Swike: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
←Membatalkan revisi 5528833 oleh 125.166.88.166 (Bicara) vandalisme
Wie146 (bicara | kontrib)
Baris 36:
 
== Permasalahan ==
Terdapat dua masalah utama mengenai konsumsi kodok di Indonesia; yaitu masalah agama dan lingkungan. Dalam aturan pangan [[Islam]], mayoritas mahzab dalam [[hukum syariah]] menganggap daging kodok bersifat [[haram]] (non-[[halal]]). Masuknya daging kodok dalam kategori haram didasari dua pendapat; makanan yang boleh dikonsumsi tidak boleh menjijikkan, dan adanya larangan untuk membunuh kodok serta binatang lain seperti semut, lebah, dan burung laut bagi umat muslimMuslim. Status haram daging kodok ini menuai kontroversi, seperti contoh kasus di [[Demak]], di mana Bupati mendesak para pengusaha restoran swike untuk tidak mengkaitkan swike dengan Demak. Hal ini karena dianggap dapat mencoreng citra Demak sebagai kota Wali dan kota Islam pertama di pulau Jawa, serta kebanyakan warga Demak adalah pengikut mahzabmazhab SafiiSyafi'i yang mengharamkan daging kodok.<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/11/03/INA/mbm.19901103.INA19867.id.html Tempo Online Bupati vs Kodok]</ref>
 
Sesungguhnya dalam aturan pangan Islam terdapat perbedaan dalam memandang masalah halal atau haramnya daging kodok. Kebanyakan mahzabmazhab utama dalam Islam seperti mahzab [[Safiimazhab Syafi'i]], [[mazhab Hanafi|Hanafi]], dan [[mazhab Hambali|Hambali]] secara jelas melarang konsumsi daging kodok, akan tetapi mahzab [[mazhab Maliki]] memperbolehkan umat Islam untuk mengkonsumsi kodok tetapi hanya untuk jenis tertentu;<ref>[http://konsultasisyariah-akhowatkpii.blogspot.com/2005/08/haramkah-kepiting-swike-ikan-hiu.html Konsultasi Syariah]</ref> yaitu hanya kodok hijau yang biasanya hidup di sawah, sementara kodok-kodok jenis lainnya yang berkulit bintil-bintil seperti kodok budug tidak boleh dikonsumsi karena beracun dan menjijikkan.
 
Para aktivis lingkungan mendesak dibatasinya konsumsi kodok — terutama kodok liar yang bukan hasil peternakan — karena arti penting kodok bagi [[ekosistem]]. Para ahli konservasi mengingatkan bahwa kodok dapat mengalami nasib sama seperti ikan [[kod]], permintaan kuliner yang berlebihan dapat mengurangi populasi kodok regional secara hebat sehingga tidak dapat dipulihkan seperti sedia kala.<ref name="abc news"/> Seperti kebanyakan hewan [[amfibia]], kodok dengan kulitnya yang tipis, basah dan berlendir sangat peka dan rentan terhadap perubahan lingkungan dan pencemaran. Populasi amfibia dunia terancam berkurang karena hancurnya habitat, kerusakan lingkungan, dan pencemaran.
 
==Referensi==