Perang Barito: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Baris 28:
Pada 22 Februari 1860, kembali kapal perang Celebes dan Monterado dikirim menyerang benteng Leogong. Benteng ini dikepung dengan dua buah kapal perang di hulu dan disebelah hilir serta 200 serdadu didaratkan. Pertempuran sengit pun terjadi sepanjang sungai Barito. Menyadari terhadap pengepungan ini Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati melakukan siasat mundur untuk menghindarkan banyaknya jatuh korban. Perang ini berakhir tanpa hasil yang memuaskan bagi Belanda. Untuk mengantisipasi kapal-kapal perang Belanda, Tumenggung Surapati dan Pangeran Antasari mengerahkan beratus-ratus perahu dengan sebuah perahu komando yang besar. Pada perahu besar ini dipancangkan bendera kuning. Armada perahu ini disertai pula dengan beberapa buah lanting kotta-mara (katamaran) semacam panser terapung. Bentuk kotta-mara ini sangat unik karena dibuat dari susunan bambu yang membentuk sebuah benteng terapung. Kotta-mara dilengkapi dengan beberapa pucuk meriam dan lila. Selain kapal perang ''Onrust'' yang berhasil ditenggelamkan pada [[26 Desember]] [[1859]], sebelumnya yaitu pada bulan [[Juli]] [[1859]] juga ditenggelamkan kapal perang Cipanas dalam pertempuran di sepanjang Barito di sekitar pulau Kanamit.
 
== Bantuan Suku Dayak terhadap Perang banjarBanjar ==
[[File:De-aanval-op-Tongka.jpg|thumb|300px|Penyerangan benteng Gunung Tongka oleh Belanda (gambar oleh G. Kepper)]]
Perang Banjar yang terjadi di Barito, memberikan posisi penting terhadap keberpihakan Dayak. Seperti juga masyarakat Banjar maka masyarakat Dayak juga terbelah, sebagian memihak Belanda karena mereka diangkat oleh Belanda sebagai bagian dari pemerintahan Sultan [[Tamjidullah II]] yang didukung Belanda. Kiai Raden Adipati Danu Raja sebagai gubernur [[Banua Lima]] berada di pihak Sultan Tamjidullah II dan Belanda, demikian kepala-kepala pemerintahan di negeri Tanah Bumbu dan sultan Kutai yang berada di bawah tekanan Belanda. Sutaono yang berasal dari desa Telang ([[Paju Epat]]) seorang kepala [[suku dayak Maanyan]] dan Temanggung Nikodemus Jaya Negara seorang kepala [[suku Dayak Ngaju]].<ref>[http://books.google.co.id/books?id=jT0sAAAAYAAJ&dq=demang%20lehman&pg=PR11#v=onepage&q=demang%20lehman&f=false {{nl}} Michael Theophile Hubert Perelaer, Ethnographische beschrijving der Dajaks, J. Noman, 1870]</ref> Pangeran Antasari dan pengikutnya serta keturunannya menghadapi tekanan yang berat dari saudara sebangsa baik dari suku Banjar, Dayak, Bugis, Kutai yang sudah berada dalam gengaman kolonialisme Belanda. Sultan Kutai membantu Belanda menangkap Pangeran Perbatasari (Sultan Muda) yang akhirnya diasingkan ke Kampung Jawa Tondano. Keturunan Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu.