Antasari Azhar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bkusmono (bicara | kontrib)
Menolak 3 perubahan terakhir (oleh Bkusmono) dan mengembalikan revisi 4797922 oleh Bkusmono: "copas" dari http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/bbbac49587db698159593dd634075625/zip
Baris 34:
Dalam menanggapi memori PK Antasari Azhar di PN Jaksel , Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra Hidayanto berpendapat bahwa 28 foto almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang menurut Antasari tidak pernah diajukan, sudah disampaikan pada alat bukti surat sehingga bukan bukti baru atau novum.
 
=== Proses terjadinya kejahatan yang dikutip dari putusan [[Mahkamah Agung]] No. 1429 K/Pid/2010===
 
Kisah pembunuhan [[Nasrudin Zulkarnaen]] tersebut berawal dari pertemuan saksi Rani Juliani dan Terdakwa (Antasari Azhar) pada sekitar bulan Mei 2008 di kamar 803 [[Hotel Grand Mahakam]] membicarakan keanggotaan (membership) Terdakwa di Modern Golf [[Tangerang]], saat akan pulang Terdakwa memberi saksi Rani Juliani uang sebesar US$ 300 (tiga ratus US dolar) dan memeluknya, serta mengajak bersetubuh, namun ajakan tersebut ditolaknya dengan mengatakan "lain kali aja pak", kemudian Terdakwa mencium pipi kiri dan pipi kanannya.
 
Pertemuan tersebut diceritakannya kepada korban yang kemudian meminta menemui Terdakwa lagi untuk meminta bantuannya agar korban dilantik sebagai Direktur di BUMN karena SK telah diterima. Setelah dihubungi Terdakwa bersedia bertemu di tempat yang sama di kamar nomor 803 Hotel Grand Mahakam Jakarta Selatan, selanjutnya bersama korban dengan menggunakan taxi saksi Rani Juliani menuju Hotel Grand Mahakam Jakarta Selatan, saat akan menuju kamar nomor 803 korban meminta agar mengaktifkan telepon selularnya (HP) supaya bisa mendengar pembicaraan.
 
Pada saat masuk Terdakwa sudah berada di kamar hotel dan mempersilahkan duduk di sofa. Dalam pembicaraan saksi Rani Juliani meminta Terdakwa untuk kembali menjadi anggota Modern Land Golf dan meminta Terdakwa untuk membantu saudaranya yang sudah mempunyai SK sebagai Direktur di BUMN agar bisa dilantik.
 
Disela pembicaraan Terdakwa meminta saksi Rani Juliani untuk memijat punggungnya, saat sedang dipijat Terdakwa membalikkan tubuh lalu mencium pipi, bibir, membuka kancing baju dan menurunkan bra sebelah kirinya sambil berkata "katanya pertemuan selanjutnya kamu mau" . Ajakan tersebut ditolaknya dengan mengatakan "jangan pak, jangan", karena takut terdengar korban saksi Rani Juliani mematikan telepon selularnya.
 
Meskipun ditolak Terdakwa masih terus menjamah tubuh saksi Rani Juliani dengan meremas-remas dan menciumi serta menjilati payudara, kemudian Terdakwa membuka kancing dan resleting celananya lalu meminta saksi Rani Juliani memegangi kemaluannya sambil menggerakan tangan ke atas dan ke bawah (mengocok) hingga mengeluarkan [[sperma]] .
 
Pada saat Terdakwa ke kamar mandi, korban menelpon saksi Rani Juliani dan menanyakan "kenapa hp-nya dimatikan ?" namun ia hanya mengiyakan . Sebelum pulang Terdakwa memberinya uang sebesar US$ 500 (lima ratus US dolar) dan ketika akan keluar kamar tiba-tiba korban masuk dan marah sambil berkata kepada Terdakwa "Mengapa bapak bertemu dengan isteri saya di sini dan apa yang bapak lakukan terhadap isteri saya ?, saat ini saya bisa panggil wartawan untuk menghancurkan karir bapak" kemudian menampar pipi saksi Rani Juliani.
 
Mendengar kemarahan korban, Terdakwa menjawab "Jangan Pak saya masih ingin memperbaiki Negara", lalu merangkul dan mengajaknya bicara di sudut ruangan kamar hotel dan berusaha menenangkannya dengan mengatakan "kita saudara, ya sudah nanti kita satu tim". Setelah tenang korban mengajak saksi Rani Juliani pulang dan keesokan harinya korban meminta pengakuan saksi Rani Juliani di bawah AI Quran untuk menceritakan perbuatan apa yang sebenarnya dilakukan di kamar nomor 803 hotel Grand Mahakam.
 
Setelah mengetahui perbuatan Terdakwa terhadap saksi Rani Juliani, pada kurun waktu bulan Juni 2008 sampai dengan Desember 2008, korban menggunakan kesempatan itu untuk menemui Terdakwa di kantornya sebanyak 5 (lima) kali antara lain : meminta Terdakwa selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi agar membantu pelantikan korban menjadi Direktur di PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Meminta Terdakwa melakukan intervensi kepada pihak ketiga supaya memberikan proyek kepada dirinya. Menyampaikan informasi korupsi di PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) meminta bantuan menghubungi PT. Aneka Tambang (ANTAM) supaya mempercepat perijinan dan konfirmasi tindak lanjut proses perijinan PT. Ronggolawe.
 
Bulan Desember 2008, Terdakwa menerima SMS dari korban yang isinya "bahwa ternyata pada waktu bapak berjumpa di Hotel Grand Mahakam dengan isteri saya, ternyata melakukan pelecehan seksual“ dan Terdakwa membalas SMS tersebut "Astagfirullah....Pak janganlah sekejam itu menuduh saya", kemudian meminta korban untuk datang ke kantornya.
 
Atas permintaan tersebut korban menemui Terdakwa dan menuduhnya telah melakukan pelecehan seksual terhadap isterinya (saksi Rani Juliani), dan kesempatan itu korban kembali menanyakan proses perijinan PT. Rongolawe namun tidak ditanggapi .
Karena keinginannya tidak dipenuhi, korban mengacam akan mempublikasikan perbuatan Terdakwa terhadap isterinya di kamar nomor 803 Hotel Grand Mahakam ke media dan akan mengadukan permasalahan tersebut kepada DPR.
 
Pada saat merayakan pergantian tahun baru 2009 di [[Bali]], isteri Terdakwa (saksi Ida Laksmiwati, SH.) menerima telepon dari seseorang yang mengatakan "suamimu tidur dengan perempuan lain, perempuannya ada di sampingku" kemudian terdengar suara perempuan, mengatakan "suamimu sudah ku tiduri”.
 
Atas ancaman dan terror tersebut Terdakwa merasa takut dan panik, lalu menduga orang yang meneror tersebut adalah korban, kemudian saksi Sigit Haryo Wibisono diminta membantunya mengatasi terror korban tersebut dengan cara mengamankan atau menghabisinya.
 
Awal bulan Januari 2009, Terdakwa bertemu dengan saksi Sigit Haryo Wibisono dan saksi Kombes Pol. Drs. H. Chairul Anwar, MH. di rumah saksi Sigit Wibisono Jalan Pati Unus No. 35 [[Kebayoran Baru]] Jakarta Selatan, membicarakan tentang terror yang dialami keluarga dan dirinya serta pemerasan yang dilakukan korban terhadapnya, kemudian memberitahukan permasalahan tersebut kepada Kapolri meminta perlindungan hukum atas dirinya selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi beserta keluarganya.
 
Terhadap pemberitahuan dan permintaan tersebut Kapolri membentuk Tim yang diketuai Kombes Pol Drs. H. Chairul Anwar, MH. untuk melakukan tugas penyelidikan dan hasil penyelidikannya diberitahukan kepada Terdakwa, telah diperoleh foto korban, foto mobil yang biasa digunakannya, alamat rumah serta alamat kantor.
 
Informasi diperoleh dari Terdakwa, bahwa saksi Rani Juliani bukan isteri korban dan korban sebagai pengguna narkoba, Tim yang diketuai Kombes Pol Drs. Chairul Anwar, MH. melakukan penyelidikan, pada pertengahan Januari 2009, Tim melakukan penggerebekan di salah satu kamar hotel tempat korban dan saksi Rani Juliani menginap di Kendari, kemudian melakukan razia narkoba di lantai 3 (tiga) salah satu kamar hotel di Makasar tempat korban menginap.
 
Karena tidak ditemukan perbuatan pidana yang dilakukan oleh korban, Tim yang dibentuk Kapolri menyarankan kepada Terdakwa untuk membuat laporan Polisi, namun tidak disetujui dengan alasan privasi dirinya sebagai ketua KPK.
 
Selain meminta bantuan Kapolri sebagaimana disebutkan di atas, Terdakwa selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, juga memerintahkan stafnya yaitu Budi Ibrahim dan saksi Ina Susanti untuk melakukan pelacakan dan penyadapan nomor telepon yang masuk ke telepon genggam isterinya kemudian menyerahkan catatan secarik kertas yang berisi No HP 0811978245, 081311695795, 081381202747 dan 0818883155 dan meminta agar No HP 08161113244 juga ikut disadap, 2 (dua) diantara nomor HP tersebut di atas adalah rnilik korban yaitu nomor HP 0811978245 dan HP 08161113244.
 
Ketika saksi Budi Ibrahim bersama saksi Ina Susanti menyerahkan Laporan Hasil Penyadapan, sekaligus meminta Terdakwa untuk menghentikannya karena menghabiskan waktu, biaya dan tidak level, namun Terdakwa mengatakan “saya apa dia yang mati”.
Karena kerja Tim tidak bisa menghentikan ancaman dan terror yang dilakukan korban terhadap diri dan keluarganya, Terdakwa semakin panik dan takut, selanjutnya kembali menemui saksi Sigit Haryo Wibisono di rumahnya di Jalan Pati Unus No. 35 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan menyampaikan keluhannya serta meminta saksi Sigit Haryo Wibisono mencari cara mengamankan atau menghabisi korban.
 
Karena terus menerus didesak, saksi Sigit Haryo Wibisono menyetujui permintaan dan bersedia membantu Terdakwa untuk menghabisi korban dengan cara menjadikan korban sebagai tersangka dalam perkara korupsi oleh KPK, menjadikan korban sebagai korban perampokan yang akan dilakukan oleh TKI (orang-orang yang tidak bekerja di Indonesia) dengan tujuan untuk menghabisi korban, kemudian saksi Sigit Haryo Wibisono menyampaikan kepada Terdakwa akan mengusahakan orang yang bisa menghabisi korban melalui saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar. Setelah itu saksi Sigit Haryo Wibisono menghubungi saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar dan menyampaikan permasalahan yang dihadapi Terdakwa serta keinginan Terdakwa untuk menghabisi korban, apabila berhasil mewujudkan keinginan tersebut, maka Terdakwa akan membicarakan promosi kenaikan pangkat dan jabatannya kepada Kapolri.
 
Selanjutnya akhir bulan Januari 2009, Terdakwa dipertemukan oleh saksi Sigit Haryo Wibisono dengan saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar di Jalan Pati Unus No. 35 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Setelah bertemu Terdakwa menyampaikan keluhan/terror yang dialaminya dan keluarga kepada saksi Sigit Haryo Haryo Wibisono dan saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar, kemudian meminta saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar untuk menyelesaikan terror dan ancaman yang dilakukan korban terhadap diri dan keluarganya dengan cara menghabisi korban dan saksi Sigit Haryo Wibisono akan mempersiapkan dana operasional untuk mewujudkan pekerjaan tersebut, mendengar keluhan dan permintaan tersebut, sebaliknya saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menyampaikan keinginannya agar Terdakwa membicarakan kemungkinan kenaikan pangkat dan jabatannya kepada Kapolri. Dengan adanya harapan serta peluang promosi jabatan, saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar mengatakan “siap mengamankan”
 
