Imamat 18: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
*Pasal ini terdiri dari 30 ayat.
*Berisi peraturan mengenai kudusnya perkawinan, khususnya larangan hubungan kelamin di antara anggota-anggota keluarga tertentu ([[hubungan sedarah]]), hubungan sesama jenis dan hubungan dengan binatang.
Kata*Istilah yang dipakai dalam pasal ini untuk menyatakanmenyiratkan hubungan kelamin adalah "menyingkapkan aurat", meskipun juga dipakai kata "menghampiri" (ayat 19) atau "bersetubuh" (ayat 20). atau "tidur dengan" (ayat 22) serta "berkelamin" (ayat 23).
 
==Struktur==
Baris 32 ⟶ 33:
*seorang perempuan dan anaknya perempuan (ayat 17)
*seorang perempuan sebagai madu kakaknya, selama kakaknya itu masih hidup (ayat 18)
 
Kata yang dipakai dalam pasal ini untuk menyatakan hubungan kelamin adalah "menyingkapkan aurat", meskipun juga dipakai kata "menghampiri" (ayat 19) atau "bersetubuh" (ayat 20).
 
Menurut tradisi Yahudi, tidak adanya larangan secara khusus mengenai hubungan kelamin dengan anak sendiri menyiratkan sesuatu yang ''sudah jelas-jelas dilarang'', meskipun juga ditekankan di akhir pasal mengenai "tidak menajiskan diri".<ref name="JewEncInce">''Jewish Encyclopedia'', s.v. ''Incest''</ref><ref>Samuel ben Meir, ''Commentary'', ad loc.</ref> Larangan untuk berhubungan kelamin dengan ibu dan anak perempuannya jelas melarang hubungan seorang laki-laki dengan anak perempuannya, baik anak kandung maupun anak tiri.<ref>{{Alkitab|Imamat 18:17}}</ref>
 
Dalam sejumlah catatan di dalam [[Taurat]], hubungan sedarah terjadi misalnya antara anak-anak [[Adam]] dan [[Hawa]] menikah sesama saudara; [[Abraham]] menikah dengan [[Sara]], saudari tirinya<ref>{{Alkitab|Kejadian 20:12}}</ref>; [[Yakub]] menikah dengan [[Rahel]], adik dari istri pertamanya, [[Lea]].<ref>{{Alkitab|Kejadian 29:16}}; {{Alkitab|Kejadian 29:23}}</ref> Hal itu tidak dianggap salah karena hukum mengenai hubungan sedarah baru diberikan kemudian pada zaman [[Musa]].
 
Satu jenis perkawinan yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum ini, dan malah diwajibkan menurut [[Kitab Ulangan]] adalah '''kewajiban perkawinan ipar''', yaitu seorang laki-laki mengawini istri saudara laki-lakinya yang tidak meninggalkan anak laki-laki.
:{{Alkitab|Ulangan 25:5-6}} mencatat "Apabila orang-orang yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang dari pada mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka janganlah isteri orang yang mati itu kawin dengan orang di luar lingkungan keluarganya; saudara suaminya haruslah menghampiri dia dan mengambil dia menjadi isterinya dan dengan demikian melakukan kewajiban perkawinan ipar. Maka anak sulung yang nanti dilahirkan perempuan itu haruslah dianggap sebagai anak saudara yang sudah mati itu, supaya nama itu jangan terhapus dari antara orang Israel."
 
==Ayat 22==