktu ratu bertapa yang
 
memakan waktu cukup lama , banyak sekali rambut panjangnya rontok. Rambut-rambut tersebut kemudian dikumpulkan ditanam oleh
 
Kasturi (sesepuh dukuh )bapaknya rukan sehingga seolah-oalh sperti makam. Ada dua bumbung yang berhasil ditemukan, yang
 
satu berisi rontokan rambut sedangkn satunya cacatan namun sulit dilacak keberadaanya dan hilan.Akan tetapi masyarakat
 
meyakini bahwa meskipun buktinya belum ditemukan namun keberadaan Ratu Kalinyamat diyakini adanya.
 
== Peralatan dan Simbul-simbul ==
Dalam pelaksanaan Sedekah Bumi Tulakan atau dikenal juga dengan Upacara Jembul Tulakan ini, disuguhkan dua macam Jembul.
 
Jembul yang besar di depan atau sering disbutdisebut Jembul Lanang, sedangkan jembul kecil berada di belakang disebut dengan Jembul Wadon. Khusus Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis sedangkan Jembul Wadon tidak. Jembul Lanang di dalamnya terdapat bermacam-macam makanan kecil, seperti jadah (gemblong), tape ketan, apem, dan sebagainya. Sedangkan Jembul Wadon berisi lauk-pauknya.
Jumlah jembul disesuaikan dengan jumlah pedukuhan yang dipimpin oleh kepala-kepala dukuh atau dalam istilah sekarang adalah Kamituwo. Antara lain, pertama, Jembul Krajan yaitu jembul dari penduduk Dukuh Krajan, tempat kediaman Ki Demang sebagai pusat pemerintahan Kademangan. Jembul ini mempunyai ciri khas berupa golek yang menggambarkan seorang tokoh bernama Sayid Usman, seorang Nayoko Projo Ratu Kalinyamat.
 
Ke dua, Jembul Ngemplak merupakan wujud dari penghargaan masyarakat untuk Ki Leboh atas perjuangannya membuka pedukuhan Ngemplak, mengingat Ki Leboh adalah kepala dukuh Kedondong yang wilayahnya termasuk Ngemplak. Sebagai identitas Ki Leboh dibuatlah golek dari tokoh yang bernama Mangun Joyo, seorang Nayoko Ratu Kalinyamat.
jembul wadon. Khusus Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis sedangjan Jembul Wadon tidak. Jembul Lanang di
Ke tiga, jembul Winong adalah penghargaan terhadap Ki Buntari yang telah merintis sebagai kepala dukuh dan membangunnya dengan baik. Sebagai perlambang dari tokoh tersebut dibuat golek yang merupakan barisan prajurit yang gagah perkasa yang mengawal dan mengamankan keberangkatan Ratu Kalinyamat dari Kabupaten Jepara sampai selama di pertapaan Siti Wangi-Sonder.
 
Ke empat, Jembul Drojo merupakan penghargaan terhadap Ki Purwo atas segala jasanya membuka pedukuhan. Sebagai bentuk dari penghargaannya maka dibuatlah golek yang menggambarkan seorang tokoh yang bernama Mbah Leseh seorang tokoh Kalinyamat.
dalamnya terdapat bermacam-macam makanan kecil, seperti jadah (gemblong), tape ketan. Apem dan sebagainya, sedangkan Jembul
Prosesi dari penampilan jembul ini adalah satu per satu dengan pertunjukan tarian tayub. Hal ini sebagai pengulangan kembali peristiwa pada waktu para nayoko menghadap Ratu Kalinyamat dan dipertunjukkan tarian penghormatan dengan tayub.
 
Wadon berisi lauk-pauknya
Jumlah jembul disesuaika dengan jumlah pedukuhan yang dipimpin oleh kepala-kepal dukuh atau dalam istilah sekarang adlah
 
Kamituwo. Antara lain,pertama, jembul Krajan yaitu jembul dari penduduk dukuh Krajan,tempat kediman Ki demang sebagai pusat
 
pemerintahan Kademangan. Jembul ini memounyai cirri khas berupa golek yang mengganbarkan seorang tokoh bernama Sayid Usman,
 
seorang Nayoko Projo Ratu Kalinyamat.
Kedua, Jembul Ngemplak merupakan wujud dari penghargaan masyarakat untuk Ki Leboh atas perjuanganya membuka perdukuhan
 