Hasil pertemuan itu disepakati Terdakwa akan membicarakan kemungkinan kenaikan pangkat dan jabatan saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar dengan Kapolri dan saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar akan mencari orang yang bisa menghabisi korban, guna menghentikan ancaman dan terror yang dilakukannya terhadap Terdakwa
 
Sesuai kesepakatan Terdakwa memberikan foto korban, foto mobil, alamat rumah dan alamat kantor korban kepada saksi Kombes Drs. Wiliardi Wizar yang diserahkan oleh saksi Sigit Haryo Wibisono, yang sebelumnya diterima dari Tim yang dibentuk Kapolri yang diketuai Kombes Pol Drs. H. Chairul Anwar, MH.
 
Bahwa setelah menerima foto korban, foto mobil, alamat rumah dan kantor korban dari Terdakwa dan adanya janji dari Terdakwa yang akan membicarakan promosi pangkat dan jabatannya kepada Kapolri, serta janji saksi Sigit Haryo Wibisono memberikan dana operasional menghabisi korban, selanjutnya pada tanggal 1 Februari 2009 saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menghubungi dan mendatangi saksi Jerry Hermawan Lo di kantornya di [[Kedoya]] Raya Kav. 27 No. 13 Pesing Koneng Jakarta Barat
 
Pada pertemuan tersebut, saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menyerahkan 1 (satu) lembar kertas HVS yang ada di gambar foto seorang laki-Iaki yang di bawahnya bertuliskan nama korban Nasrudin Zulkarnaen Iskandar beserta alamat lengkap rumah dan kantornya dan 1 (satu) lembar kertas HVS bergambar mobil [[BMW]] warna Silver dengan plat nomor Polisi B 191 E, selanjutnya meminta bantuan saksi Jerry Hermawan Lo untuk mencarikan seseorang yang dapat menghabisi nyawa korban karena orang tersebut sangat berbahaya bagi Negara dan misi tersebut merupakan tugas Negara
 
Menyikapi permintaan tersebut pada malam itu juga saksi Jerry Hermawan Lo menghubungi dan meminta saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo untuk bersedia bertemu dengan saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar serta datang ke rumahnya di komplek Perumahan Permata Buana Blok A7 No. 13 Kembangan Jakarta Barat, ketika bertemu saksi Jerry Hermawan Lo sambil memperlihatkan foto yang diterimanya dari saksi Kombes Pal Drs. Wiliardi Wizar menyampaikan ada tugas Negara dan sangat rahasia yaitu mengenalkan seseorang yang dapat menghabisi nyawa seorang laki-Iaki yang fotonya ada pada kertas HVS sambil menunjukkan foto yang diterimanya dari saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar.
 
Setelah pembicaraan tersebut saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo meninggalkan rumah saksi Jerry Hermawan Lo, lalu menghubungi saksi Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik dan menyampaikan adanya orderan untuk menghilangkan nyawa korban .
Keesokan harinya pada tanggal 2 Februari 2009 sekira pukul 19.00 Wib saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar, saksi Jerry Hermawan Lo dan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo bertemu di cafe/restoran Arena Bowling Ancol Jakarta Utara, pada pertemuan tersebut saksi Jerry Hermawan Lo kembali meminta saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo agar mencari orang guna menghabisi orang yang fotonya pernah ditunjukannya karena membahayakan keamanan Negara sambil menyerahkan amplop warna coklat berisi 2 (dua) lembar foto yang dicetak di atas kertas HVS yaitu : foto korban Nasrudin Zalkarnaen Iskandar beserta alamat lengkap rumah dan kantornya dan foto mobil BMW warna silver dengan plat nomor Polisi B 191 E.
 
Pada kesempatan itu saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar juga menjelaskan hal yang sama kepada saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo untuk melaksanakan atau menyelesaikan tugas Negara tersebut menjelang Pemilu Legislatif karena membahayakan Negara dan meminta mengenalkan seseorang yang dapat melaksanakan tugas menghabisi nyawa korban.
 
