Eksil: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
WL8 Wikan (bicara | kontrib)
menambah data dan referensi
WL8 Wikan (bicara | kontrib)
menambah data dan referensi
Baris 6:
Setelah peristiwa September 1965 tersebut, sejumlah pengarang Indonesia yang terdampar di luar negeri dan tidak bisa atau tidak diperbolehkan pulang ke tanah air, memunculkan fenomena yang dikenal sebagai [[sastra eksil Indonesia]].<ref name="eksil4">{{id}} Alham, Asahan (ed). Di Negeri Orang: Puisi Penyair Indonesia Eksil, Lontar, 2002, ISBN 979-8083-42-3</ref>
 
DenganIstilah demikianeksil yangdi disebutIndonesia ‘Eksiltidak Indonesia’hanya dalammengacu kontekpada tulisaneksil inidi adalahbidang ‘eksilpolitik politik’atau sastra.<ref name="eksil3"/> Ada Bukanpula ‘eksil sosial-ekonomi’, seperti yang pernah dialami orang-orang eksil Indonesia (baca: Jawa dan Madura) pada masa kolonial yang harus bekerja sebagai buruh dan tenaga administarsiadministrasi di perkebunan-perkebunan besar di berbagai negeri, seperti Afrika Selatan, Sri Langka, Suriname dan Kaledonia Baru.<ref name="eksil3"/> Catatan-catatan narasi para eksil sosial-ekonomi dari Indonesia ini tidak ditulis oleh para eksil, dan belum dieksplorasi para peneliti, tetapi sebagai bagian dari sejarah tutur yang panjang tentang orang-orang yang ‘diselong’ atau ‘dibuang’, pada masa kolonial. Sepatah kata Jawa ‘sélong’, yang berarti ‘buang’ itu sendiri berakar pada kata ‘Ceylon’, pulau tempat pembuangan para penjahat (sebenarnya ‘pemberontak’) dari Pulau Jawa khususnya – pada masa ketika Ceylon menjadi tanah jajahan Belanda.<ref name="eksil3"/>