Ngemplak, mengingat Ki Leboh adalah kepala dukuh Kedondong yang wilayahnya termasuk Ngemplak. Sebagai identitas Ki Leboh
 
dibuatlah golek dari tokoh yang bernama Mangun Joyo seorang Nayoko Ratu Kalinyamat.
Ketiga, jembul Winong adalah penghargaan terhadap Ki Buntari yang telah merintis sebagai kepala dukuh dan membangunnya
 
dengan baik. Sebagai perlambang dari tokoh tersebut dibuat golek yang merupakan barisan prajurit yang gagah perkasa yang
 
mengawal dan mengamankan keberangkatan Ratu Kalinyamat dari kabupaten Jepara sampai selama di pertapaan Siti Wangi-Sonder.
Keempat, Jembul Drojo merupakan penghargaan terhadap Ki Purwo atas segala jasanya membuka pedukuhan. Sebagai bentuk dari
 
penghargaanya maka dibuatlah golek yang menggambarkan seorang tokoh yang bernama Mbah Leseh seorang tokoh Kalinyamat.
Prosesi dari penampilan jembul ini adalah satu-persatu dengan pertunjukan tarian tayub. Hal ini sebagai pengulangan kembali
 
peristiwa pada waktu para nayoko menghadap Ratu Kalinyamat dan dipertunjukan tarian penghormatan dengan tayup.
 
== Prosesi Upacara ==
Upacara Jembul Tulakan ini dimulai dengan mencuci kaki petinggi atau sekaaran dikenal dengan kepala desa dengan kembang setaman. Aktivitas ini dilakukan oleh perangkat desa, sebagai perlambang kepada Ratu Kalinyamat. Pada masa sekarang masyarakat lebih memaknai sebagai bentuk permohonan agar tercipta kehidupan yang tenteram, bersih dari malapetaka dan segala kesulitan yang menimpa penduduk. Di samping itu sekaligus untuk mengingatkan kepada petinggi agar selalu bersih dalam segala tindakan dan langkahnya, tidak melanggar larangan-larangan agama, larangan pemerintah, serta menerapkan asas kejujuran dan keadilan dalam memimpin masyarakat desa Tulakan.
Upacara Jembul Tulakan ini dimulai denan mencuci kaki petinggi atau sekaaran dikenal dengan kepala desa dengan kembang
Setelah pencucian kaki petinggi, maka dilakukan selamatan sebagai lambang permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Desa Tulakan tetap selamat sentosa dan hasil bumi pada tahun mendatang melimpah ruah sehingga kehidupan penduduk Tulakan menjadi sejahtera, cukup sandang, pangan dan papan.
 
Acara mengitari Jembul sebanyak tiga kali merupakan inti dari proses Jembul Tulakan. Kegiatan mengitari Jembul dilakukan oleh petinggi diikuti oleh ledek atau penari tayub dan para perangkat desa. Prosesi ini dilakukan untuk menggambarkan kembali suasana pada waktu Ratu Kalinyamat melakukan pemeriksaan terhadap para nayoko projo yang datang menghadap beliau sekaligus untuk menyerahkan hulu bekti yang dibawanya. Kesetiaan para nayoko projo ini ditunjukkan sewaktu ratu melakukan pertapaannya. Suasana ini pada masa sekarang lebih diartikan sebagai pengingat-ingat agar para pemimpin desa Tulakan selalu menyempatkan diri untuk memberikan perhatian pada staf perangkat desanya dalam menjalankan tugas sehari-hari. Dengan pemantauan tersebut akan tercipta keadaan desa yang aman sentosa.
setaman. Aktivitas ini dilakukan oleh perangkat desa, sebagai perlambang kepad Ratu Kalinyamat. Pada mas asekarang
Di samping memantau para pembantunya, pemimpin desa juga perlu memerhatihan rakyat yang dipimpinnya, dengan turun langsung mengenal masyarakat secara dekat dari pedudukuhan–pedukuhan yang ada, sehingga terciptalah kondisi desa yang tertib.
 
Pemimpin benar-benar dapat bertindak mengayomi dan ''nganyemi'' dalam arti melindungi dan menciptakan ketenteraman desa yang dipimpinnya.
masyarakat lebih memajnai sebagai bentuk permohonan agar tercipta kehidupan yang tentram, bersih dari malapetaka dan segala
Setelah dilakukan inti dari upacara Jembul Tulakan, maka sebagai penutup dilakukan Resikan yaitu kegiatan membersihkan tempat yang telah dipakai untuk melakukan upacara. Aktivitas ini dilakukan oleh warga masyarakat Desa Tulakan secara beramai-ramai. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pengusiran terhadap penyakit-penyakit dan kejahatan-kejahatan dari Desa Tulakan.
 
