Neoplatonisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
 
= Sejarah Neoplatonisme =
 
[[Berkas:plotinus.jpg|thumb |left|200 px |Plotinus]]
Aliran yang berupaya menggabungkan ajaran [[Plato]] dan [[Aristoteles]] dikenal dengan sebutan neoplatonisme, yang merupakan puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 104-108 | isbn = 979-845-119-8}}</ref> <ref name="ringkasan">{{cite book | last = Bertens, Prof. | first = K. | title = Ringkasan Sejarah Filsafat | publisher = Penerbit Kanisius | year = 1975 | location = Jogjakarta | pages = 18-19 | isbn = 979-413-083-4}}</ref> Aliran ini bermaksud menghidupkan kembali filsafat [[Plato]]. <ref name="ringkasan">{{cite book | last = Bertens, Prof. | first = K. | title = Ringkasan Sejarah Filsafat | publisher = Penerbit Kanisius | year = 1975 | location = Jogjakarta | pages = 18-19 | isbn = 979-413-083-4}}</ref> Tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut-pengikutnya tidak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lain, seperti [[Aristoteles]] misalnya dan aliran Stoa. <ref name="ringkasan">{{cite book | last = Bertens, Prof. | first = K. | title = Ringkasan Sejarah Filsafat | publisher = Penerbit Kanisius | year = 1975 | location = Jogjakarta | pages = 18-19 | isbn = 979-413-083-4}}</ref> Sebenarnya ajaran ini merupakan semacam sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu, dimana [[Plato]] diberi tempat istimewa. <ref name="ringkasan">{{cite book | last = Bertens, Prof. | first = K. | title = Ringkasan Sejarah Filsafat | publisher = Penerbit Kanisius | year = 1975 | location = Jogjakarta | pages = 18-19 | isbn = 979-413-083-4}}</ref> Yang berpengaruh aliran ini adalah Ammonius Saccas. Saccas adalah filsuf yang mengajar di Alexandria, Mesir, pada paro pertama abad ketiga. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 104-108 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
Baris 14 ⟶ 13:
 
= Pokok-pokok Pemikiran =
 
== Dialektika ==
 
Seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada konsep kesatuan, yang disebutnya dengan nama “Yang Esa”, dan semua yang ada berhasrat untuk kembali kepada “Yang Esa”. Oleh karenanya, dalam realitas seluruhnya terdapat gerakan dua arah: dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas <ref name="ringkasan">{{cite book | last = Bertens, Prof. | first = K. | title = Ringkasan Sejarah Filsafat | publisher = Penerbit Kanisius | year = 1975 | location = Jogjakarta | pages = 18-19 | isbn = 979-413-083-4}}</ref>, yaitu: <br/>
 
a. Dialektika menurun (a way down) <ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book | last = Sholikhin | first = KH. Muhammad | title = Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti | publisher = Penerbit Narasi | year = 2008 | location = Jogjakarta | pages = 161-168 | isbn = 979-168-100-7}}</ref><br/>
b. Dialektika menaik (a way up) <ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book | last = Sholikhin | first = KH. Muhammad | title = Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti | publisher = Penerbit Narasi | year = 2008 | location = Jogjakarta | pages = 161-168 | isbn = 979-168-100-7}}</ref><br/>
Baris 35 ⟶ 31:
 
== Emanasi ==
 
Jika ajaran [[Plato]] berpangkal pada “Yang Baik”, yang meliputi segala-galanya, maka ajaran Plotinus berpangkal pada “Yang Esa”. Menurut Plotinus, “Yang Esa” itulah pangkal dari segala-galanya. Filosofi Plotinus berpusat pada keyakinan bahwa “Yang Esa” adalah satu dengan tidak ada pertentangan di dalamnya. “Yang Esa” adalah “Yang Asal”, dan itulah permulaan dan sebab Yang Esa dari segala yang ada. “Yang Esa” itu sempurna, tidak mencari dan tidak memiliki apa-apa. Dari “Yang Esa” itulah keluar sesuatu dari kemudian mengalir menjadi barang-barang yang ada. Dalam menerangkan munculnya keragaman dari “Yang Esa”, Plotinus menyebutkan dengan emanasi dari Dia. Plotinus inilah Yang Esa kali memunculkan konsep emanasi. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 17-18 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
 
