Mesin 4 silinder segaris: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 25:
Pembakaran dalam mesin 4 silinder segaris pada dasarnya sudah mencapai keseimbangan mesin yang baik karena pistonnya bergerak secara berpasangan. Ketika satu pasang piston bergerak ke atas, satu pasang piston lagi bergerak ke bawah. Meskipun begitu, percepatan dan perlambatan piston lebih besar di putaran atas Crankshaft daripada putaran di bawah, karena batang penghubungnya (''connecting rod'') tidak bisa memanjang, yang menyebabkan gerak menjadi tidak sinusoidal. Akibatnya adalah ketika 1 pasang piston sedang berakselerasi cepat ke 1 arah, 1 pasang piston lainnya berakselerasi lebih lambat dengan arah yang berlawanan. Ketidaksetimbangan ini menimbulkan getaran. Getaran ini masih bisa ditoleransi pada mesin berkapasitas kecil dan bertenaga kecil, tapi getaran semakin parah seiring dengan bertambahnya kapasitas dan tenaga mesin.
 
Kebanyakan mesin 4 silinder segaris di bawah kapasitas 2.0L masih bisa menoleransi getaran ini. Untuk mobil dengan kapasitas di atas 2.0L, kebanyakan pabrikan sudah menggunakan [[Balanceporos shaftpengimbang]] (''balance shaft'') untuk menghilangkan getaran ini. Dari sistem yang ditemukan oleh Dr. [[Frederick W. Lanchester]] tahun 1911 dan mulai dipopulerkan [[Mitsubishi Motors]] tahun 1970an, sebuah mesin 4 segaris menggunakan 2 balance shafts yang berotasi dengan arah yang berlawanan pada 2 kali kecepatan crankshaft untuk mengimbangi perbedaan kecepatan di piston.<ref>Nunney, 42-44</ref>
 
Meskpun begitu, pada mobil-mobil lawas juga ditemukan adanya mesin berkapasitas lebih dari 2.0L tapi tidak memakai balance shaft, seperti [[Citroën DS|Citroën DS 23]] yang berkapasitas 2.3L, [[Austin-Healey 100]] 1948 berkapasitas 2.7L, [[Ford Model A (1927)]] berkapasitas 3.3L, dan [[Mesin GM Iron Duke]] berkapsitas 2.5L yang banyak digunakan di mobil dan truk Amerika. Mesin-mesin ini masih menghasilkan tenaga kecil meskipun kapasitasnya cukup besar. <ref>Nunney, 40-44.</ref>