Neoplatonisme: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Templat:Platonisme}}
'''Neoplatonisme''' dibangun oleh Plotinus (204-70 SM) yang merupakan filosof besar fase terakhir Yunani.<ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book|last=Sholikhin|first=KH. Muhammad|title=Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti|publisher=Penerbit Narasi|year=2008|location=Jogjakarta|pages=161-168|isbn=979-168-100-7}}</ref>
=Sejarah Neoplatonisme=
[[Berkas:plotinus.jpg|thumb|left|200 px|Plotinus]]
Aliran yang berupaya menggabungkan ajaran [[Plato]] dan [[Aristoteles]] dikenal dengan sebutan neoplatonisme, yang merupakan puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani.<ref name="suhrawadi">{{cite book|last=Drajat, Dr. M.A|first=Amroeni|title=Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik|publisher=LKiS|year=2005|location=Jogjakarta|pages=104-108|isbn=979-845-119-8}}</ref><ref name="ringkasan">{{cite book|last=Bertens, Prof.|first=K.|title=Ringkasan Sejarah Filsafat|publisher=Penerbit Kanisius|year=1975|location=Jogjakarta|pages=18-19|isbn=979-413-083-4}}</ref>
Tokoh neoplatonisme yang dianggap representatif ialah Plotinus, murid Ammonius Saccas.<ref name="suhrawadi">{{cite book|last=Drajat, Dr. M.A|first=Amroeni|title=Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik|publisher=LKiS|year=2005|location=Jogjakarta|pages=104-108|isbn=979-845-119-8}}</ref>
Plotinus juga mendalami ajaran-ajaran mistik India dan Persia, yang saat itu sedang populer.<ref name="suhrawadi">{{cite book|last=Drajat, Dr. M.A|first=Amroeni|title=Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik|publisher=LKiS|year=2005|location=Jogjakarta|pages=17-18|isbn=979-845-119-8}}</ref>
Plotinus menyesuaikan filsafat [[Plato]] dalam cara-cara yang penting dan karyanya diterbitkan oleh muruidnya Porphyry (±232-305).<ref name=" ide Filsafat ">{{cite book|last=Smith|first=Linda|coauthors=Raeper, William|title=Ide-ide Filsafat dan Agama: Dulu dan Sekarang|publisher=Penerbit Kanisius|year=2000|location=Jogjakarta|pages=24|isbn=979-672-745-5}}</ref>
=Pokok-pokok Pemikiran=
Baris 19:
===Dialektika Menurun===
Dialektika menurun digunakan untuk menjelaskan “Wujud Tertinggi” dan cara keluarnya dari-Nya. Penjelasannya terhadap Wujud tertinggi itu, Plotinus terkenal dengan teorinya “Yang Esa”, yaitu keluarnya alam dari “Yang Esa”, ia sampai kepada kesimpulan bahwa semua yang wujud, termasuk di dalamnya wujud pertama (Yang Esa), merupakan rangkaian mata rantai yang kuat dan erat, dan kemudian dalam studi kegamaan dikenal dengan istilah “kesatuan wujud”.<ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book|last=Sholikhin|first=KH. Muhammad|title=Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti|publisher=Penerbit Narasi|year=2008|location=Jogjakarta|pages=161-168|isbn=979-168-100-7}}</ref><br/>
Plotinus sangat mementingkan kesatuan. Semua makhluk yang ada, bersama-sama merupakan keseluruhan yang tersusun sebagai suatu hirarki. Pada puncak hirarki terdapat “Yang Esa” (bahasa Yunani: to hen). Setiap taraf dalam hirarki berasal dari taraf lebih tinggi yang paling berdekatan dengannya. Taraf satu berasal dari taraf lain melalui jalan pengeluaran atau “emanasi” (bahasa Inggris: emanation). Dengan istilah “emanasi” ditunjukkan bahwa pengeluaran itu secara mutlak perlu, seperti air sungai secara mutlak perlu memancar dari sumbernya. Taraf lebih tinggi tidak bebas dalam mengeluarkan taraf berikutnya, tetapi dalam proses pengeluaran ini taraf yang lebih tinggi tidak berubah