Bagong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alph Bot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: en:Cepot
Baris 20:
Gaya bicara Bagong yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para [[dalang]] untuk mengkritik penjajahan kolonial [[Hindia Belanda]]. Ketika [[Sultan Agung]] meninggal tahun [[1645]], putranya yang bergelar [[Amangkurat I]] menggantikannya sebagai pemimpin [[Kesultanan Mataram]]. Raja baru ini sangat berbeda dengan ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta menjalin kerja sama dengan pihak [[VOC]]-[[Belanda]].
 
Keluarga besar Kesultanan Mataram saat itu pun terpecah belah. Ada yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang pro-Belanda, ada pula yang menentangnya. Dalam hal kesenian pun terjadi perpecahan. Seni wayang kulit terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai AnjangPanjang Mas yang anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang sebaliknya.
 
Rupanya pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering dipergunakan para dalang untuk mengkritik penjajahan VOC. Atas dasar ini, golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai Panjang Mas tetap mempertahankannya.
 
Pada zaman selanjutnya, Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan dan berganti nama menjadi [[Kasunanan Kartasura]]. Sejak tahun [[1745]] Kartasura kemudian dipindahkan ke [[Surakarta]]. Selanjutnya terjadi perpecahan yang berakhir dengan diakuinya [[Sultan]] [[HamengkubuwanaHamengkubuwono I]] yang bertakhta di [[Yogyakarta]].
 
Dalam hal pewayangan, pihak Surakarta mempertahankan aliran Kyai Panjang Mas yang hanya memiliki tiga orang panakawan (Semar, Gareng, dan Petruk), sedangkan pihak Yogyakarta menggunakan aliran Nyai Panjang Mas yang tetap mengakui keberadaan Bagong.