Rao, Pasaman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Afandri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
|provinsi=Sumatera Barat
}}
'''Rao ''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[kabupaten]] [[Kabupaten Pasaman|Pasaman]], [[provinsi]] [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Kecamatan ini terdiri dari dua [[nagari]] dan 18 [[jorong]]. Sebelumnya kecamatan ini bernama '''Rao Mapat Tunggul''', yang kemudian dipecah menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Rao dan Kecamatan Mapat Tunggul. Sejak era Reformasi, kecamatan Rao dimekarkan kembali menjadi Kecamatan Rao, Kecamatan Rao Utara, dan Kecamatan Rao Selatan.
 
Di daerah ini pernah lahir pahlawan [[Tuanku Rao]] yang berjuang bersama [[Tuanku Imam Bonjol]] melawan kolonial [[Belanda]].
 
== Batas wilayah ==
Baris 22 ⟶ 20:
}}
 
== PemerintahanPenduduk ==
Kecamatan Rao terbagi atas 2 [[nagari]] dan 18 [[jorong]].
 
Orang Rao merupakan bagian dari etnis [[Orang Minang|Minangkabau]], yang menganut sistem [[matrilineal]], hidup bersuku-suku, dan berpenghulu. Dalam percakapan sehari-hari, masyarakat ini menggunakan [[Bahasa Minangkabau]] dialek Rao, yang mirip dengan logat [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]], [[Batusangkar]], dan [[Kabupaten Kampar|Kampar]].
Pada Masa orde lama atau sampai tahun 1965 Kecamatan Panti masih masuk ke dalam kecamatan Rao Mapat Tunggul. Dahulu Kecamatan Rao Mapat tunggul panjangnya sekitar 50 km dan lebarnya sekitar 10 km berarti luasnya 500 km persegi. Sebagian besar wilayah Kecamatan Rao Mapat Tunggul merupakan kawasan hutan lindung dan hanya sebagian kecil merupakan wilayah pertanian. Pada masa penjajahan Belanda wilayah Rao ini pemerintahannya setingkat Kabupaten yang ibu kotanya terletak di Rao.
Wilayah Rao sebelum masuk Belanda dan setelah masuk Belanda sangat berbeda 180 derjat. Pusat Perekonomian Rao Zaman sebelum masuk Belanda berada wilayah sebelah Timur yaitu Muara Tais dan Pintu Padang sedangkan setelah Belanda masuk dan setelah dibukan jalan Raya dari Bukit Tinggi - Rao maka pusat perekonomian berpindah dari Muara Tais ke Rao. Pusat pemerintahan nagari nan sambilan juga berada di Muara Tais. Pada tahun 1950 an dan tahun 1960 an terjadi perpindahan penduduk dari Angkola Sipirok secara besar-besaran ke Nagari Panti, Nagari Padang Gelugur, Nagari Torung-torung yang mengakibatkan komposisi penduduk menjadi 50% orang Angkola Sipirok, 20% orang Mandailing (sudah berada di Rao sejak dahulu kala), 30% orang Minangkabau (perantau dari Luhak Limapuluh Koto zaman dahulu kala).
Sekarang ini setelah perpindahan orang-orang Angkola Sipirok ke wilayah Rao pusat perekonomian sudah berpindah dari Rao ke Tapus dan Panti. Keadaan perekonomian di Tapus dan Panti sudah seperti di kota besar seperti Bukit Tinggi dan Padang Sidempuan, malah kadang-kadang lebih maju dari pada Bukit Tinggi.
 
Pada masa [[Perang Paderi]], banyak masyarakat [[Suku Mandailing|Mandailing]] yang dibawa orang-orang Minang ke wilayah Rao. Selain untuk memperkuat barisan Paderi, kepindahan mereka juga untuk mempelajari agama Islam dan menghindari ''zending'' [[Nasrani]] yang sedang marak di [[Tapanuli Utara]].<ref>Gusti Asnan, Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an, Yayasan Obor Indonesia, 2007</ref> Di tahun 1952, gelombang perpindahan orang-orang Tapanuli ke Rao kembali terjadi. Namun kali ini perpindahan mereka dikarenakan alasan politis. Dimana pemerintah Sumatera Barat, menolak kedatangan para transmigran asal [[Jawa]] dan lebih memilih mendatangkan masyarakat Minang dari kabupaten lain, serta orang Mandailing dari [[Tapanuli Selatan]].<ref>Harian Haluan, 27 September 1953 dan 18 September 1953</ref>
Orang-orang Angkola Sipirok yang pindah ke Rao jarang sekali yang bisa berbahasa minangkabau. mereka tetap menggunakan bahasa Angkola dan adatnya juga adat angkola. Orang-orang Mandailing pada umumnya bisa berbahasa mingkabau. orang-orang Minangkabau pada umumnya menguasai 2 bahasa yanitu Ming dan bahasa Tapanuli dialek Angkola.
 
Pada pertengahan abad ke-19, banyak masyarakat Rao yang merantau ke [[Malaysia]]. Sebagian besar mereka bermigrasi ke [[Negeri Sembilan, Malaysia|Negeri Sembilan]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], dan [[Perak, Malaysia|Perak]]. Gopeng, salah satu kota kecil di Perak, merupakan tempat yang banyak dihuni para perantau asal Rao. Di Malaysia, masyarakat Rao dikenal sebagai ''Orang Rawa'' (Rao dalam [[Bahasa Minangkabau]] berarti Rawa).
 
== Tokoh ==
Sebelumnya kecamatan ini bernama ''Rao Mapat Tunggul'' namun dipecah menjadi dua kecamatan, yaitu kecamatan Rao dan kecamatan Mapat Tunggul. Dan kemudian kecamatan Rao dimekarkan lagi menjadi kecamatan Rao, kecamatan Rao Utara dan kecamatan Rao Selatan.
 
Rao banyak melahirkan tokoh-tokoh terkemuka yang sukses di [[Indonesia]] dan [[Malaysia]]. Mereka banyak yang menjadi ulama, pejuang, politisi, dan sastrawan. Antara lain ialah [[Tuanku Rao]], [[Rashid Maidin]], [[Yusuf Rawa]], [[Asrul Sani]], dan [[Hussamuddin Yaacub]].
== Kependudukan ==
Penduduk kecamatan Rao terdiri dari [[suku Mandailing]] dan [[suku Minangkabau]]. Sebagian besar penduduknya beragama Islam.
 
== Referensi ==
Masyarakat pada kecamatan ini umumnya menggunakan ''Bahaso Rao'' yaitu [[Bahasa Minang]] dengan dialek khas yang dipengaruhi logat Melayu Deli serta [[Bahasa Mandailing]].
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==