Dalam pandangan filsuf terdahulu, “Yang Asal” disebut Penggerak Pertama. Dalam konsep Penggerak Pertama terdapat dua pemahaman yang dapat dimengerti, yakni yang bekerja dan yang dikerjakan, jiwa dan benda. Penggerak Pertama berada di luar alam lahir dan bersifat transedental. Alam sendiri terjadi atas limpahan dari “Yang Asal” dan yang mengalir tetap merupakan bagian dari “Yang Asal”. Oleh karena itu, “Yang Asal” tidak berada di dalam alam akan tetapi sebaliknya alam berada di dalam “Yang Asal”. “Yang Asal” dan yang mengalir selalu berhubungan, semakin jauh mengalir dari asalnya maka yang mengalir semakin tidak sempurna. Alam bukan ciptaan “Yang Asal”, melainkan terjadi menurut pelimpahan dari-Nya. Alam raya ini adalah bayangan yang tidak sempurna dari asalnya, dan kesempurnaan bayangan alam ini bertingkat sesuai jaraknya dari sumbernya. Proses pemancaran dari “Yang Asal” ini dapat dianalogikan dengan proses pancaran cahaya, semakin jauh pancarannya itu dari sumber cahaya maka semakin redup dan berkurang tingkat kejelasan pancaran cahayanya. Semakin jauh dari sumbernya maka akan semakin redup dan akhirnya gelap. Emanasi alam tidak tunduk dalam dimensi ruang dan waktu, sebab dimensi itu berada pada posisi terbawah dari proses emanasi. Dimensi ruang dan waktu adalah konsep yang terjadi di dunia lahir. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 17-18 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
 
== Tahap-tahap Wujud ==
 
Salah satu persoalan dasar paling pokok dalam ajaran neoplatonisme adalah bagaimana mendamaikan dua macam hal, yakni “Yang Esa” dan segala macam wujud yang fana, sementara mereka sama-sama tidak mempunyai apa pun yang serupa antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu model emanasi, dirancang untuk menjelaskan bagaimana segala sesuatu yang tidak memiliki unsur kesamaan antara satu dengan yang lain, pada saat yang sama, juga benar-benar saling berhubungan. Dengan teori emanasi itulah, akhirnya terdapat apa yang disebut unity of being, kesatuan wujud. <ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book | last = Sholikhin | first = KH. Muhammad | title = Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti | publisher = Penerbit Narasi | year = 2008 | location = Jogjakarta | pages = 161-168 | isbn = 979-168-100-7}}</ref><br/>
 
Baris 48 ⟶ 42:
 
Plotinus yang datang kemudian, juga mencoba menyempurnakan ajaran keterhubungan antara dua wujud tersebut. Hanya saja cara yang ditempuhnya lain. Ia menggunakan pokok pikiran bahwa di antara semua wujud ini, ada wujud tertinggi, yang disebut “Yang Esa” atau “Wujud Tertinggi”, dan ada pula wujud yang terendah, yaitu alam materi. Sementara di antara kedua wujud tersebut, terdapat wujud-wujud yang lain. Menurut Plotinus, wujud keseluruhannya ada empat, <ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book | last = Sholikhin | first = KH. Muhammad | title = Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti | publisher = Penerbit Narasi | year = 2008 | location = Jogjakarta | pages = 161-168 | isbn = 979-168-100-7}}</ref> yaitu:<br/>
 
a. Yang Esa (to hen)<br/>
b. Akal (nous)<br/>
Baris 55 ⟶ 48:
 
=== Yang Esa (To Hen)===
 
Menurut filosofi Plotinus, alam semesta bukanlah ciptaan “Yang Esa”, melainkan limpahan dari “Yang Esa” melalui proses emanasi2. tujuan akhir dari semua wujud adalah terserap kembali ke dalam “Yang Esa”, tempat asalnya. Sifat “Yang Esa” adalah di luar jangkauan pemahaman manusia. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 104-108 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
 
Menurut ajaran Plotinus, ada tiga tahap proses emanasi dan reabsorsi yang berbeda. Reabsorsi atau remanasi sendiri merupakan tujuan setiap jiwa. Menurut Plotinus, ada tiga tahap penyatuan kembali manusia dengan “Yang Esa”: pertama melakukan amal saleh; kedua, berfilsafat; dan ketiga, dengan jalan mistik. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 104-108 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
 
