Wayang kulit Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sutan Tan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{rapikan}}
===Wayang Kulit Banjar===
 
===Wayang Kulit Banjar===
'''Masyarakat Banjar''' di [[Kalimantan Selatan]] , telah mengenal pertunjukan wayang kulit sekitar awal abad ke-XIV. Pernyataan ini diperkuat karena pada kisaran tahun 1300 sampai dengan 1400, dimana Kerajaan [[Majapahit]] telah menguasai sebagian wilayah Kalimantan ( [[Tjilik Riwut : 1993]] ), dan membawa serta menyebarkan pengaruh agama Hindu dengan jalan pertunjukan [[wayang kulit]].
'''Wayang Kulit Banjar''' adalah [[wayang kulit]] yang berkembang dalam budaya [[suku Banjar]] di Kalimantan Selatan maupun di daerah perantauan suku seperti di [[Indragiri Hilir]].
 
==Sejarah==
'''Masyarakat Banjar''' di [[Kalimantan Selatan]] , telah mengenal pertunjukan wayang kulit sekitar awal abad ke-XIV. Pernyataan ini diperkuat karena pada kisaran tahun 1300 sampai dengan 1400, dimana Kerajaan [[Majapahit]] telah menguasai sebagian wilayah Kalimantan ( [[Tjilik Riwut : 1993]] ), dan membawa serta menyebarkan pengaruh agama [[Hindu]] dengan jalan pertunjukan [[wayang kulit]].
 
Konon pasukan Majapahit yang dipimpin oleh [[Andayaningrat]] membawa serta seorang dalang wayang kulit bernama [[R. Sakar Sungsang]] lengkap dengan pengrawitnya, pegelaran langsung ( sesuai pakem tradisi Jawa ) yang dimainkannya kurang dapat dinikmati oleh masyarakat Banjar, karena lebih banyak menggunakan repertoar dan ideom-ideom jawa, yang sulit untuk dimengerti masyarakat setempat.
 
==Masa perkembangan agama Islam==
Pada saat memudarnya kerajaan Majapahit dan mulai berdirinya kerajaan Islam (1526 M), pertunjukan wayang kulit mulai diadaptasi dengan muatan-muatan lokal yang dipelopori oleh [[Datuk Toya]], penyesuaian itu terus berlangsung sampai abad ke-XVI, perlahan-lahan wayang kulit itu berubah, dan sesuai dengan citra rasa dan estetika masyarakat Banjar.
 
==Spesifikasi==
Sekarang Wayang Kulit Banjar , telah menjadi seni pertunjukan yang berdiri sendiri dan memiliki ciri-ciri spesifik yang membedakannya dengan jenis wayang kulit lainnya, baik dari segi bentuk, musik/gamelan pengiring, warna , ataupun tata-cara memainkannya, walaupun tokoh-tokoh wayang cenderung mengikuti pakem pewayangan dan juga dikembangkan dari tokoh dan perlambang masyarakat Banjar , seperti terdapatnya [[gunungan/kayon]], [[Batara Narada]], [[Arjuna|Arjunawijaya]], [[Petruk|jambu Leta Petruk]], [[Sarawita|Sarawita/Bilung]], [[Subali]], [[Hanoman|R.Hanoman]],[[Rama|Prabu Rama]], [[Kedakit Klawu]] atau [[Raksasa]] dan lainnya.
 
Baris 18 ⟶ 22:
Cerita wayang kulit Banjar bersumber dari dua kitab kuno yang berasal dari khasanah Hindu, yaitu [[Ramayana]] dan [[Mahabarata]]. Selain dari kedua cerita tersebut , dalang wayang kulit Banjar sering pula menampilkan cerita karangan/ gubahan sendiri yang mereka sebut lakon '''[[Carang]]''' adan dalam perkembangannya lakon Carang inilah yang menjadi primadona masyarakat Banjar. Selain lakon Carang , di Kalimantan Selatan juga berkembang pertunjukan " [[Wayang Sampir]]" , merupakan ritual yang dipimpin oleh dalang untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia, dan biasanya diselenggarakan dalam bentuk pagelaran padat dengan jangka waktu pelaksanaan pada kisaran dua jam dan kemudian dilanjutkan dengan pagelaran biasa.
 
==Penyelenggaraan==
Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya diselenggarakan pada kesempatan khitanan, upacara perkawinan adat, hari-hari besar nasional, ataupun untuk memenuhi nazar seseorang, dengan tempat pertunjukan di tanah lapang, halaman kantor/ rumah yang dapat menampung penonton, yang menyaksikannya dengan berdiri , duduk ataupun lesehan sesuai keinginannya. Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya diatas panggung, lengkap dengan layar dan alat penerangan [["blencong"]] , merupakan lampu dengan sumbu api dengan bahan bakarnya dari minyak kelapa. Pada saat wayang kulit dimainkan oleh dalang, blencong tersebut dipasang di belakang layar, sehingga jatuhnya bayangan dari wayang kulit tepat pada layar . Disisi kiri dan kanan dalang dipasang barisan wayang kulit, sementara pada penabuh gamelan duduk dibelakang dalang sambil memainkan alat musiknya masing-masing.