Gereja Katolik di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 37:
 
=== Era Perjuangan Kemerdekaan ===
Para pemimpin kawasan misi, yaitu para waligereja, yang telah berbagi tugas berhubungan dengan baik satu sama lain, dengan diketuai oleh Vikaris Apostolik Batavia (Jakarta). Mereka berkumpul dan mengadakan sidang Waligereja yang pertama pada 1924 di Jakarta. Mereka membagi-bagi tenaga guru 10 orang ke Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatra. Seminari di Jawa akan menerima siswa dari mana saja, tetapi disepakati untuk mendirikan satu seminari baru di Flores. Disepakati untuk menyusun Katekismus Hindia Belanda guna pengajaran agama di sekolah-sekolah.
[[Albertus Soegijapranata]] menjadi [[Vikaris Apostolik]] (Uskup di tanah misi) Indonesia yang pertama, ditahbiskan pada tahun [[1940]].
 
Sidang Waligereja kedua juga diadakan di Jakarta pada tahun 1925. Disetujui pendirian berbagai surat kabar berbahasa Melayu dan daerah. Sidang ketiga dilaksanakan di Muntilan, Jawa Tengah. Disetujui untuk mendirikan Kantor Pusat Misi di Jakarta, dan dibahas rencana Undang-undang perkawinan sipil untuk umat Kristen. Sidang keempat diselenggarakan di Girisonta, Ungaran, Jawa tengah pada 1934. Dianjurkan penggunaan nama Indonesia menggantikan Hindia-Belanda. Sidang kelima juga berlangsung di Girisonta pada tahun 1939 menegaskan kesatuan tindakan para Waligereja. Semua sidang itu menjadi cikal bakal kegiatan [[Majelis Agung Waligereja Indonesia]] yang kemudian berganti nama menjadi [[Konferensi Waligereja Indonesia]] atau [[KWI]].
 
Seminari Tinggi Yogyakarta didirikan pada tahun 1939. [[Albertus Soegijapranata]] menjadi [[Vikaris Apostolik]] (Uskup di tanah misi) Indonesia yang pertama, ditahbiskan pada tahun [[1940]] untuk [[Vikariat Apostolik]] [[Semarang]].
 
Tanggal [[20 Desember]] [[1948]] [[Romo Sandjaja]] terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, SJ di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam [[Agresi Militer Belanda II]]. [[Romo]] Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.
 
Mgr. Soegijapranata [[(Semarang)]] bersama Uskup Willekens SJ menghadapi[[(Jakarta)]] menghadap penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus Jakarta dapat berjalan terus.
 
Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti [[Adisucipto, Agustinus]] (1947), dan [[Slamet Riyadi|Ignatius Slamet Riyadi]] (1945) dan [[Yos Sudarso]] (1961).
 
=== Era Kemerdekaan ===