Poedjono Pranyoto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aldo samulo (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 103.11.29.34 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Andreas Sihono
Baris 22:
 
Dia menjabat sebagai Gubernur Lampung dari tahun [[1988]] hingga [[1998]].
 
KIPRAH serdadu Tentara Nasional Indonesia berpangkat letnan jenderal di kancah militer cukup cemerlang. Lulus SMA Negeri (SMA B) Purwokerto pada 1958, ia melanjutkan studinya di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) di Bogor, Jawa Barat. Lalu, dia mendapat kesempatan meningkatkan pendidikannya di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jawa Tengah.
 
Turun di kancah militer, anak keenam dari 10 bersaudara keluarga Ahmad Wignjo Pranyoto dan Umi Khalsum ini dengan cukup mudah menempati posisi-posisi strategis. Namun, kecerdasannya dalam berkomunikasi dan kepiawaian membangun relasi membuat anak juru tulis pada kantor pos di Purwokerto itu lebih sering mendapat tugas berhubungan dengan pekerjaan di luarkemiliteran. Terakhir di ranah militer adalah sebagai komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0703 Cilacap Jawa Tengah tahun 1977--1979. Setelah itu, ia "dihibahkan" oleh kesatuannya untuk terjun ke dunia sipil.
 
Kariernya di bidang sipil diawali dengan amanah menjadi bupati Cilacap, Jawa Tengah (1979--1984). Dari Cilacap, ia mendapat tugas untuk menjadi wakil gubernur Provinsi Irian Jaya (1984--1987). Kemudian, pria gagah ini terpilih menjadi gubernur Lampung untuk dua periode, 1988--1993 dan 1993--1998. Namun, jabatan untuk periode kedua tidak dituntaskan karena ia terpilih menjadi ketua Badan Pekerja MPR pada 1997. Jabatan itu kemudian dilanjutkan wakilnya, yakni Oemarsono.
 
Pengalaman menjadi pemimpin di luar Jawa memang baru dilakoni saat menjadi wakil gubernur di Irian Jaya. Namun, kesempatan yang hanya tiga tahun itu cukup bagi pria tegas berwibawa ini untuk mencari strategi memimpin. Satu prinsip yang ia pegang diambil dari pepatah "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung."
 
Tidak salah, hanya tiga pekan setelah dilantik menjadi gubernur Lampung untuk periode 1988--1993, ia melakukan konsolidasi dengan jajaran dengan mengundang beberapa tokoh adat daerah Lampung. Salah satu yang memberi inspirasi adalah pertemuan dengan Ny. Djohan Samakki. Saat itu, istri Kepala Biro Keuangan Pemda Lampung itu gencar mengembangkan dan memperkenalkan adat budaya Lampung. Baik di Lampung maupun ke kancah nasional.
 
Dari diskusi dengan beberapa tokoh adat, tentara murah senyum ini menemukan lima prinsip peri kehidupan masyarakat Lampung yang khas. Lima pilar budaya (sumbay) itu, menurut Poedjono, sangat cocok untuk dipakai pijakan budaya membangun di Lampung. Kelimanya adalah piil pesenggiri, bejuluk beadok, nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambayan.
 
Makna dari lima prinsip ini adalah harga diri (piil pesenggiri), konsistensi memegang adat sebagai jati diri (bejuluk beadok), membuka diri untuk menerima pembaruan (nemui nyimah), bersosialisasi dengan masyarakat (nengah nyappur), dan gotong royong (sakai sambayan).
 
Kajian untuk mencari saripati dari lima sumbay ini kemudian dirumuskan dalam suatu semboyan. Finalnya, semboyan itu disebut Gerbang Sakai Sambayan, yang secara harfiah diartikan sebagai gerakan membangun Lampung dengan semangat gotong royong.
 
Gerakan membangun ini kemudian menjadi tonggak setiap kebijakan yang diambil Poedjono. Dalam 10 tahun memimpin Lampung, perkembangan cukup signifikan telah ditorehkannya. Bahkan, konsep pembangunan Jembatan Selat Sunda, saat itu sudah pada tahapan desain. Namun, karena krisis moneter melanda Indonesia, isu itu tenggelam kembali.
 
