Christiaan Snouck Hurgronje: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-nasehat +nasihat)
Baris 6:
Snouck seperti mendapat durian runtuh. Naskah itu dia berikan pada kantor Menteri Daerah Jajahan Belanda (''Ministerie van Kolonieën''). Snouck bahkan secara berani menawarkan diri sebagai tenaga ilmuwan yang akan dapat memberikan gambaran lebih lengkap tentang Aceh.
 
Pada [[1889]], dia menginjakkan kaki di [[pulau Jawa]], dan mulai meneliti pranata [[Islam]] di masyarakat pribumi Hindia-Belanda, khususnya Aceh. Setelah Aceh dikuasai Belanda, [[1905]], Snouck mendapat penghargaan yang luar biasa. Setahun kemudian dia kembali ke [[Leiden]], dan sampai wafatnya,[[26 Juni]] [[1936]], dia tetap menjadi penasehatpenasihat utama Belanda untuk urusan penaklukan pribumi di [[Nusantara]].
 
Sosok Snouck memang penuh warna. Bagi Belanda, dia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh. Bagi kaum [[orientalis]], dia sarjana yang berhasil. Tapi bagi rakyat Aceh, dia adalah pengkhianat tanpa tanding. Namun, penelitian terbaru menunjukkan peran Snouck sebagai orientalis ternyata hanya kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Dia dinilai memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik.
Baris 30:
 
== Perang Aceh ==
Selama tujuh bulan Snouck berada si Aceh, sejak [[8 Juli]] [[1891]]. Di Aceh, dia dibantu beberapa orang pelayannya. Baru pada [[23 Mei]] [[1892]], Snouck mengajukan ''Atjeh Verslag'', laporannya kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasehatnasihat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar ''Atjeh Verslag'' kemudian diterbitkan dalam ''De Atjeher'' dalam dua jilid yang terbit [[1893]] dan [[1894]]. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai [[1898]], Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.
 
Nasehat Snouck mematahkan perlawanan para ulama, karena awalnya Snouck sudah melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah ''[[uleebalang]]'', tapi ulama yang dekat dengan rakyat kecil. Komponen paling menentukan sudah pecah, rakyat berdiri di belakang ulama, lalu Belanda mengerasi ulama dengan harapan rakyat yang sudah berposisi di sana menjadi takut. Untuk waktu yang singkat, metode yang dipakai berhasil.