Gereja Katolik di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 71:
Ungkapan kasih dan perhatian umat Katolik itu mendapat tanggapan positif dari rakyat kebanyakan. Banyak orang belajar agama Katolik dan memberikan diri dibaptis. Jumlah umat menjadi berlipat ganda. Gereja Katolik serta agama-agama lain mengalami pertumbuhan yang sangat besar terutama di daerah yang dihuni oleh sejumlah besar suku Tionghoa dan etnis Jawa. Peningkatan dramatis jumlah umat Katolik pada khususnya dan orang Kristen pada umumnya telah menyebabkan permusuhan dan tuduhan '[[Pengkristenan]]'.<ref>Sebagai contoh pada tahun 1989 ketika Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Yogyakarta, ia menerima surat penuh dengan tuduhan tersebut. Surat itu ditulis oleh Moh. Natsir, K.H. Masykur, K.H. Rusli Abdul Wahid, dan H.M. Rasyidi. Mereka adalah pemimpin Muslim terkemuka pada waktu itu. ''Panji Masyarakat'' 31-10-1989. Informasi ini dikutip dari Adolf Heuken (2005:107)</ref>
 
Sejak tahun 1970 MAWI yang resmi berganti nama menjadi KWIberusaha bersidang setahun sekali. Setiap kali sidang KWIMAWI mengangkat satu hal yang menjadi keprihatinan bersama. Dokumen sidang disebarluaskan kepada umat. Selain itu para Uskup Waligereja Indonesia juga aktif mengikuti persidangan umum Federasi Konferensi Uskup Asia (FABC) sejak lembaga itu didirikan pada tahun 1970 di Taipei.
 
Suatu tantangan muncul pada awal 1970-an ketika pemerintah tidak lagi memberi izin masuk dan menetap di Indonesia kepada misionaris asing. Bahkan Departemen Agama tidak mau memberi rekomendasi perpanjangan visa pada misionaris yang sudah lama bekerja dan tinggal di Indonesia. Namun masalah ini justru merupakan “blessing in disguise”, berkat terselubung, karena Gereja Katolik Indonesia kemudian berusaha keras untuk mencukupi kebutuhan imam dan relatif berhasil.
Sejak tahun 1970 MAWI yang resmi berganti nama menjadi KWI bersidang setahun sekali. Setiap kali sidang KWI mengangkat satu hal yang menjadi keprihatinan bersama. Dokumen sidang disebarluaskan kepada umat. Selain itu para Uskup Waligereja Indonesia juga aktif mengikuti persidangan umum Federasi Konferensi Uskup Asia (FABC) sejak lembaga itu didirikan pada tahun 1970 di Taipei.
 
Bayangan [[kemiskinan]], [[ledakan jumlah penduduk]] dan semakin beratnya kehidupan ekonomis merupakan tantangan tersendiri bagi keluarga-keluarga muda berhadapan dengan moralitas. Program [[Keluarga Berencana]] yang dicanangkan pemerintah untuk mengatasi persoalan itu diminati banyak umat Katolik. Tetapi cara-cara pencegahan kehamilan yang ditawarkan relatif berseberangan dengan '''Ensiklik Humanae Vitae''' (1968). Sikap pastoral para Waligereja dalam hal ini menyerahkan keputusan kepada hati nurani umat (1972). Ini menyebabkan gesekan dengan Vatikan.
 
Kemajuan diperoleh dalam kerjasama ekumenis penerjemahan dan penerbitan Kitab Suci dalam bahasa Indonesia. Sejak tahun 1974 diterbitkan Kitab Suci edisi ekumenis dengan pembedaan. Kitab Suci untuk umat Katolik dilengkapi dengan Deuterokanonika.
 
Undng-undang Perkawinan 1974 yang mengganti tata-cara lama justru meruwetkan situasi. Sekalipun demikian kerukunan antar umat beragama relatif meningkat pada level menengah ke atas, sekalipun ada masalah sehubungan dengan beberapa surat keputusan Menteri Agama (No. 70 dan 77 tahun 1978 tentang penyiaran agama) yang praktis menjadi penghalang kemajuan umat Katolik dan meresahkan sehingga perlu ditenangkan dengan Surat Keputusan Bersama tiga menteri (No 1/1979).
 
Pedoman pastoral “Umat Katolik dalam Masyarakat Pancasila” (1985) merupakan petunjuk [[MAWI]] kepada umat Katolik Indonesia dalam menyikapi persoalan pembangunan dan pluralitas di Indonesia sebagai warga negara yang baik dan mengusahaan kesejahteraan umum.
 
Dalam Sidang Waligereja tahun 1986 nama [[MAWI]] yang telah digunakan sejak tahun 1955 diganti menjadi [[Konferensi Waligereja Indonesia]] ([[KWI]]). Statuta [[KWI]] menyatakan bahwa [[KWI]] adalah wujud kolegialitas uskup dan bertujuan memadukan kebijakan pelaksanaan tugas dan karya penggembalaan para uskup agar seirama dan berkesinambungan di seluruh Indonesia (lih Pembukaan Statuta [[KWI]] par. 2-4).
Pada tahun 1989 Paus [[Yohanes Paulus II]] berkunjung ke Indonesia dan disambut dengan antusias oleh umat Katolik Indonesia.
 
===Era Reformasi===