Medan Merdeka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ZéroBot (bicara | kontrib)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di masa +pada masa)
Baris 6:
[[Berkas:Merdeka Square 1965.jpg|thumb|right|Peta Medan Merdeka pada 1965]]
 
Pada akhir abad ke-18 ketika pemerintahan [[Hindia Belanda]] memindahkan pusat pemerintahannya dari Batavia lama (kini kawasan [[Jakarta Kota]]) ke ''Weltevreden'' (kini [[Jakarta Pusat]]), mereka membangun beberapa bangunan penting termasuk fasilitas lapangan. Dua lapangan utama di ''Weltevreden'' adalah ''Buffelsveld'' dan ''Waterloopein'' (kini Lapangan Banteng). Lapangan mulai dibangun pada masa pemerintahan [[Daendels]] di awal abad ke-19, ''Waterloopein'' menjadi lapangan utama yang digunakan untuk parade dan upacara. Lapangan ''Waterloopein'' dijadikan warga kota sebagai tempat berkumpul pada sore hari untuk bersosialisasi dan berkuda, sementara itu ''Buffelsveld'' (lapangan kerbau) pada 1809 dinamakan ''Champs de Mars'' oleh Daendels yang sangat dipengaruhi Perancis, dan digunakan sebagai lapangan untuk latihan militer. Pada 1818 dipada masa pemerintahan Inggris di Hindia di bawah pemerintahan [[Sir Thomas Stamford Raffles]], lapangan ini diubah namanya menjadi ''Koningsplein'' (Lapangan Raja) sejak Gubernur Jenderal mulai menghuni istana barunya di dekat lapangan itu, kini istana itu menjadi [[Istana Merdeka]]. Pemerintah kolonial membangun berbagai fasilitas olahraga seperti jalur atletik dan stadion di ''Koningsplein''. Penduduk pribumi menamai lapangan itu "Lapangan Gambir", konon berdasarkan banyaknya pohon [[gambir]] di tempat itu. Lapangan Gambir menjadi lokasi [[Pasar Gambir]], sebuah Pasar Malam besar yaitu pekan raya yang dimulai untuk merayakan hari ulang tahun [[Ratu Wilhelmina]] pada 1906. Sejak tahun 1921 Pasar Gambir menjadi perhelatan tahunan dan menjadi pendahulu dari [[Pekan Raya Jakarta]]. Nama lapangan ini tetap sama yaitu Koningsplein atau Lapangan Gambir selama masa kolonial Hindia Belanda hingga pasa pendudukan Jepang pada 1942.
 
Pada masa [[Penjajahan Jepang]], lapangan ini diganti namanya menjadi "Lapangan Ikada"' (singkatan dari "Ikatan Atletik Djakarta"). Konon pada awalnya [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] direncanakan digelar di Lapangan Ikada, namun karena kondisi saat itu tidak memungkinkan maka pembacaan proklamasi dialihkan ke sebuah rumah di Jalan Pegangsaan (kini Jalan Proklamasi lokasi menjadi [[Tugu Proklamasi]]). Pada 19 September 1945, [[Sukarno]] menyampaikan pidatonya di Lapangan Ikada. Pidatonya yang menyarakan kemerdekaan Indonesia dan menentang kolonialisme, imperialisme, dan penjajahan ini disampaikan di depan Rapat Akbar yang dihadiri banyak massa.