Sinema Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
Andri.h (bicara | kontrib)
Baris 45:
Di periode ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami [[mati suri]] dan hanya mampu memproduksi 2-3 film tiap tahun. Selain itu film-film Indonesia didominasi oleh film-film bertema [[seks]] yang meresahkan masyarakat. Kematian industri film ini juga ditunjang pesatnya perkembangan televisi swasta, serta munculnya teknologi [[VCD]], [[LD]] dan [[DVD]] yang menjadi pesaing baru.
 
Bertepatan dengan era ini lahir pula UU No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang mengatur peniadaan kewajiban izin produksi yang turut menyumbang surutnya produksi film. Kewajiban yang masih harus dilakukan hanyalah pendaftaran produksi yang bahkan prosesnya bisa dilakukan melalui surat-menyurat. Bahkan sejak [[Departemen Penerangan Republik Indonesia|Departemen Penerangan]] dibubarkan, nyaris tak ada lagi otoritas yang mengurusi dan bertanggungjawab terhadap proses produksi film nasional. Dampaknya ternyata kurang menguntungkan sehingga para pembuat film tidak lagi mendaftarkan filmnya sebelum mereka berproduksi sehingga mempersulit untuk memperoleh data produksi film Indonesia - baik yang utama maupun [[indie]] - secara akurat.
 
Pada era ini muncul juga buku mengenai perfilman Indonesia yaitu '''Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia'' yang terbit pada tahun [[1992]] dan mengupas tahapan perfilman Indonesia hanya sampai periode [[1991]].
 
===Periode 1998 - sekarang===