Seminggu setelah dilakukan sedekah bumi Tulakan, di dukuh Pejing juga melakukan sedekah bumi yang disebut sedekah bumi Pejing. Hal ini berkaitan dengan cerita, bahwa pada waktu dilakukan sedekah bumi Tulakan, Mbah Cabuk selaku ketua pedukuhan sakit sehingga tidak bisa datang.
kesulitan yang mebimpa penduduk. Disamping itu sekaligus untuk mengingatkan kepada petinggi agar selau bersih dalam
Melihat sakitnya Mbah Cabuk, anak-anaknya serta masyarakat dukuh mengharapkan agar dukuh tersebut diizinkan melakukan upacara jembul sendiri setelah mbah Cabuk sembuh. Harapan ini terkabul, masyarakat di dukuh tersebut diizinkan melakukan sedekah bumi sendiri oleh Kademangan dengan syarat dalam prosesi tersebut tidak ada jembul.
 
Setelah seminggu kemudian Mbah cabuk sembuh, diadakanlah upacara sedekah bumi Pejing. Diizinkannya Pajing melakukan sedekah bumi sendiri ini, dikarenakan Ki Barata selaku Demang dikenal seorang pemimpin yang arif bijaksana. Sehingga untuk tetap menjaga kerukunan masyarakat di Kademangan, meskipun Pejing melakukan sedekah bumi sendiri harus tetap mematuhi beberapa persyaratan yang diajukan oleh Ki Barata.
segalatindakan dan langkahnya, tidak melnggar larangan-larangan agama, larangan pemerintah dan menerapkan asas kejujuran
Syaratnya adalah sedekah bumi di Kademangan Tulakan harus tetap didatangi oleh masyarakat Dukuh Pejing. Waktu pelaksanaan sedekah bumi Pejing tidak boleh bersamaan dengan sedekah bumi Tulakan. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu dilaksanakannya sedekah bumi Tulakan, masyarakat Pejing masih bisa mendatangi. Adapun pembagian waktunya, sedekah bumi Tulakan dilakukan pada hari Senin Pahing maka sedekah bumi Pejing dilakukan seminggu kemudian yaitu Senin Wage.
 
dan keadilan dalam memimpin masyarakat desa Tulakan.
Setelah pencucian kaki petinggi maka dilakukan selamtan sebagai lambing permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar desa
 
Tulakan tetap selamat sentosa dan hasil bmi pada tahun mendatang melimpah ruah sehingga kehidupan penduduk Tulakan menjadi
 
sejahtera, cukup sandang, pangan dan papan.
Acara mengitari Jembul dibanyak tiga kali merupakan inti dari proses Jembul Tulakan. Kegiatan mengitari Jembul ddilakukan
 
oleh petinggi diikuti oleh ledek atau penari tayup dan para perngakat desa. Prosesi ini dilakukan unuk menggmbarkan kembali
 
suasana pada waktu Ratu Kalinyamat melakukan pemeriksaan terhadap para nayoko projo yang datang menghadap bekiau sekaligus
 
untuk menyerahkan hulu bekti yang dibawanya . Kesetiaan para nayoko projo ini ditunjukan sewaktu ratu melakukan
 
pertapaannya. Suasana ini pada masa sekarang lebih diartikan sebagai pengingat-ingat agar para pemimpin desa Tulakan selalu
 
menyempatkan diri untuk memberikan perhatian pada staf perangkat desanya dalam menjalankan tugas sehari-hari. Dengan
 
pemantauan tersebut akan tercipte keadaan desa yang aman sentausa.
Di samping memantau para pembantunya, pemimpim desa juga perlu memperhatihan rakyat yang dipimpinnya, dengan turun langsung
 
mengenal masyarakat secara dekat dari perdudukuhan–perdukuhan yang ada, sehingga terciptalah kondisi di desa yamg tertib.
 
Pemimpin benar-benar dapat bertindak mengayomi dan nganyemi dalam arti melindungi dan menciptakan ketemtraman desa yang
 
dipimpinnya.
Setelah dilakukan inti dari upacara Jembul Tulakan, maka sebagai penutup dilakukan Resikan yaitu kergiatan membersihkan
 
tempat yang telah dipakai untuk melakukan upacara. Aktivitas ini dilakukan oleh warga masyarakat Desa Tulakan secara
 
beramai-ramai. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pengusiran terhadap penyakit-penyakit dan kajahatan-kejahatan dari Desa
 
Tulakan .
Seminggu setelah dilakukan sedekah bumi Tulakan, di dukuh Pejing juga melakukan sedekah bumi yang dusebut sedekah bumi
 
