Hukum Gereja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT36lia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
PT36lia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''hukum gereja''' adalah bagian darisebuah studi [[teologi]] yang membicarakansecara mengenaisistimastis pendasaranmengkaji eklesiologyprinsip-prinsip terhadapekklesiologis dari aturan-aturan dalam gereja.
 
Kata hukum gereja secara langsung akan mengarahkan perhatian kita kepada peraturan-peraturan dalam gereja. [[Dr. J.L. Abineno]], mengartikan hukum gereja sebagai peraturan gereja yang digunakan untuk menata dan mengatur kehidupan pelayanan dalam gereja. Demikian juga dengan definisi yang diberikan oleh [[Dr. M. H. Bolkestein]], melihat hukum gereja sebagai aturan tentang perbuatan dan kehidupan gereja untuk menyatakan gereja sebagai Tubuh Yesus. Namun jika ditelaah lebih dalam, hukum gereja tidak hanya sekedar berbicara tentang peraturan.
 
Aturan-aturan gereja hadir, bagi dan dalam gereja yang ditempatkan oleh [[Allah]] di tempat tertentu dengan pergumulan dan kebutuhan tertentu juga. Oleh karena itu aturan gereja hendaknya keluar dari pergumulan gereja mengenai keberadaan dan panggilan Allah bagi gereja. Dengan kata lain aturan dalam gereja hendaknya berdasar pada eklesiologi sebagai indentitas gereja. Dalam eklesiologi gereja menemukan pemahaman bagaimana hakekat dirinya dan berdasarkan pemahaman hakekat dirinya gereja melaksanakan tugasnya. Eklesiologi adalah rumusan [[teologis]]-[[sistematis]] mengenai pemahaman gereja tentang dirinya.
 
Kata hukum gereja secara langsung akan mengarahkan perhatian kita kepada peraturan-peraturan dalam gereja. Dr. J.L. Abineno, mengartikan hukum gereja sebagai peraturan gereja yang digunakan untuk menata dan mengatur kehidupan pelayanan dalam gereja. Demikian juga dengan definisi yang diberikan oleh Dr. M. H. Bolkestein, melihat hukum gereja sebagai aturan tentang perbuatan dan kehidupan gereja untuk menyatakan gereja sebagai Tubuh Yesus. Namun jika ditelaah lebih dalam, hukum gereja tidak hanya sekedar berbicara tentang peraturan.
Aturan-aturan gereja hadir, bagi dan dalam gereja yang ditempatkan oleh Allah di tempat tertentu dengan pergumulan dan kebutuhan tertentu juga. Oleh karena itu aturan gereja hendaknya keluar dari pergumulan gereja mengenai keberadaan dan panggilan Allah bagi gereja. Dengan kata lain aturan dalam gereja hendaknya berdasar pada eklesiologi sebagai indentitas gereja. Dalam eklesiologi gereja menemukan pemahaman bagaimana hakekat dirinya dan berdasarkan pemahaman hakekat dirinya gereja melaksanakan tugasnya. Eklesiologi adalah rumusan teologis-sistematis mengenai pemahaman gereja tentang dirinya.
Pendasaran eklesiologi menjadikan peraturan-peraturan dalam gereja tidak hanya memiliki makna teologis yang baik tetapi sekaligus mampu menjawab kebutuhan dan pergumulan hidup jemaat. Hukum gereja harus mampu mengingatkan gereja sehingga tidak menjadi gereja yang tidak berpijak di bumi sebagai tempat di mana Allah mengutusnya. Gereja haruslah menyadari keberadaannya dan berdasarkan keberadaan itu gereja harus mampu melayani maksud Allah di tempat mana Allah menempatkan dirinya.
 
Pendasaran Eklesiologi bagi aturan dalam gereja menuntut gereja untuk peka terhadap konteks di mana gereja hidup dan melayani. Kemampuan untuk mendioaglokan teks [[Alkitab]] dengan konteks kehidupan pelayanan gereja adalah tuntutan yang harus dipenuhi oleh gereja dalam melahirkan aturan dalam gereja. Melalui dialog ini aturan gereja menjadi aturan yang sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan secara ekklesiologis. Dengan kata lain melalui metode kontekstualisasilah[[kontekstualisasi]]lah sebuah hukum gereja hendaknya dilahirkan.
Dalam pelaksanaan metode kontekstualisasi sebagai usaha mendialogkan teks Alkitab dan konteks jemaat, gereja perlu melaksanakannya sebagai sebuah usaha kritis. Jangan sampai hukum gereja akhirnya hanya sebagai alat pemberi legitimasi ajaran gereja, seperti yang terjadi pada gereja katolik Roma pada masa sebelum konsili Vatikan II. Peringatan juga menjadi peringatan yang diberikan oleh Erik Wolf. Seperti yang dikutip oleh Coerzten, Wolf memperingatkan kaum fundamentalis yang sering menggunakan Alkitab untuk melegitimasi ajaran gereja.
 
Dalam pelaksanaan metode kontekstualisasi sebagai usaha mendialogkan teks Alkitab dan konteks jemaat, gereja perlu melaksanakannya sebagai sebuah usaha kritis. Jangan sampai hukum gereja akhirnya hanya sebagai alat pemberi legitimasi ajaran gereja, seperti yang terjadi pada gereja ]]katolik]] [[Roma]] pada masa sebelum [[konsili]] [[Vatikan II]]. Peringatan juga menjadi peringatan yang diberikan oleh [[Erik Wolf]]. Seperti yang dikutip oleh [[Coerzten]], Wolf memperingatkan kaum fundamentalis yang sering menggunakan Alkitab untuk melegitimasi ajaran gereja.
 
Pendasaran hukum gereja pada eklesiologi berbeda dari pendekatan penataan/pemerintahan (''stelsel''). Pendekatan eklesiologi menghindarkan gereja dari pandangan yang seringkali melihat para pejabat-pejabat gereja sebagai orang-orang yang ditugaskan untuk menjaga dan menegakkan aturan dalam gereja. Pandangan seperti ini seringkali muncul sebagai bias dari pendekatan penataan/pemerintahan.
 
Pendasaran eklesiologi tehadap aturan dalam gereja mengisyarakatkan bahwa aturan dalam gereja haruslah dipertanggungjawabkan secara ekklesiologis. Pertanggungjawaban ekklesiologis terhadapa tauran dalam gereja adalah tugas dari hukum gereja. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa hukum gereja tidak hanya sekedar berbicara tentang aturan dalam gereja. Hukum gereja adalah sebuah studi teologi yang secara sistimastis mengkaji prinsip-prinsip ekklesiologis dari aturan-aturan dalam gereja.