Festival Hantu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cun Cun (bicara | kontrib)
~nama daerah
Cun Cun (bicara | kontrib)
+ref
Baris 1:
[[Berkas:Qianggu.jpg|thumb|right|280px|Foto bangunan dari pohon pinang yang akan dipanjat oleh para pemanjat untuk meramaikan Festival Cioko]]
'''Festival Cioko''' atau disebut juga '''Festival Hantu''' ([[Hanzi]]: 鬼節, [[hanyu pinyin]]: gui jie) adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa. Festival ini juga sering disebut '''Festival Tionggoan''' (Hanzi: 中元, hanyu pinyin: zhong yuan). [[Orang Hakka]] menamakannya '''Chit Ngiet Pan'''.<ref>{{id}}[http://bangka.tribunnews.com/mobile/index.php//2011/08/11/shen-mu-miau-siap-gelar-sembahyang-rebut Shen Mu Miau Siap Gelar Sembahyang Rebut], ''Bangkapos''. Akses:01-09-2012<ref/> Perayaan ini jatuh pada tanggal [[15 (angka)|15]] bulan [[7 (angka)|7]] [[penanggalan Tionghoa]], bulan 7 dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal sebagai bulan hantu dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat [[agraris]] di zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Namun pengaruh religius terutama dari [[Buddhisme]] menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia. Di dalam Buddhisme, tradisi ini disebut sebagai [[Ulambana]] yang juga dirayakan dan eksis dalam kebudayaan [[Jepang]], [[Vietnam]] dan [[Korea]]. Namun, Ulambana tidak dapat diartikan langsung sebagai Festival Hantu dan sebaliknya juga. Terlepas dari semua mitologi religius di atas, hikmah dari perayaan ini sebenarnya adalah penghormatan kepada leluhur dan penjamuan [[fakir miskin]]. Ini ditandai dengan tradisi sembahyang rebutan, yang membagi-bagikan makanan sembahyangan kepada para fakir miskin setelah penghormatan selesai.
'''Festival Cioko''' atau disebut juga '''Festival Hantu''' ([[Hanzi]]: 鬼節, [[hanyu pinyin]]: gui jie) adalah sebuah tradisi perayaan dalam kebudayaan Tionghoa. Festival ini juga sering disebut '''Festival Tionggoan''' (Hanzi: 中元, hanyu pinyin: zhong yuan). Dalam [[bahasa Hakka]] dinamakan '''Chit Ngiet Pan'''.
 
Perayaan ini jatuh pada tanggal [[15 (angka)|15]] bulan [[7 (angka)|7]] [[penanggalan Tionghoa]], bulan 7 dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal sebagai bulan hantu dimana ada kepercayaan bahwa dalam kurun waktu satu bulan ini, pintu alam baka terbuka dan hantu-hantu di dalamnya dapat bersuka ria berpesiar ke alam manusia. Demikian halnya sehingga pada pertengahan bulan 7 diadakan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan kepada hantu-hantu tersebut. Tradisi ini sebenarnya merupakan produk masyarakat [[agraris]] di zaman dahulu yang bermula dari penghormatan kepada leluhur serta dewa-dewa supaya panen yang biasanya jatuh di musim gugur dapat terberkati dan berlimpah. Namun pengaruh religius terutama dari [[Buddhisme]] menjadikan tradisi perayaan ini sarat dengan mitologi tentang hantu-hantu kelaparan yang perlu dijamu pada masa kehadiran mereka di dunia manusia. Di dalam Buddhisme, tradisi ini disebut sebagai [[Ulambana]] yang juga dirayakan dan eksis dalam kebudayaan [[Jepang]]. Namun, Ulambana tidak dapat diartikan langsung sebagai Festival Hantu dan sebaliknya juga. Terlepas dari semua mitologi religius di atas, hikmah dari perayaan ini sebenarnya adalah penghormatan kepada leluhur dan penjamuan [[fakir miskin]]. Ini ditandai dengan tradisi sembahyang rebutan, yang membagi-bagikan makanan sembahyangan kepada para fakir miskin setelah penghormatan selesai.
== Tanggal ==
{{col|2}}