Dewaraja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Gunkarta (bicara | kontrib)
Baris 7:
Pemujaan dewaraja adalah pranata resmi kerajaan Kamboja yang didukung sistem agama mereka, sesungguhnya konsep ini mungkin berasal dari Jawa.<ref name="God and King"/> Di Jawa kuno, sejak masa wangsa [[Sailendra]], atau mungkin lebih tua sejak kerajaan [[Tarumanagara]], pranata negara memandang raja sebagai titisan dewa di bumi. [[Prasasti Ciaruteun]] dari abad ke-5, mengukirkan telapak kaki Raja [[Purnawarman]] laksana telapak kaki [[Wishnu]]. Prasasti Kebon Kopi I atau batu "Telapak Gajah", mengukirkan telapak kaki gajah tunggangan raja sebagai telapak kaki [[Airawata]] (gajah tunggangan dewa [[Indra]]), maka raja juga dikaitkan dengan dewa Indra.
 
Di kerajaan [[Medang]], adalah kebiasaan untuk membangun [[candi]] untuk memuliakan arwah raja yang meninggal dunia. [[Arca]] dewa di ruangan utama candi seringkali merupakan arca perwujudan anumerta sang raja yang digambarkan sebagai dewa tertentu yang arwahnya akhirnya bersatu dengan dewa yang dipuja dan naik ke swargaloka. Disebutkan bahwa gagasan ini merupakan paduan antara Hinduisme dengan pemujaan [[nenek moyang]] bangsa [[Austronesia]].<ref>{{cite book | author= Drs. R. Soekmono,| title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed. 5th reprint edition in 1988 | publisher = Penerbit Kanisius | date= 1973 5th reprint edition in 1988 | location =Yogyakarta| page =83 }}</ref> Di Jawa, tradisi memuliakan raja sebagai titisan dewa terus berlanjut pada masa [[kerajaan Kediri]], [[Singhasari]], hingga [[Majapahit]]di abad ke-15 M.
 
== Kamboja ==