Selain persoalan teologis dan kosmologis, Plotinus juga mengembangkan ajaran tentang etika.Ajaran Plotinus terfokus dalam tiga kajian inti, yakni “Yang Esa” (The One), akal (intellect), dan jiwa (soul). “Yang Esa”adalah sumber wujud melalui emanasi. Dia merupakan object yang tak terpahami dan semuanya bergerak menuju kepada-Nya. “Yang Esa” dan materi adalah dua kutub utama alam semesta. “Yang Esa” sebagai kekuatan aktif dan alam sebagai penerima pasif. Materi tidak mempunyai realitas hakiki dengan sendirinya, dan hanya ada satu prinsip tertinggi, yaitu “Yang Esa” (waajib al wujuud). “Yang Esa” tidak dapat dibagi-bagi. Yang Esa adalah sumber segala wujud yang ada, tetapi bukan merupakan bagian. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 104-108 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
 
“Yang Esa” tidak memiliki kehendak dan intelegen, sebab Dia tidak dibatasi oleh kebodohan dan hasrat. “Yang Esa” tidak bebas ataupun terikat. Menyifati “Yang Esa” dengan sifat-sifat tertentu tidak mudah. Dia transeden pada semua wujud yang terbatas. Tuhan melebihi manusia dalam berpikir. Berpikir adalah sesuatu yang tidak terelakkan sebagai wahana untuk sampai ke pintu gerbang penyucian. Berpikir juga merupakan awal menuju dunia mistik dan menyatu dengan “Yang Esa”. Alam semesta merupakan emanasi “Yang Esa”, seperti tungku dan cahaya yang memancar dari pusat api: semakin dekat ke api, semakin terang cahaya dan sinarnya, dan sebaliknya, semakin jauh dari sumber api maka cahaya dan sinarnya, dan sebaliknya, semakin jauh dari sumber api maka cahaya dan sinarnya menjadi kurang. Bahkan jika jarak dari api semakin jauh dan menjauh maka panas dan cahaya pun akan hilang sama sekali. <ref name="suhrawadi">{{cite book | last = Drajat, Dr. M.A | first = Amroeni | title = Suhrawadi: Kritik Falsafah Peripatetik | publisher = LKiS | year = 2005 | location = Jogjakarta | pages = 104-108 | isbn = 979-845-119-8}}</ref><br/>
 
=== Akal (Nous)===
Baris 91 ⟶ 83:
 
Plotinus menganggap ada materi lain yang terdapat di dalam alam abstrak, sedangkan alam lahir ini merupakan cermin (gambaran) dari alam abstrak. Maka, yang akhir ini pun materi pula, hanya saja materi terakhir ini tidak mengandung keburukan dan ketidakhakikatan, seperti yang terdapat dalam alam lahir. Pikiran Plotinus ini juga tidak terlepas dari [[Plato]] yang mengatakan bahwa alam lahir ini adalah gambaran (salinan) dari alam logos atau dari alam nonmateri. <ref name="Filsafat dan Metafisika">{{cite book | last = Sholikhin | first = KH. Muhammad | title = Filsafat dan Metafisika dalam Islam: Sebuah Penjelajahan Nalar, Pengalaman Mistik, dan Perjalanan Aliran Manunggaling Kawula Gusti | publisher = Penerbit Narasi | year = 2008 | location = Jogjakarta | pages = 161-168 | isbn = 979-168-100-7}}</ref><br/>
 
 
= Kritik terhadap Neoplatonisme=
 
Pada abad ke-9, Abu Haran a Ash’ari, seorang teolog Irak, menjelaskan argumen bahwa alam semesta ini diatur oleh pengaturan langsung oleh Penyebab Awal atau Tuhan, seluruh kejadian-kejadian - dari yang paling kecil hingga yang paling besar - adalah menurut penciptaan-Nya, sepanjang waktu, Tuhan berada dalam kesibukan-Nya. <ref name="The Greatest Philosophers">{{cite book | last = Yuana | first = Kumara Ari | title = The Greatest Philosophers: 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM-Abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis | publisher = Penerbit Andi | year = 2010 | location = Jogjakarta | pages = 158 | isbn = 978-979-291-370-5}}</ref><br/>
 
Baris 100 ⟶ 90:
 
= Referensi =
{{Reflist}}
<references/>
 
[[Kategori:Ideologi]]