Suster Puteri Kasih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Armada Riyanto (bicara | kontrib)
Armada Riyanto (bicara | kontrib)
Baris 23:
Para Suster Puteri Kasih dari Belanda dari tahun 1931 hingga tahun 1939 (tahun terakhir sebelum Perang Dunia II) sudah mencapai 19 suster. Sementara periode 1940 sampai 1948 merupakan periode gelap dari sudut sejarah dunia, Indonesia, maupun karya pelayanan para suster PK. Mereka mengalami susah dan deritanya Perang Dunia II. Diantara mereka, terdapat Sr. Louise yang meninggal karena kekurangan makanan di interniran Jepang Semarang. Kedatangan misionaris selanjutnya baru mungkin tahun 1948. Sampai tahun 1964, tahun terakhir kedatangan para suster misionaris PK Belanda, para suster semuanya ada 32 orang. Dari jumlah itu, yang paling lama bekerja adalah Sr. Ludgera Gales PK (50 tahun bekerja di Indonesia). Ia banyak mengabdi untuk karya rehabilitasi penderita kusta di Kediri.<ref>Armada Riyanto CM, Sr. Engelina PK, Sr. Anna PK, ''75 Tahun Perjalanan Puteri Kasih di Indonesia'', hlm. 61.</ref>
 
=== Karya Saat Ini<ref>Ibid. hlm. 73-123.</ref> ===
Saat ini<ref>Ibid. hlm. 73-123.</ref>, para suster Puteri Kasih mengabdi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di keuskupan Surabaya, Malang, Jakarta, pedalaman Kalimantan Barat, Batulicin Kalimantan Selatan, dan siap melayani para korban bencana alam dan kebutuhan mendesak. Dalam melayani orang miskin, para Suster Puteri Kasih banyak menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga dari masyarakat dari segala golongan. Selain itu, beberapa suster juga berkarya misi di luar negeri, seperti di Jepang dan Perancis.
 
Di Surabaya, para suster PK melayani di Panti Asuhan Don Bosco, Jalan Tidar 115. Di Panti Asuhan ini, para suster melayani anak-anak dengan penuh kasih. Dari beberapa alumni terdapat nama-nama penting yang menjadi pelayan Gereja, seperti Romo Tondowidjojo CM, Romo Marsup CM, Romo Uroto Sastro Pr (almarhum) dan beberapa usahawan di Surabaya. Selain panti asuhan, para suster berkarya pula di sekolah-sekolah TK, SD, dan SMP. Sekolah-sekolah ini umumnya dimaksudkan untuk pelayanan pendidikan yang bermutu bagi anak-anak dari keluarga-keluarga kurang mampu. Di samping sekolah, para suster PK juga menanggapi kebutuhan-kebutuhan baru, seperti pelayanan poliklinik dan tempat penitipan anak (TPA).
Baris 41:
 
Di Serawai, Pedalaman Kalimantan Barat, termasuk keuskupan Sintang, Para Suster PK bersama para Romo CM berkarya di asrama dan membantu bimbingan belajar bagi anak-anak miskin, terpencil di sana. Mereka adalah anak-anak dan masa depan keluarga mereka, keluarga Dayak. Para Suster PK melayani dengan penuh kasih orang-orang Dayak di sana.
 
Para suster PK juga saat ini telah mengirim beberapa susternya untuk tugas misi ke luar negeri, diantaranya ke Jepang dan Perancis, dan akan menyusul ke wilayah-wilayah dimana kehadiran mereka dibutuhkan.
 
Pemimpin Puteri Kasih Indonesia sejak tahun 1931 sampai sekarang:
Baris 51 ⟶ 53:
Sr. Anna PK (2000-2009)
Sr. Victorine PK (2009 - )</poem>
 
 
== Referensi ==