Proklamasi Kalimantan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ilhamulub (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '=== Latar Belakang Proklamasi === Pada tanggal 18 November 1946, Letnan asli Zuhri dan Letnan Muda Mursyid menemui Hasan Basri di Tabat, Haruyan, untuk membentuk Batalyon...'
 
Ilhamulub (bicara | kontrib)
Baris 1:
=== Latar Belakang Proklamasi ===
Pada tanggal [[18 November]] [[1946]], Letnan asli[[Asli Zuhri]] dan Letnan Muda [[Mursyid]] menemui [[Hasan Basri]] di Tabat, [[Haruyan]], untuk membentuk Batalyon TNI [[ALRI DIVISI IV]] (A), sebagai bagian dari TNI ALRI DIVISI IV yang bermarkas di [[Tuban]]. Dengan segera Hasan Basri melaksanakan perintah ini dengan melebur Pasukan [[Banteng Indonesia ]]dan beberapa organisasi kemiliteran yang ada di Kalimantan. Sebagai komandan batalyon ditetapkan Letnan Kolonel Hasan Basri, dengan markas di Haruyan. Penyatuan kesatuan ini membuat operasi militer yang dilaksanakan dalam rangka mempertahan kemerdekaan menjadi lebih terarah dan terpadu.
Akibatnya [[Belanda]] lebih meluaskan daerah pembersihannya, daerah-daerah yang dianggap sarang pejuang ditembaki dan di bumi hanguskan. Untuk menghindari kontak langsung dengan Belanda, markas TNI ALRI DIVISI (A) di pindahkan ke [[Birayang]], [[Barabai]] sejak awal [[1947]]. Namun karena selalu dikejar dan di serang, akhirnya markas TNI ALRI DIVISI (A) disepakati adalah dimana-mana, tergantung Hasan Basri dan kawan-kawan berada di mana.
Pada tanggal [[16 Mei]] [[1948]], TNI ALRI DIVISI (A) mengeluarkan sikap terhadap Belanda dan dunia internasional. Isinya adalah :
1. TNI ALRI DIVISI (A) adalah bagian dari angkatan[[Angkatan Perang Republik Indonesia]].
2. TNI ALRI DIVISI (A) tidak akan hijrah ke wilayah Indonesia yaitu di [[Jawa]] sesuai hasil [[Perjanjian Linggarjati]].
3. TNI ALRI DIVISI (A) tidak akan melakukan pelanggaran militer terhadap isi Perjanjian Linggarjati.
4. Agar Belanda mengosongkan Barabai yang akan digunakan TNI ALRI DIVISI (A) sebagai markas dan memudahkan hubungan dengan Belanda.
Namun pernyataan sikap ini dibalas Belanda dengan mengeluarkan ultimatum pada tanggal [[20 Mei]] [[1948]], dengan isi :
 
“Agar semua kelompok pemberontak, utamanya yang tergabung dalam kelompok pimpinan Hasan Basri, menyerah dengan membawa pakaian, senjata dan mengangkat tangan ke atas, kepada pemerintah yang sah dan akan dianggap berlindung kepada pemerintah yang sah, serta akan dipertimbangkan menringankan kejahatan pemberontakan yang dilakukan”
 
Ultimatum ini membuat pejuang-pejuang marah dan menambah operasi militer terhadap pos-pos Belanda. Suasana semakin panas, setiap hari terjadi serangan dan penembakan. Serangan terhadap Belanda terjadi dimana-mana seperti di [[Haruai]], [[Nagara]], [[Tanjung]], [[Ampah]], [[Tamiang Layang]], [[Wawai]], [[Tabing Rimbah]], [[Sungai Tabuk]], [[Pantai Hambawang]], [[Ilung]], [[Limpasu]], dan di tempat lainnya. Belanda merasa kurang aman berada di jalanan, sampai akhirnya pimpinan Belanda di Banjarmasin mengeluarkan Staat van Oorlog en Beleg (suasana darurat perang) pada tanggal 16 Desember 1948.
Hubungan TNI ALRI DIVISI (A) dengan markas besar di Tuban terputus oleh blokade Belanda. Atas kondisi demikian, pejuang-pejuang berinisiatif untuk melakukan langkah penting dalam menguasai daerah Kalimantan sebagai daerah perjuangan.