Daerah Istimewa Surakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
Penetapan status [[Daerah otonom|Istimewa]] ini dilakukan Presiden RI [[Soekarno]] sebagai balas jasa atas pengakuan raja-raja Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunagaran yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari [[Republik Indonesia]].
 
Pada Oktober 1945, muncul gerakan Anti swapraja/anti monarki/anti feodal di [[Surakarta]], di mana salah seorang pimpinannya adalah [[Tan Malaka]], pimpinan [[PartaiPersatuan MurbaPerjuangan]]. Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah [[pertanian]] yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan ''landreform'' oleh golongan [[sosialis]].
 
Tanggal [[17 Oktober]] [[1945]], Pepatih Dalem (perdana menteriWazir) Kasunanan KRMH Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerombolan Anti swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan Anti swapraja. Maret 1946, Pepatih Dalem yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.
 
Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan [[pembunuhan]], maka untuk sementara waktu Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran dan daerah Surakarta yang bersifat istimewa sebagai karesidenan sebelum bentuk dan susunannya ditetapkan undang-undang. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat sebagai warga negara Republik Indonesia dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya [[Jawa]].