Wawacan Sulanjana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Maung Bandung (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Wawacan Sulanjana''' adalah naskah kuno [[Bahasa Sunda|berbahasa Sunda]] yang mengandung [[mitologi]] [[Orang Sunda|Sunda]]. Judul naskah ini bermakna "Kisah Sulanjana". Kata ''wawacan'' berarti yang berarti "bacaan". Sedangkan nama Sulanjana sendiri adalah nama pahlawapahlawan utamanya, pelindung tanaman padi dari serangan Sapi Gumarang, dan babi hutan Kalabuat dan Budug Basu yang melambangkan hama yang menyerang tanaman [[padi]]. Wawacan Sulanjana mengandung kearifan lokal mengenai tradisi memuliakan tanaman padi dalam tradisi masyarakat Sunda.<ref name="sosiohumanika">{{cite web |url=http://www.sosiohumanika-jpssk.com/sh_files/File/3.Kalsum.sosio.may.2010.pdf|title=Kearifan Lokal dalam Wawacan Sulanjana: Tradisi Menghormati Padi pada Masyarakat Sunda di Jawa Barat, Indonesia |author=Kalsum |date=1-3-2010 |work= |publisher=Sosio Humanika |accessdate=6 April 2012}}</ref>
 
Mitologi dalam Wawacan Sulanjana menceritakan mitologi dewa-dewi Sunda, khususnya mengisahkan mengenai dewi padi [[Dewi Sri|Nyi Pohaci Sanghyang Asri]]. Naskah ini juga menceritakan kekayaan dan kemakmuran [[Kerajaan Sunda]] [[Pajajaran]] dengan tokoh raja legendarisnya Prabu [[Siliwangi]]. Naskah ini menggambarkan sifat kehidupan pertanian masyarakat Sunda. Asal mula Wawacan Sulanjana mungkin dapat ditelusuri dari tradisi lisan [[Pantun Sunda]] yang dikisahkan pendongeng desa secara turun-temurun. Naskah Wawacan Sulanjana yang kini ada diduga disusun pada kurun waktu kemudian, mungkin sekitar abad ke-17 dan ke-19 ketika masyarakat Sunda mulai dipengaruhi dan masuk ajaran Islam. Naskah ini mengandung beberapa [[mitologi Islam]], misalnya dewa-dewi Sunda dianggap keturunan nabi [[Adam]] dalam tradisi agama samawi, juga Idajil dikaitkan dengan [[setan]] atau [[iblis]] dalam tradisi Islam. Terdapat juga pengaruh Jawa, misalnya dikaitkan dengan mitologi Batara Ismaya ([[Semar]]), serta menyinggung kisah Dewi Nawang Wulan. Pada 1907 Pleyte menerjemahkan kumpulan kisah "Wawacan Sulanjana".