Gereja Kristen Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kia 80 (bicara | kontrib)
k ←Membatalkan revisi 3879563 oleh 118.96.110.2 (Bicara)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-jaman +zaman)
Baris 7:
Cikal bakal kedua adalah dua orang lelaki dan tiga orang perempuan pekerja miskin batur (pembantu rumah tangga) Ny.Christina Petronella Phillips Stevens di Ambal – Purworejo yang menerima tanda babtis mereka di '''Gereja Indische Kerk Purworejo''' pada 27 Desember 1860.
 
Dengan demikian harus jujur diakui, bibit kawit dari yang disebut dan menamakan diri Gereja-gereja Kristen Jawa adalah kaum pidak pedarakan lagi pula buta huruf, keluarga para pembantu rumah tangga dan buruh mbatik, anggota masyarakat kelas bawah Boemipoetera jamanzaman kolonial yang paling asor drajade.
 
Dengan memasukkan para warga '''Golongane Wong Kristen “Jowo” kang Merdhiko''' asuhan '''Kyai Sadrach Suropranoto''' yang sangat pantas juga dimasukkan kelompok bibit kawit yang jumlahnya ribuan tersebar di puluhan desa wiwit Segara Lor tekan Segara Kidul, dari kawasan Menoreh, Kedu, Sindoro Sumbing dan Dieng, laladan neng gunung wah neng ngare, gambaran inipun tidak berubah. Mereka juga wong karang perdesan dan wong nggunung kelas koelie kendho (petani tanpa tanah dan sawah).
Baris 15:
Untuk mengunjungi kebaktian jangan mimpi mereka datang dengan naik andhong berpakaian necis dan beralas kaki. Satu-satunya pilihan yang ada hanyalah berjalan kaki, lagi pula nyeker, dengan pakaian seadanya ing atase para batur dan petani gurem. Mereka belajar agama Kristen maupun melantunkan kidung pujian hanya bermodalkan apalan, itulah kelebihan mereka sebagai orang buta huruf.
 
Tumbuhnya kelompok Kristen awal ini segera disusul oleh tumbuhnya kelompok lain hasil pekabaran injil '''Nederlandche Gereformeerde Zendingvereniging (NGZV)''' yang mulai bekerja di Jawa Tengah sejak 1865 di Tegal (Muaratuwa) dan Purbalingga (plus Bobotsari dan Bojong), yang nantinya diambil-alih oleh '''Zending Gereformeerd Kerken (ZGK)''' sejak tahun 1896 dan dikembangkan dengan pusat-pusat penginjilan dari kota-kota Purworejo – Temon, Kebumen, Yogyakarta, Surakarta, Banyumas-Purbalingga serta Magelang Temanggung, semuanya di kawasan Jawa Tengah Selatan (Jawa Tengah Utara menjadi ladang pekabaran Injil Salatiga Zending). Sejak ini muncullah puluhan pepanthan di sekeliling tiap-tiap pusat penginjilan di luar kelompok yang lama maupun kelompok Wong Kristen Merdhiko. Namun yang jelas, hampir semua warga gereja Jawa ini berlatar belakang petani miskin dan buta aksara. Hanya berkat jasa pelayanan sekolah dan rumah sakit yang diselenggarakan zending, secara lambat namun pasti generasi kedua warga Gereja Jawa bergeser, mereka mulai melek huruf, sebagai akibat pendidikan di sekolah maupun di rumah sakit zending sebagian generasi kedua ini beralih profesi menjadi guru dan perawat serta pegawai berbagai bidang pelayanan masyarakat termasuk di pemerintahan desa. Dari generasi kedua inilah kemudian lahir generasi ketiga warga geraja Jawa pra dan pasca kemerdekaan yang educated minded, yang dijamandizaman kolonial didorong dan difasilitasi untuk belajar tidak hanya di Volkschool dan Vervolgschool namun juga di Schakelschool, HIS, MULO, bahkan Kweekschool dan HIK.
 
Yang jelas pertumbuhan gereja Jawa (di luar Golongane Wong Kristen “Jowo” kang Merdhiko yang masih belum bergabung dalam asuhan zending), apalagi sejak 1900, sangat ditentukan oleh metoda dan realisasi pekabaran Injl Zending ZGK yang tergelincir kepada kenyataan yang menyebabkan gereja Jawa tumbuh dalam ketergantungan yang akut pada para Pendeta Missi dan zendingnya.