Teuku Muhammad Hasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Minopueblo (bicara | kontrib)
Minopueblo (bicara | kontrib)
Baris 49:
 
==Kembali ke Tanah Air==
Pada tahun [[1933]], Mr. T.M Hasan kembali ke [[Indonesia]]. Setiba di [[pelabuhan]] [[Ulee Lheue, Meuraksa, Banda Aceh|Ulee Lheue]], [[Kutaraja]], buku-bukunya disita untuk pemeriksaan karena dicurigai terdapat
buku paham pergerakan yang akan membahayakan kedudukan [[Hindia-Belanda|pemerintah kolonial Belanda]], khususnya di [[Aceh]].
Selama di Kutaraja, Hasan menjadi Pegiat di bidang [[Agama]] dan [[Pendidikan]].
 
Di bidang agama, ia bergabung dengan organisasi Islam [[Muhammadiyah]] sebagai konsul di bawah pimpinan R.O. Armadinata. Pada era ini, Muhammadiyah berhasil mendirikan perkumpulan perempuan yakni [[Aisyiyah]], [[Hizbul Wathan]], dan sebuah lembaga pendidikan setimgkat [[Hollandsch-Inlandsche School]] atau HIS. Perkembangan selanjutnya, Muhammadiyah juga mendirikan cabang-cabang di beberapa kota lain di Aceh. Tercatat pada masa akhir Pemerintahan Belanda di Aceh ([[1942]]), jumlah cabang Muhammadiyah di Aceh sebanyak 8 (delapan) buah.
 
Selain aktif di Muhammadiyah, Hasan juga aktif dalam dunia pendidikan. Ia ikut mempelopori berdirinya [[organisasi]] '''[[Beasiswa|Atjehsche Studiefonds]] (Dana Pelajar Aceh)''' yang bertujuan untuk membantu anak-anak Aceh yang cerdas tetapi tidak mampu untuk sekolah.
 
Selain itu, Hasan juga menjadi [[komisaris]] organisasi pendidikan yang bernama ''Perkumpulan Usaha Sama Akan Kemajuan Anak'' (PUSAKA). Tujuan organisasi ini adalah untuk mendirikan sebuah sekolah rendah berbahasa Belanda seperti [[Hollandsch-Inlandsche School]].
 
Aktifitas kependidikan Hasan yang lain ialah mendirikan Perguruan [[Taman Siswa|Perguruan Taman Siswa]] di Kutaraja pada tanggal [[11 Juli]] [[1937]]. Dalam kepengurusan lembaga yang diprakarsai oleh [[Ki Hajar Dewantara]] ini, Hasan menjadi [[ketua]] dengan [[sekretaris]] [[Teuku Nyak Arief]]. Sesaat setelah pembentukannya, Hasan mengirim utusannya yaitu, T.M. Usman el Muhammady untuk menemui Ki Hajar Dewantara di [[Yogyakarta]]. Tujuannya adalah memohon agar Taman Siswa memperluas jaringannya, yakni dengan mendirikan cabang di Aceh. Berdasarkan permohonan tersebut, Majelis Luhur Taman Siswa mengirim tiga orang guru ke Aceh, yaitu Ki Soewondo Kartoprojo beserta istrinya yang juga sebagai guru dan Soetikno Padmosoemarto. Dalam waktu yang relatif singkat, Hasan dan pengurus Taman Siswa di Kutaraja berhasil membuka 4
(empat) sekolah Taman Siswa di Kutaraja, yaitu sebuah Taman Anak, Taman Muda, Taman Antara dan Taman Dewasa.
 
Berkat pengalaman di bidang pendidikan tersebut, Hasan memutuskan pergi ke [[Batavia]] dan bekerja sebagai pengawai di Afdeling B, Departemen Van Van Onderwijsen Eiredeienst (Departemen Pendidikan). Selain itu, ia juga pernah menjadi pegawai di kantor Voor Bestuurshervarming Buintengewesten. Kemudian pada tahun [[1938]], Hassan kembali lagi ke [[Medan]] untuk bekerja pada kantor [[Gubernur]] Sumatera sampai tahun [[1942]]. Pada era [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|penjajahan Jepang]] ini, yakni antara tahun [[1942]] sampai [[1945]], Hasan tetap berada di Medan dan bekerja sebagai Ketua [[Koperasi|Koperasi Ladang Pegawai Negeri]] di Medan, kemudian menjadi Penasehat dan Pengawas Koperasi Pegawai Negeri di [[Medan]] dan Pemimpin Kantor Tinzukyoku (Kantor permohonan kepada Gunsaibu) di Medan. Ketika Jepang hendak angkat kaki dari Aceh tahun [[1945]], Hasan adalah sedikit dari tokoh-tokoh Aceh yang memiliki kesadaran [[kebangsaan]] dan bersedia bergabung dengan para [[nasionalis]] di Jakarta.
nasionalis di Jakarta.
 
Pada [[7]] [[Agustus]] [[1945]] Mr. Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] ([[PPKI]]) yang diketuai oleh [[Ir. Soekarno]]<ref>http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/2145} </ref>.