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Poedjono membuat sepuluh prioritas. Dengan berbagai pertimbangan dan menyesuaikan dengan program nasional, ia tetap menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian. Kemudian sarana dan prasarana transportasi, industri manufaktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, bidang energi, pemanfaatan sumber daya alam secara maksimal dan berkelanjutan, penanggulangan kemiskinan, kualitas aparatur pemerintahan, pembangunan kepariwisataan, dan mendorong pemekaran wilayah kabupaten.
 
Dari 10 program prioritas tersebut, beberapa program telah mencatat sejarah gemilang. Untuk bidang pertanian, pada zamannya, ia mampu mengakses proyek nasional dengan pembangunan Bendungan Batu Tegi di Tanggamus. Proyek ini, selain untuk mengairi sawah (irigasi), juga didedikasikan untuk memperoleh sumber energi listrik dari air.
 
Satu yang menjadi angan-angan Poedjono yang terus diperjuangkan adalah pemekaran wilayah kabupaten. Ini menjadi titik tekannya karena Lampung dinilai kurang cepat maju akibat rentang kendali yang terlalu jauh. Saat itu, Lampung yang luasnya setara dengan Provinsi Jawa Tengah hanya ada satu kota dan tiga kabupaten, yakni Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, dan Kotamadya Tanjungkarang-Telukbetung yang kemudian berganti nama menjadi Bandar Lampung.
 
Dan pada zamannya, lahir Kabupaten Lampung Lampung Barat (1991), Kabupaten Tanggamus dan Tulangbawang (1997). Pada zaman kepemimpinan Poedjono Pranyoto pula, tiga kabupaten baru sudah mendekati hasil pemekaran, yakni Kabupaten Way Kanan, Kabupatan Lampung Timur, dan Kota Metro.
Dalam menggerakkan seluruh potensi yang ada, Poedjono dikenal dekat dengan masyarakat dan akomodatif kepada semua kalangan. Tidak heran jika hampir semua tokoh yang diminta pendapatnya menyatakan Poedjono sukses memimpin Lampung selama dua periode.
 
Ia dikenal dekat dengan ulama dan tokoh agama lain. Langkah ini diambil karena ia begitu paham dengan pentingnya sikap toleransi untuk membangun daerah yang kondusif.
 
Dalam membangun pendidikan dan budaya, Poedjono dinilai telah melancarkan program pendidikan nasional terimplementasi di daerah yang ia pimpin. Kerja sama dengan perguruan tinggi sebagai salah satu sumber informasi dan pembaruan juga digelar.
 
Kepada dunia olahraga dan kepemudaan, Gubernur yang mudah akrab ini terus memacu dan membantu. Prestasi olahraga Lampung pernah cukup menonjol pada masa kepemimpinannya. Kegiatan pemuda yang diwadahi berbagai organisasi, seperti KNPI, Karang Taruna, dan lain-lain bergerak cukup dinamis.
Meski berlatar belakang militer, Poedjono sangat piawai dengan manajemen politik. Ia mampu menciptakan iklim kondusif untuk dunia politik di Lampung, dengan mengakomodasi setiap kepentingan untuk kemaslahatan rakyat Lampung. n
 
 
BIODATA
 
 
Nama: Letjen TNI (Purn) Poedjono Pranyoto
Lahir: Kalibener, Purwokerto, 6 Agustus 1936
Agama: Islam
Ayah: Ahmad Wignjo Pranyoto
Ibu: Umi Khalsum
Istri: Sri Mulyati Wahyuningsih
Anak:
1. Astrid Wisni Pribadi
2. Adith Dewanti Andarini
3. Aldwin Prasetyo Laksana
 
Pendidikan:
- SR Sampoerna Purwokerto, 1952
- SMP Negeri 1 Purwokerto, 1955
- SMA Negeri (SMA B) Purwokerto, 1958
- Atekad Bogor, 1969
- Akademi Militer Nasional Magelang, 1961
 
Riwayat pekerjaan:
- Dandim 0703 Cilacap, 1977--1979
- Bupati Cilacap, 1979--1984
- Wakil Gubernur Irian Jaya, 1984--1987
- Gubernur Lampung, 1988--1998
 
 
 
 
==Pranala luar==