Setelah pertemuan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo menemui saksi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik yang telah menunggu di parkiran mobil kemudian menyerahkan amplop besar warna coklat sambil mengatakan pekerjaan yang akan dilakukan menyangkut tugas Negara yaitu menghabisi orang yang ada fotonya di amplop coklat tersebut karena membahayakan keamanan Negara dan nanti akan disediakan sarana serta uang operasional untuk memperlancar pekerjaan tersebut .
 
Karena Terdakwa masih terus diteror oleh Terdakwa, pada bulan Februari 2009 itu juga Terdakwa mengirim SMS kepada korban yang isinya "maaf mas masalah ini yang tahu hanya kita berdua kalau sampai terblow up tahu konsekwensinya" yang kemudian diperlihatkan korban kepada saksi Etza Imelda Fitri, SH. dan saksi Jefrry Lumempouw, SH.
 
Selanjutnya pada awal bulan Maret 2009 saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menemui saksi Sigit Haryo Wibisono di Kantor Pers Indonesia Merdeka Jalan Kerinci VIII No. 63 Kebayoran Baru Jakarta Selatan meminta dana operasional untuk melaksanakan niat menghabisi nyawa korban sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
 
Permintaan tersebut saksi Sigit Haryo Wibisono menugaskan saksi Setyo Wahyudi menyerahkan dana sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) kepada saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar namun sebelum menyerahkan uang saksi Sigit Haryo Wibisono memberitahukan lebih dahulu kepada Terdakwa via telephon dan mengatakan bahwa ia akan menyerahkan uang operasional kepada saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan uang tersebut adalah sebagai pinjaman yang harus dikembalikan lagi dan Terdakwa menjawab "nanti akan dicarikan gantinya".
 
Setelah menerima dana operasional sebesar Rp. 500.000.000,- (Iima ratus juta rupiah) saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menemui saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo di pelataran Lobby Cilandak Town Square (CITOS) lalu menyerahkan uang sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk biaya operasionaI .
 
Pada malam itu juga saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo menyerahkan uang operasional menghabisi korban sebesar Rp. 500.000.000,- (Iima ratus juta rupiah) kepada saksi Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik di Mc Donal Tebet dan menugaskan agar segera menghabisi korban namun uang yang diambil hanya sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) saja .
 
Setelah menyerahkan uang sebanya Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo mengatakan kepada saksi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik harus bertanggung jawab melaksanakan tugas menghabisi korban.
 
Untuk memastikan tugas menghabisi korban sudah dijalankan atau belum, saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menghubungi saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo dan mengajak bertemu di ruang kerjanya di subdit Pariwisata Babinkam Mabes Polri Jakarta, pada pertemuan tersebut saksi kombes Pol Drs.Wiliardi Wizar kembali menegaskan bahwa tugas menghabisi korban benar-benar tugas negara dan pelaksanaannya jangan sampai lewat Pemilu Legislatif tahun 2009 karena akan sia-sia serta akan meledak sebab menyangkut keamanan negara dan menegaskan supaya saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo tidak usah khawatir karena semua itu sudah diatur dan diamankan, bila pekerjaan ini berhasil maka pangkat dan karirnya akan naik.
 
Sebaliknya saksi Eduardus Noe Mbete Ndopo alias Edo mengatakan bahwa dana opersional yang telah diterimanya sudah diserahkan kepada seorang pelaksana di Iapangan. Setelah menerima uang operasional sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) saksi Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik menghubungi dan mengajak saksi Fransiskus Tadon Kerans alias Amsi, saksi Heri Santosa Bin Rasja alias Bangol, saksi Daniel Daen Sabon alias Danil, untuk menghabisi nyawa korban dengan dalih pekerjaan tersebut adalah tugas Negara dan korban adalah orang yang membahayakan keamanan Negara bila berhasil maka saksi Fransiskus Tadon Kerans alias Amsi memperoleh imbalan sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), saksi Heri Santosa Bin Rasja alias Bagol akan memperoleh imbalan sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah) dan saksi Daniel Daen Sabon Alias Danil akan memperoleh imbalan sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), atas ajakan tersebut mereka bersedia untuk menghabisi nyawa korban.
 