dan kesempurnaannya tidak hilang sedikit pun. Proses pengeluaran digambarkan Plotinus sebagai berikut: dari “Yang Esa” dikeluarkan Akal (Nous). Akal ini sama dengan ide-ide [[Plato]] yang dianggap Plotinus sebagai suatu intelek yang memikirkan dirinya sendiri. Jadi, akal sudah tidak satu lagi, karena di sini terdapat dualitas: pemikiran dan apa yang dipikirkan. Dari akal itu, jiwa (psykhe) berasal, dan akhirnya dari jiwa dikeluarkan materi (hyle), yang bersama jiwa merupakan jagad raya. Selaku taraf yang paling rendah dalam seluruh hirarki, materi adalah makhluk yang paling kurang kesempurnaannya dan sumber segala kejahatan.<ref name="ringkasan">{{cite book|last=Bertens, Prof.|first=K.|title=Ringkasan Sejarah Filsafat|publisher=Penerbit Kanisius|year=1975|location=Jogjakarta|pages=18-19|isbn=979-413-083-4}}</ref><br/>
Baris 41:
[[Aristoteles]] juga menekankan bahwa yang sempurna (form murni) menarik “yang tidak sempurna” (alam benda). Alam yang terakhir ini bergerak menuju ke arah wujud Yang Esa, karena ingin menjadi sempurna juga. Jadi menurut [[Aristoteles]], Yang Esa bersifat menggerakkan, dan dengan begitu ia tidak bergerak.<ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book|last=Sholikhin|first=KH. Muhammad|title=Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti|publisher=Penerbit Narasi|year=2008|location=Jogjakarta|pages=161-168|isbn=979-168-100-7}}</ref><br/>
Plotinus yang datang kemudian, juga mencoba menyempurnakan ajaran keterhubungan antara dua wujud tersebut. Hanya saja cara yang ditempuhnya lain. Ia menggunakan pokok pikiran bahwa di antara semua wujud ini, ada wujud tertinggi, yang disebut “Yang Esa” atau “Wujud Tertinggi”, dan ada pula wujud yang terendah, yaitu alam materi. Sementara di antara kedua wujud tersebut, terdapat wujud-wujud yang lain. Menurut Plotinus, wujud keseluruhannya ada empat,<ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book|last=Sholikhin|first=KH. Muhammad|title=Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti|publisher=Penerbit Narasi|year=2008|location=Jogjakarta|pages=161-168|isbn=979-168-100-7}}</ref> yaitu:<br/>
a. Yang Esa (to hen)<br/>
b. Akal (nous)<br/>
Baris 87:
Pada abad ke-9, Abu Haran a Ash’ari, seorang teolog Irak, menjelaskan argumen bahwa alam semesta ini diatur oleh pengaturan langsung oleh Penyebab Awal atau Tuhan, seluruh kejadian-kejadian - dari yang paling kecil hingga yang paling besar - adalah menurut penciptaan-Nya, sepanjang waktu, Tuhan berada dalam kesibukan-Nya.<ref name="The Greatest Philosophers">{{cite book|last=Yuana|first=Kumara Ari|title=The Greatest Philosophers: 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM-Abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis|publisher=Penerbit Andi|year=2010|location=Jogjakarta|pages=158|isbn=978-979-291-370-5}}</ref><br/>
Pendapat ini juga didukung oleh filsuf Irak abad ke-11 lain yang terkenal, Abu Hamid Muhammad ibnu Muhammad al Ghazali. Dalam bukunya, Tahaafut al Falaasifah, yang dalam terjemahan Inggris berjudul The Inconherence of the Philosophers, Al Ghazali menyampaikan kritik pada filsafat Neoplatonisme yang mempengaruhi pemikiran Timur Tengah lainnya, seperti Al-Farabi dan Ibn Sina.<ref name="The Greatest Philosophers">{{cite book|last=Yuana|first=Kumara Ari|title=The Greatest Philosophers: 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM-Abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis|publisher=Penerbit Andi|year=2010|location=Jogjakarta|pages=158|isbn=978-979-291-370-5}}</ref>
= Referensi =
|