Pejing. Hal ini berkaitan dengan cerita, bahwa pada waktu dilakukan sedekah bumi Tulakan, Mbah Cabuk selaku ketua pedukuhan
 
sakit sehingga tidak bisa datang.
Melihat sakitnya Mbah Cabuk, anak-anaknya serta masyarakat dukuh mengharapkan agar dukuh tersebut diijinkan melakukan
 
upacara jembul serndiri setelah mbah Cabuk sembuh. Harapan ini terkabul, masyarakat di dukuh tersebut diijinkan melakukan
 
sedekah bumi sendiri oleh Kademangan dengan syarat dalam prosesi tersebut tidak ada jembul.
Setelah seminggu kemudian Mbah cabuk sembuh, diadakanlah upacara sedekah bumi Pejing. Diijinkanya Pajing melakukan sedekah
 
bumi sendiri ini, dikarenakan Ki Barata selaku Demang dikenal seorang pemimpin yang arif bijaksana. Sehingga untuk tetap
 
menjaga kerukunan masyarakat di Kademangan, meskipun Pejing melakukan sedekah bumi sendiri harus tetap mematuhi beberapa
 
persyaratan yang diajukan oleh Ki Barata
Syaratnya adalah sedekah bumi di Kademangan Tulakan harus tetap didatangi oleh masyarakat Dukuh Pejing. Waktu pelaksanaan
 
sedekah bumi Pejing tidak boleh bersamaan dengan sedekah bumi Tulakan. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu dilaksanakannya
 
sedekah bumi Tulakan, masyarakat Pejing masih bisa mendatangi. Adapun pembagian waktunya, sedekah bumi Tulakan dilakukan
 
pada hari senin pahing maka sedekah bumi Pejing dilakukan seimnggu kemudian yaitu senin Wage
Syarat utama lainnya adalah tidak adanya jembul dalam rangkaian upacara, adapun keramaian yang diperbolehkannya Tayub.
Berbagai persyaratan telah disetujui oleh Mbah Cabuk dan kembalilah beliau ke Pejing untuk melakukan sedekah bumi sendiri.
 
Tradisi Jembul Tulakan dilaksanakan setiap bulan Apit (Dzulqo'dah) tepatnya pada hari Senin sesudah upacara pada malam Jumat Wage di Desa Sonder, hal ini disesuaikan dengan cerita Ratu Kalinyamat di Desa Sonder pada waktu malam Jumat Wage.
Berbagai persyaraan telah disetujui oleh Mbah Cabuk dan kembalilah beliau ke Pejing untuk melakukan sedekah bumi sendiri.
Kemudian pada hari Senin Pahing para Nayoko Projo (para pembesar negeri) menghadap Ratu dengan membawa Hulu Bekti glondong pangareng-areng (penghormatan dengan membawa kebutuhan dan perlengkapan sang Ratu).
Tradisi Jembul Tulakan dilaksanakan setiap bulan Apit (Dzulqo'dah ) tepatnya pada hari senin sesudah upacara pada malam
Perlambangan jembul-jembul yang jumlahnya empat dimaksudkan sebagai perwakilan dukuh-dukuh yang ada pada waktu itu dan menghadapnya para Nayoko Projo untuk mengantarkan hulu bekti. Prosesi upacara yang menggambarkan penyembahan jembul-jembul oleh tledek (penari Tayub wanita) mempunyai arti bahwa menurut cerita masa lalu pada waktu sang nayoko menghadap sang ratu mendapat penghormatan dari dayang-dayang atau pendamping. Tarian tayub sendiri sebagai bentuk penghormatan para nayoko yang diwujudkan dengan jembul-jembul.
 
Jum’at Wage di Desa Sonder, hal ini disesuaikan dengan cerita Ratu Kalinyamat di Desa Sonder pada waktu malam Jum’at Wage.
 
Kemudian pada hari Senin Pahing para Nayoko Projo (para pembesar negeri) menghadap Ratu dengan membawa Hulu Bekti glondong
 
pangareng-areng (penghormatan dengan membawa kebutuhan dan perlengkapan sang Ratu ).
Perlambangan jembul-jembul yang jumlahnya empat dimaksudkan sebagai perwakilan dukuh dukuh yang ada pada waktu itu dan
 
menghadapnya para Nayoko Projo untuk mengantarka hulu bekti. Prosesi upacra yang menggambarkan penyembahan jembul jembul
 
oleh tledek (penari Tayub wanita) mempunyai arti bahwa menurut cerita masa lalu pada waktu sang nayoko menghadap sang ratu
 
mendapat penghormatan dari dayang dayang atau pendamping. Tarian tayub sendiri sebagai bentuk penghormatan para nayoko yang
 
diwujudkan dengan jembul jembul.