Selanjutnya dengan adanya gambar foto korban, foto mobil sedan BMW warna silver No. Pol B 191 E dan dana operasional telah diterima maka diadakan pertemuan di sebuah gudang kosong pabrik PT. Yasun Litex di Batu Ceper Tangerang untuk mempersiapkan pelaksanaan menghilangkan nyawa korban
 
Setelah perencanaan dan persiapan telah matang atau sempurna pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2009 sekira jam 14.30 Wib bertempat di Jalan Hartono Raya Modern Land Tangerang ketika korban berada di dalam mobil BMW warna silver No. Pol B 191 E yang dikemudikan saksi Suparmin, laju kendaraannya dihalang-halangi oleh mobil Toyota Avanza warna silver No. Pol B 8870 NP yang dikemudikan saksi Fransiskus Tadon Kerans alias Amsi dan seketika, saat mobil BMW yang dinaiki korban yang berjalan pelan akan melewati undakan (polisi tidur) lalu sepeda motor Yamaha Scorpio warna gelap No. Pol B 6862 SNY yang dikendarai saksi Heri Santosa Bin Rasja alias Bagol dengan memboncengi saksi Daniel Daen Sabon Alias Danil bergerak mendekati samping kiri mobil BMW yang dinaiki korban hingga berjarak lebih kurang sekitar 0.5 (nol koma lima) meter kemudian saksi Daniel Daen Sabon Alias Danil mengarahkan senjata api jenis Revolver tipe S & W caliber 38 yang telah dipersiapkannya ke arah kaca samping kiri belakang mobil BMW lurus searah dengan kepala korban lalu menembak atau menarik pelatuk senjata api tersebut sebanyak 2 (dua) kali, sehingga peluru menembus kaca pintu mobil dan kena tepat di kepaIa korban.
 
Setelah mengetahui bahwa korban telah meninggal dunia karena ditembak, saksi Sigit Haryono Wibisono menghubungi Terdakwa dan mengatakan "bagaimana nich pak, bisa runyam kita?" dan Terdakwa menjawab "tenang saja saya sudah koordinasikan" kemudian sekitar akhir bulan Maret 2009 saksi Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar datang ke rumah Terdakwa yang diantar saksi Setyo Wahyudi atas sepengetahuan saksi Sigit Haryono Wibisono untuk menanyakan perkembangan karier yang pernah dibicarakan sebelumnya.
Akibat penembakan yang dilakukan saksi Daniel Daen Sabon Alias Danil menyebabkan korban Nasrudin Zulkarnaen Iskandar meninggal dunia sebagaimana diterangkan dalam Visum Et Repertum Nomor : 1030/SK.II/03/2-2009 tanggal 30 Maret 2009 yang ditandatangani oleh Dr. [[Abdul Mun'im Idries]], SpF dokter pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo yang pada kesimpulannya menerangkan : "Pada mayat laki-laki yang berumur sekitar empat puluh tahun ini didapatkan 2 (dua) buah luka tembak masuk pada sisi kepala sebelah kiri, kerusakan jaringan otak serta pendarahan dalam rongga tengkorak serta 2 (dua) butir anak peluru yang sudah tidak utuh"."Sebab matinya orang ini akibat tembakan senjata api yang masuk dari sisi sebelah kiri, berdasarkan sifat lukanya kedua luka tembak tersebut merupakan luka tembak jarak jauh, peluru pertama masuk dari arah belakang sisi kepala sebeleh kiri dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi kepala sebelah kiri, diameter kedua anak peluru tersebut 9 (sembilan) millimeter dengan ulir ke kanan, hal tersebut sesuai dengan peluru yang ditembakan dari senjata api caliber 0,38 tipe S & W’.<ref>http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/bbbac49587db698159593dd634075625/zip</ref>
 
== Pranala luar ==